Apa sih arti dari kita Gongyo pagi dan sore
Apa sih arti dari kita Gongyo pagi dan sore ?
TERJEMAHAN PARITRA BAB II DAN BAB XVI SADHARMAPUNDARIKA SUTERA
Berikut terjemahan Bab II dan Bab XVI:
Pada saat ini Yang Mulia bangkit dengan tenang dari meditasi (samadhi) seraya menyapa Sariputra : Kearifan semua Buddha adalah tidak terbatas dalamnya serta tidak terkirakan. Pintu gerbang menuju kearifan ini sulit untuk dimengerti dan sulit untuk dimasuki. Tiada kaum Sravaka maupun kaum Pratekyabuddha dapat memahami.
Dasar alasannya adalah bahwa Buddha telah melaksanakan pertapaan yang tidak terhingga pada ratusan ribu kalpa koti Buddha – Buddha yang tidak terbilang. Beliau telah membuktikan dirinya pada pelaksanaan-pelaksanaan ini sedemikian beraninya serta tidak pernah lelah sehingga namanya dikenal diseluruh alam semesta. Beliau telah menyadari Dharma yang mendalam serta tiada taranya dan membabarkannya sesuai dengan tahap kemampuan umat manusia, namun demikian niat dan hasrat beliau adalah sangat sulit dimengerti.
Sariputra, semenjak aku mencapai kesadaran Buddha, aku telah membabarkan ajaranKu secara meluas melalui cerita-cerita/ kisah – kisah perihal hubungan -hubungan masa lampau serta banyak perumpamaan-perumpamaan, dan dengan cara-cara yang tidak terhitung telah membina umat manusia untuk melepaskan dirinya dari segala keterikatan/ keterbelengguan.
Dasar alasannya adalah bahwa Sang Tathagata memiliki kedua-duanya baik cara-cara maupun kearifan yang sempurna:
Sariputra! Kearifan Sang Tathagata meliputi segala-galanya dan mendalam sekali. Welas asihnya tak terhingga, serta ajaran-ajaranNya tidak mengenal batas-batas. Diberkahi dengan kekuatan, keberanian, pemusatan, kebebasan ( dari karma dan nafsu ) dan kecakapan untuk bermeditasi ( berpikir secara mendalam ), ia bermukim dalam ketiada-keterbatasan dan menyadari Dharma yang tiada pernah disadari sebelumnya.
Sariputra, Sang Tathagata memiliki kekuatan untuk mengerti yang mana diantara ajaran-ajaran ( yang sesuai / cocok bagi pendengarnya ), untuk membabarkan ajaran-ajaran dalam suatu cara bijaksana, dan untuk menggembirakan hati umat manusia dengan kata-kata yang hangat serta lembut. Dengan kata lain, Sariputra, Sang Buddha telah menyadari Dharma yang tidak terhingga, tidak terbatas serta terunggul.
Sariputra ! aku tidak mengatakan lebih lagi, karena apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha adalah Dharma / Hukum yang paling langka serta paling sulit untuk dimengerti dan dipahami.
Hakikat kebenaran dari seluruh fenomena, hanyalah dapat dimengerti antara Buddha dengan Buddha. Hakikat kebenaran ini mencakupi bentuk perwujudan, sifat, hakikat, kekuatan pengaruh, sebab terpendam, hubungan ( jodoh ), akibat terpendam, akibat terjelma ( nyata ), dan konsistensi mereka dari awal dan akhir.
Ketika itu Sang Buddha menyapa kepada para Boddhisattva dan seluruh hadirin : ” Wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, percaya serta pahamilah kata-kata sejati Sang Tathagata “. Lagi Sang Buddha menyapa kepada umat : ” Percayalah serta pahamilah kata-kata Sang Tathagata “.
Pada saat ini para Boddhisattva beserta seluruh hadirin, mulai dengan Boddhisattva Maitreya mengatupkan telapak tangan mereka seraya berkata : ” Yang dimuliakan seluruh dunia, hasrat tunggal kami hanyalah memohon Anda mengajarkan kami. Sudah tentu kami akan percaya kepada kata-kata Sang Buddha “. Dengan demikian mereka katakan tiga kali, dengan mengulangi kata-kata, ” Hasrat tunggal kami hanyalah memohon anda mengajarkan kami, sudah tentu kami akan percaya kepada kata-kata Sang Buddha.
Ketika yang dimuliakan sedunia melihat bahwa para Boddhisattva mengulangi permohonan mereka tiga kali dan lebih tanpa hentinya, beliau berkata pada mereka : ” Camkanlah baik-baik dan dengarkanlah rahasia Sang Tathagata serta kekuatan gaibNya”.
Seluruh dewa-dewi, manusia serta asura dari dunia ini percaya bahwa setelah meninggalkan istana bangsa Sakya, Buddha Sakyamuni telah mendudukan dirinya ditempat pengungkapan/ pembabaran yang tidak jauh dari kota Gaya dan telah mencapai kesadaran Agung.
Tetapi wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus ! Sang waktu sesungguhnya tiada terbatas dan tak terkirakan…adalah seratus, seribu, sepuluh ribu, ratusan ribu, kalpa koti…sejak aku sesungguhnya mencapai Kesadaran Buddha.
Seandainya ada seseorang yang dapat menghancurkan lima ratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu, kalpa kati ( nayuta’ = 1012 ), asam kheya ( asogi’ = 1051 ) tata dunia utama menjadi butiran – butiran debu, lalu membawa semuanya menuju ketimur, dengan manaburkan / menjatuhkan sebutir debu setiap kali menyeberangi lima ratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu nayuta ( kalpa koti ), asogi ( asam kheya ) dunia-dunia. Seandainya bahwa ia meneruskan menjelajah ke arah timur dengan cara demikian, sarnpai ia menghabiskan seluruh butiran-butiran debu tersebut. Wahai, orang-orang yang berkeyakinan tulus! Bagaimana pandangan kalian? Dapatkah kiranya jumlah dari seluruh dunia tersebut terbayangkan atau terpikirkan?
Bodhisatva Maitreya beserta yang lainnya berkata kepada sang Buddha,” yang dimuliakan sedunia, dunia-dunia ini tiada terbatas dan tidak terhingga. Mereka berada di luar jangkauan perkiraan. Mereka melebihi kemampuan imajinasi/daya khayal. Tiada orang dari kaum sravaka maupun kaum pratekyabuddha bahkan dengan kearifan yang bebas dari kesesatan sekalipun dapat membayangkan/memperkirakan jumlah angkanya. Meskipun kami kini berada pada tahap dimana kami tidak akan mundur dalam keyakinan, kami pun tidak berkemampuan untuk memahami hal ini. Yang dimuliakan sedunia, memang dunia-dunia ini adalah tiada terbatas serta tak terhingga”. Kemudian sang Buddha berkata kepada para bodhisattva agung : “sekarang, wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, Aku menyatakan dengan tegas kepada kalian. Seandainya seluruh dunia-dunia ini, apakah mereka menerima satu butiran debu ataukah tidak, sekali lagi dihancurkan menjadi debu. Anggaplah sebutir debunya mewakili satu kalpa. Lalu sang waktu yang telah berlalu semenjak aku mencapai kesadaran Buddha sesungguhnya melampau ini sampai seratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu, kalpa (nayuta), koti (asogi), asam kheya (aeons)”.
“Bahkan semenjak itu Aku senantiasa berada di dunia ini, membabarkan Dharma serta menyebarluaskan ajaran-ajaran. Dan juga Aku telah membina serta memberikan manfaat kepada umat manusia pada seratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu, kalpa (nayuta), koti (asogi) dunia-dunia lainnya”.
Wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, selama waktu ini Aku telah mengajarkan umat perihal Buddha Nento dan lain-lainnya, dengan mengatakan bahwa Aku akan mengakhiri seluruh penderitaan dan wafat. Kesemuanya ini Aku perbuat melalui cara-cara mendidik yang berbeda yang disesuaikan kepada kecakapan umat manusia tersebut”.
“Wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, ketika umat datang kepadaKu, Aku dapat mengerti dengan pandangan mata seorang Buddha, tingkat dari keyakinan mereka serta mutu-mutu lainnya. Tergantung kepada apakah kecakapan mereka itu tajam ataukah tumpul, Aku mengatur kemunculanKu, mengajarkan di berbagai dunia yang berbeda, menggunakan nama-nama yang berbeda dan menjelaskan berapa lama ajaran-ajaranKu akan berpengaruh. Pada lain kesempatan ketika Aku muncul, Aku telah mengatakan kepada umat bahwa Aku akan segera memasuki nirwana, dan Aku menggunakan berbagai cara untuk membabarkan ajaran-ajaran yang gaib dan membuat umat manusia bergembira di dalam hatinya”.
“Wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, Aku, sang Tahtagata, telah memperhatikan bahwa umat manusia telah merasa senang dan puas dalam ajaran-ajaran yang rendah, miskin kebajikannya serta diberatkan oleh kekotoran jiwa. Oleh karenanya Aku telah mendidik mereka bahwa Aku telah membuang keduniawian dalam masa keremajaanKu dan kemudian mencapai kesadaran Buddha. Tetapi sesungguhnya waktu semenjak Aku mencapai kebuddhaan adalah jangka waktu yang panjang seperti yang telah Aku babarkan. Hal ini hanyalah suatu ikhtiar yang Aku pergunakan untuk membina umat serta membuat mereka memasuki jalan menuju kesadaran Buddha”.
“Wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, sutra-sutra yang dibabarkan oleh sang Tahtagata seluruhnya adalah dimaksudkan untuk menyelamatkan umat manusia dari penderitaan-penderitaan mereka. Kadangkala Aku berkata perihal diriKu sendiri, kadangkala perihal orang lain; terkadang Aku menunjukan diriKu sendiri, kadangkala diri orang lain, terkadang pula Aku memperlihatkan tindakan-tindakanKu, kadangkadang tindakan-tindakan orang lain. Seluruh ajaran-ajaranKu adalah benar dan tiada palsu”.
“Alasannya adalah bahwa sang Tahtagata memahami aspek sesungguhnya perihal ketiga alam dunia tepat sebagaimana adanya. Tiada pasang ataupun surut dari kelahiran sampai kematian, juga tiada kehidupan dalam dunia ini dan kematian di kemudian. Jiwa bukanlah berbobot (substansial) pun juga tidak kosong, bukan tetap (konsisten) pun tidak beraneka ragam, pun juga bukan seperti apa yang dipahami oleh mereka yang berada dalam ketiga alam dunia tersebut. Semua hal tersebut sang Tahtagata melihatnya dengan jelas tanpa kekeliruan”.
“Umat manusia memiliki sifat yang berbeda, nafsu yang berbeda, gaya perilaku yang berbeda, pendapat dan pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, dari hasratKu untuk menanamkan bibit-bibit kesadaran dalam hati mereka, Aku telah mengajarkan berbagai ajaran lewat cerita-cerita hubungan masa lampau, perumpamaan-perumpamaan dan kata-kata lainnya. Pelaksanaan yang tepat bagi seorang Buddha ini telah aku laniutkan tanpa henti-hentinya”.
“Semenjak Aku mencapai kesadaran Buddha, telah berlalu suatu jangka waktu yang tak terbayangkan lamanya. Panjangnya usia jiwa Aku adalah kalpa koti yang tak terhingga. JiwaKu senantiasa berada dan tiada akan berakhir. Wahai umat yang berkeyakinan tulus, pada suatu saat Aku pun telah melaksanakan pertapaan bodhisattva dan jiwa yang telah Aku peroleh pada saat itu masih belum berakhir. JiwaKu masih akan berlangsung dua kali lipat sebanyak kalpa koti lagi dari sekarang. Meskipun sebenarnya aku tidak pernah wafat sesungguhnya. Aku telah meramalkan kematianKu. Dengan cara-cara inilah, sang Tahtagata mengajarkm umat manusia”.
“Alasannya adalah demikian. Apabila sang Buddha berada didunia ini terlalu lama, umat manusia yang berbakat/moral rendah tidak dapat menghimpun rejeki yang dibutuhkan untuk mencapai kesadaran kebuddha-an. Serakah/tamak dengan kelima nafsu, mereka akan terjebak dalam jaringan pikiran-pikiran dan pendapat-pendapat yang menyesatkan. Dengan melihat sang Tahtagata tetap hadir berada dan tidak mati di dunia ini, maka mereka akan menjadi sombong dan egois serta akan melalaikan pelaksanaan pertapaan agama Buddha-nya. Mereka tidak akan berhasil untuk menyadari betapa sulitnya untuk dapat berjumpa dengan sang Tahtagata serta tidak akan menaruh rasa hormat kepada beliau”.
“Sebagai suatu kelayakan, oleh karenanya sang Tathagata berkata kepada para bhiksu dengan mengatakan,” Anda sekalian harus mengetahui ada suatu hal yang jarang terjadi untuk dapat hidup pada suatu waktu ketika sang Buddha muncul di dunia ini “. Alasannya adalah bahwa sekalipun setelah suatu antara tenggang waktu dari masa tak terbatas, ratusan, ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu kalpa koti asam kheya. Beberapa manusia dari bakat yang rendah mungkin saja kebetulan melihat seorang Buddha, namun yang lainnya mungkin tidak berkesempatan. Oleh karena itu Aku memberitahukan mereka, ‘Para bhiksu, adalah jarang sekali bahwa seorang dapat melihat sang Tathagata’. Ketika umat mendengar kata-kata ini, mereka pasti menyadari betapa sulitnya dan jarangnya dapat bertemu dengan seorang Buddha dan kemudian mereka akan menanamkan sebab kesadaran ke-buddha-an di dalam hati mereka. Oleh karena itulah maka sang Tahtagata menunjukan kematian dirinya meskipun sesungguhnya beliau tidak pernah menjadi musnah”.
“Wahai umat yang berkeyakinan tulus, Dharma mana saja dari Buddha mana pun adalah senantiasa seperti ini. Karena sang Buddha mengungkapkan Dharma untuk menyelamatkan umat, maka semuanya itu adalah benar dan tiada satu pun yang palsu”.
“Bayangkanlah seorang tabib yang terampil serta bijaksana yang dapat membuat obat untuk menyembuhkan segala penyakit. Ia mempunyai banyak anak, mungkin sepuluh, dua puluh atau bahkan seratus. Ia pergi ke suatu negeri yang jauh untuk mengurus suatu hal”.
“Kemudian anak-anak meminum sejenis racun yang telah membuat mereka liar karena kesakitan, dan mereka jatuh berliuk sampai ke tanah”.
“Pada saat ini sang ayah kembali kerumahnya dan menemukan anak-anaknya telah meminum racun. Beberapa anak telah kehilangan kesadarannya, sedangkan yang lainnya tidak. Melihat sang ayah mereka dari kejauhan, semuanya merasa gembira dan berlutut untuk menyambutnya, sambil berkata, ‘Betapa untungnya bahwa Anda telah kembali dengan selamat! Karena kebodohan kami telah salah meminum racun. Kami mohon kepada Anda untuk menyembuhkan kami dan biarkanlah kami hidup lebih lama lagi”.
“Sang ayah setelah melihat anak-anaknya menderita seperti ini, mengikuti berbagai resep. Dengan mengumpulkan daun obat-obatan yang halus yang warnanya sempurna, sedap baunya serta sari rasanya, beliau menggilingnya, menyaring serta mencampurkan mereka menjadi satu. Dengan memberikan suatu pengobatan ini pada anak-anaknya beliau mengatakan pada mereka, Obat yang sangat manjur ini adalah berwarna sempurna, sedap baunya dan sari rasanya. Minumlah, dan kalian akan segera disembuhkan dari penderitaan-penderitaan dan akan bebas dari segala kesulitankesulitan”.
“Anak-anak tersebut yang tidak kehilangan kesadarannya dapat melihat bahwa obat yang manjur itu adalah enak baik warna maupun harumnya, maka mereka segera meminumnya dan sama sekali sembuh dari penyakitnya. Mereka yang telah kehilangan kesadarannya sama gembiranya melihat ayahnya kembali serta memohon kepadanya untuk mengobati penyakitnya, tetapi ketika mereka diberikan obat tersebut, mereka menolak untuk meminumnya”.
“Hal ini dikarenakan karena racun tersebut telah merembes mendalam, menyebabkan mereka kehilangan pikiran sejati mereka. Oleh karenanya mereka berpikir bahwa obat tersebut tidak akan enak meskipun warnanya menarik dan harum baunya. Maka sang ayah berpikir,’Kasihan anak-anakKu’. Racun telah merasuki jiwa mereka dan sama sekali mengacaukan pikiran mereka. Meskipun mereka gembira melihat Aku dan memohon kepada Aku untuk menyembuhkan mereka, mereka menolak untuk meminum obat manjur yang Aku berikan. Kini Aku harus menggunakan cara untuk membuat mereka meminumnya. Maka Ia mengatakan kepada mereka:’Dengarkanlah anak-anakKu. Aku kini telah tua dan lemah. JiwaKu sudah mendekati akhir. Aku tinggalkan obat manjur ini di sini untuk kalian sekarang. Kalian seyogyanya meminumnya dan janganlah khawatir bahwa kalian tidak akan sembuh’ . Dengan memberikan instruksi atau petunjuk kepada mereka, Ia pergi lagi kenegeri lain, dari sana ia mengirimkan seorang kurir kerumahnya untuk mengumumkan, ‘ayah kalian telah wafat”‘.
“Mendengar bahwa sang ayah mereka telah meninggalkannya dan wafat, maka sang anak-anak telah diliputi oleh rasa duka cita dan membayangkan kembali: `Seandainya ayah kita masih hidup, ia pasti mengasihani kita dan menjaga kita, tetapi kini ia telah meninggalkan kita dan wafat di negeri yang jauh. Kita kini hanyalah yatim piatu yang tiada seorang pun dapat diandalkan’. Dalam kesedihannya yang tak habis-habisnya, mereka akhirnya terbangun. Mereka menyadari bahwa sesungguhnya obat tersebut memiliki warna yang menarik, baunya yang harum serta rasanya yang enak, maka mereka meminumnya dan tersembuhkan dari segala akibat keracunan. Sang ayah, setelah mendengar bahwa anak-anaknya telah tersembuhkan, kembali pulang dan menjumpai mereka semua. `Kini, wahai orang-orang yang berkeyakinan tulus, apakah yang kalian pikir perihal ini? Dapatkah siapa saja mengatakan bahwa dokter mahir ini bersalah dari membohongi?’. ‘ Tidak, yang dimuliakan sedunia’. Selanjutnya sang Buddha berkata : `Sama pula halnya dengan Aku. Sang waktu sesungguhnya tiada terbatas… seratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu, asam kheya kalpa koti … semenjak Aku mencapai jiwa ke-buddha-an. Demi umat manusia Aku telah menggunakan cara-cara yang jitu ini, memberikan perihal kewafatan Aku sendiri. Tetapi tiada seorangpun dapat dengan beralasan menuduh Aku dari membohong”.
“Pada saat itu yang dimuliakan sedunia, ingin mempertegas ajaran ini sekali lagi, maka telah berkata dalam sajak. Semenjak aku mencapai ke – Buddha – an, berkalpa koti yang tak terhitung telah berlalu, seratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu, asam kheya kalpa koti, Aku telah mengajarkan Dharma secara berkelangsungan, selama kalpa koti yang tak terhingga ini, dan membuat berjuta-juta yang tak terbatas, memasuki jalan menuju ke – Buddha – an”.
“Aku membiarkan umat menyaksikan nirwanaKu, sebagai suatu cara untuk menyelamatkan mereka, tetapi sesungguhnya Aku tidak mati/wafat, Aku senantiasa berada di sini, mengajarkan Dharma”.
“Aku senantiasa berada disini, namum karena kekuatan gaib-Ku, orang-orang yang tersesat tidak dapat melihat Aku, meskipun Aku berada di dekatnya”.
“Ketika umat manusia menyaksikan kemoksyaan-Ku, mereka akan tersebarluas menghormati peninggalan-Ku, mereka semua akan memiliki pikiran-pikiran yang mendambakan dan di dalam hati mereka akan terlahir suatu pendambaan akan Aku”.
“Ketika mereka menjadi simgguh-sungguh berkeyakinan, jujur dan terus terang, lembut dalam pikirannya, dengan penuh kesungguhan mendambakan melihat sang Buddha, bersedia menyerahkan jiwa raganya untuk itu, maka Aku beserta persamuan para Sangha akan muncul bersama di atas puncak Gunung Gridhrakuta”.
“Lalu aku beritahukan orang-orang, bahwa Aku senantiasa berada disini, tidak pernah mati bahwa Aku pada saat-saat tertentu tampak hidup, saat-saat tertentu mati, sebagai suatu cara yang layak. Seandainya ada mereka didalam dunia-dunia lainnya yang menghortnati serta ikhlas keyakinannya, diantara mereka juga Aku mengajarkan Dharma yang terunggul”.
“Namun Anda menolak untuk memperhatikan kata-Ku, dan memaksa perihal pandangan bahwa Aku mati. Aku melihat massa umat manusia, tenggelam dalam suatu lautan bencana, dan untuk alasan itulah Aku tidak mewujudkan diriKu, membuat mereka mendambakan Aku, ketika hati mereka mulai memohon, Aku muncul segera untuk mengajarkan Dharma”.
“Demikianlah kekuatan gaib-Ku. Selama asam kheya kalpa koti yang tak terhingga, Aku senantiasa berada diatas puncak Gunung Gridhakuta, dan telah hidup di berbagai negeri lainnya. Ketika umat menyaksikan akhir dari suatu kalpa, dan segalanya terbakar dalam suatu kobaran api besar, negeriKu ini, tetap aman dan tidak terganggu, serta senantiasa dipenuhi dengan para dewa dan manusia. Aula-aula dan istana-istana dalam taman serta hutan kehijauannya, dihiasi dengan segala macam permata. Pohon-pohon yang subur menumbuhkan banyak bunga serta buahnya, dan umatnya disitu berbahagia dan tenang nyaman. Para dewa menabuh tambur surgawi, membuat alunan simphoni yang tiada akhirnya. Suatu hujan dari bunga-bunga mandarava putih, menyirami sang Buddha serta umatnya. Tanah suciKu tiada dapat dihancurkan, namun manusia melihat seolah terbakar dalam api, penuh dengan kesedihan, ketakutan dan perselisihan, suatu tempat dari kesulitan-kesulitan yang tak terhingga”.
“Umat manusia ini dengan berbagai kejahatannya, disebabkan oleh akibat dari perbuatan jahat mereka, bahkan tidak akan mendengar nama dari sang Tri ratna ( ketiga pusaka ), meskipun berkalpa koti berlalu”.
“Tetapi mereka yang mengikuti jalan-jalan yang berjasa, yang lembut, tenang dan tegas, mereka semua akan bertemu dengan Aku, disini dalam wujud manusia, mengajarkan Dharma. Pada saat-saat lainnya Aku akan mengajarkan umat ini, panjangnya usia sang tahtagata yang tak terhingga, dan kepada mereka yang bertemu dengan Aku, hanya setelah suatu waktu lama, Aku akan menerangkan betapa sulitnya untuk dapat berjumpa dengan sang Buddha sesungguhnya”.
“Demikianlah kekuatan kearifan-kebijaksanaanKu, bahwasanya memberi penerangan yang jauh tak terhingga. Jiwa ini yang telah bertahan selama kalpa yang tak terhingga, aku telah memperolehnya sebagai hasil pertapaan yang lama”.
“Wahai kalian umat yang bijaksana, bebaskanlah diri kalian dari segala keraguan perihal ini. Putuskanlah mereka sekaligus untuk selamanya. Kata-kata sang Buddha adalah benar, tidak palsu. Beliau bagaikan tabib yang terampil, menggunakan beberapa alat untuk menyembuhkan anak-anak beliau, yang telah keracunan/tersesat. Beliau masih hidup tapi mengatakan kepada mereka, bahwa beliau telah wafat, Tiada seorang pun dapat mengatakan ajaran beliau palsu. Aku adalah ayah dari dunia ini, menyelamatkan mereka yang menderita dan berduka”.
“Karena kesesatan-kesesatan umat manusia biasa, Aku katakan bahwa Aku telah tiada, meskipun sesungguhnya Aku hidup, karena apabila mereka melihatKu bahwa Aku selalu ada, kesombongan serta keserakahan timbul dalam jiwa mereka. Mereka menyerahkan dirinya kepada kelima nafsu, dan jatuh ke dalam jalan yang buruk, Aku senantiasa mengetahui umat mana yang melaksanakan Dharma, dan mana yang tidak, dan sebagai jawaban kepada kebutuhan mereka demi penyelamatannya, Aku mengajarkan mereka berbagai jenis ajaran-ajaran”.
“Hal ini adalah pikiranKu senantiasa, bagaimana dapat Aku membuat seluruh mahluk hidup, memperoleh jalan masuk menuju “jalan” teragung, dan cepat memperoleh kesadaran Buddha”.
Terjemahan Bab ke-2 (Bab Upaya Kausalya) dan Bab ke-16 (Bab panjang usia sang tathagata) digunakan untuk Gongyo umat Niciren Syosyu Indonesia dalam kesehariannya. Sehari 2x yang merupakan kebutuhan bukan kewajiban.
TRIKAYA YANG EKAKAYA
EKAKAYA YANG TRIKAYA
1. Manusia cenderung melihat semua fenomena alam ini dari satu sudut ( satu arah pandang ). Maka filsafat Barat dan Ilmu Pengetahuan lebih mudah diterima karena dijelaskan ” satu arah ” atau garis lurus kebawah.
2. Tetapi Buddha Dharma itu bulat, utuh, fleksible dari berbagai sudut pandang sehingga memang sulit dipahami, kadang-kadang tidak masuk ratio, kabur, misalnya ungkapan sifat ( gaib ), agung, puitis, abtrak, metaforis, karena ingin menjelaskan ” Hukum Kesunyataan ” yang memang teramat sulit untuk dijelaskan melalui kata-kata tukisan, atau dijangkau melalui alam pikiran.
3. Konsep Ketuhanan Niciren Daisyonin itu tersirat dalam Sadharmapundarka Sutera terdapat dalam kalimat-kalimat misalnya ” Jalan Agung “, ” Hukum Agung “, Hukum Seluruh alam semesta “, ” Kendaraan Agung “, “Satu Kendaraan Agung “,” Agung satu kendaraan Buddha “, Satu Sutera kendaraan Agung “, dan sebagainya dalam Sadharmapundarika Sutera.
4. Dalam Amitarta Sutera (Sebagai Sutera Pembukaan sebelum dibabarkan Sadharmapundarika Sutera) ” dijelaskan ” puluhan ribu hukum ( Gejala Alam Semesta ) alam semesta ini, timbul dari satu hukum.
5. Hanya ada satu kendaraan Hukum Kesunyataan ini saja, tidak ada dua dan tiga.
6. Satu hukum yang tunggal ( dharma ) yang tunggal / maha esa, hukum ini sebagai sumber pokok tiga masa sepuluh penjuru Buddha mencapai kesadaraan Buddha, tujuan pokok adalah membabarkan ” Hukum Pokok ” ini, Buddha itu lahir didunia ini.
7. Dharma atau jiwa sang Tathagata itu kekal abadi, bukan diluar badan tetapi ada pada jiwa alam semesta dan setiap jiwa manusia.
8. Apakah sesungguhnya Dharma agung Buddha Sakyamuni itu ? disadari oleh Buddha Akhir Dharma Niciren Daisyonin hanya tersirat didasar kalimat ” Bab Panjang usia sang Tathagata ” bab 16 Sadharmapundarika Sutera.
9. Hanya sayang walaupun Sang Buddha Sakyamuni dalam Sadharmapundarika Sutera menyinggung adanya Hukum Kejiwaan Agung Alam Semesta, hanya dijelaskan secara samar-samar, dan sampai akhir hayatpun tidak secara tegas dan gamblang menyatakan hukum yang mana yang dapat membuat seluruh Makhluk mencapai kesadaraan Buddha
10. Begitupun kemudian pada masa Madya Dharma lahir mahaguru ” Tientai ” yang cemerlang prajnanya, walaupun beliau mengetahui adanya ” Hukum Gaib “ini, tapi karena belum tiba waktunya, belum matang bakat umatnya, maka walaupun tahu, tidak menyebarkan keluar dan hanya disimpan dalam hati
11. Hingga masa yang diramalkan Buddha 500 tahun kelima masuk akhir dharma pada tanggal 12-10-1279 atas prajna agung Buddha masa akhir dharma, berdasarkan Sadharmapundarika Sutera, sebagai sutera satu-satunya diwujudkan sebagai Dai Gohonzon dari tiga rahasia agung
a. Honmon no Honzon ( Mandala Pusaka Pemujaan Ajaran Pokok Sadharmapundarika Sutera )
b. Honmon no Daimoku ( Mantera Agung Pokok Sadharmapundarika Sutera )
c. Honmon no Kaidan ( Tahta Suci Syohondo Taisekiji )
12. Dai Gohonzon adalah inti hakikat Bab 16 Sadharmapundarika Sutera, dharma agung yang dirahasiakan dan terpendam didasar kalimat Bab 16 hakikat jiwa yang teramat sulit dijangkau oleh pikiran manusia, kemanunggalan mutlak antara prajna Buddha dan hakikat hukum alam semesta ( kyoci Myogo ) jiwa Buddha sejak masa lampau yang tak berawal wujud sesungguhnya dari tathagata Sambhogakaya yang muncul atas kehendak sendiri untuk menyelamatkan seluruh umat, sepuluh dunia yang hakiki dan kekal abadi, icinen sanzen kenyataan serta kesatuan manusia ( Buddha ) dan Dharma ( Ninpo Ika ).
13. Dari aspek terakhir ini, Dai Gohonzon merupakan perwujudan Ekakaya yang Trikaya, Trikaya yang Ekakaya, wujud yang nyata dari jiwa Buddha masa akhir dharma dan hukum kejiwaan alam semesta.
14. Ekakaya badan tunggal ini sesungguhnya terdiri dari ” tiga badan ” yang merupakan satu kesatuan utuh dan bulat tak dapat dipisahkan ( Eniu no santai ).
15. Tiga badan ini dalam bahasa jepang disebut ” Santai Nyorai ” dharma kaya ( hossyin ) sambhogakaya ( hassyin ) dan nirmanakaya ( ojin )
16. Dharmakaya adalah kebenaran pokok ( badan pokok ) hukum kejiwaan agung alam semesta, yang disadari oleh Buddha, inti hakikat jiwa Buddha adalah ” Nammyohorengekyo “. Dari inti hakikat ini muncul, menggabungkan kedalam kedua fungsi ( aspek ) Sambhogakaya dan Nirmanakaya inti hakikat ini adalah konstan ( konsisten ) tidak berubah-ubah yang melekat kedalam dasar jiwa Buddha atau alam semesta, ciri khasnya adalah Maitri Karuna ( Welas Asih ).
17. Sambhogakaya merupakan imbalan pelaksanaan Kebodhisattvaan merupakan fungsi kualitatif ( sifat atau mutu ) fungsi sunyata , yakni prajna Buddha yang membuat Buddha dapat menyadari inti hakikat hukum alam semesta ini.
18. Nirmanakaya fungsi nyata berupa gerakan atau perbuatan dan perilaku yang dasarnya maitri karuna untuk menyelamatkan umat manusia mencapai kesadaran Buddha
19. Ketiga badan tadi pada dasarnya adalah tunggal, utuh dan bulat tak dapat dipisah-pisahkan, maka disebut trikaya yang ekakaya dan karma badan tunggal ini pada dasarnya terdiri dari tiga badan maka juga disebut ekakaya yang trikaya.
20. Dai Gohonzon merupakan ” Trikaya yang Eka Kaya dan Ekakaya yang Trikaya ” jiwa Buddha akhir dharma dan hukum kejiwaan agung alam semesta ” yang manunggal ( Ninpo Ika ) jelas ditulis ” Nammyohorengekyo Niciren “.
21. Konsep ketuhanan ini dijelaskan diberbagai gosyo terutama pada gosyo ” Kaimokusyo” ” Kanjin no Honzon Syo”,” Totai Jisyo”, ” San Syo Jobutsu Kyosio Haisyu” dan gosyo-gosyo penting lainnya
Apa kah arti syinjin sebenarnya.
SYINJIN
1. Tenaga/Kekuatan untuk hidup
2. Kekuatan untuk bangkit kembali
3. Kekuatan untuk menghantam diri sendiri
4. Ada apapun bisa terima
Tujuan syinjin adalah untuk mencapai kesadaran Buddha (Jobutsu)
Lima Kebajikan
- Maitri karuna tanpa pilih kasih dan welas asih kepada setiap makhluk
- Selalu berbagi
- Kepuasan hati
- Kejujuran
- Kesadaran
Lima organ utama: paru-paru, jantung, hati, limpa dan ginjal (istilah lima organ dalam gosyo)
TRIRATNA
Triratna adalah Dasar Pokok Keyakinan Setiap Umat Buddha.
Secara umum Triratna sbb :
1. Buddha: Orang yang telah menyadari hakikat alam semesta (sadar)
2. Dharma : Ajaran yang dibabarkan sang Buddha
3. Sangha : Kumpulan para Bikksu penerus ajaran Sang Buddha
Dalam Sekte agama Buddha Niciren Syosyu Triratna sbb :
1. Buddha: Buddha Pokok Niciren Daisyonin
2. Dharma : Hukum Agung Nammyohorengekyo
3. Sangha : Nikko Syonin dan para bikksu tertinggi berikutnya
TIGA MUSUH BESAR (BAB XIII )
Orang-orang yang menindas pelaksana Saddharmapundarika Sutera yang terdiri dari :
1. Orang-orang awam yang tidak mengenal Agama Buddha
2. Orang-orang yang telah mengenal Agama Buddha
3. Orang-orang yang mempunyai kekuasaan
7 Harta Pusaka (7 hukum pencapaian):
1. Mendengar (Mon). Mendengar berarti mendengar hukum buddha.
2. Percaya (Syin). Percaya berarti percaya dan menerima atau sungguh-sungguh percaya dan menerima hukum yang didengar.
3. Menjaga pantangan (Kai). menjaga pantangan berarti melakukan sila (aturan/moral) atau menerima dan mempertahankan hukum buddha. Juga berarti menahan keburukan dengan ketiga karma, yaitu karma badan, mulut dan hati, serta menghentikan keburukan itu.
4. Menetapkan hati (Jo). Menetapkan hati berarti bermeditasi atau memusatkan perasaan jiwa tanpa terguncang oleh jodoh suasana dari dunia luar.
5. Bergiat maju atau virya (Syin). Bergiat maju berarti melaksanakan hukum buddha dengan badan tanpa adanya kemalasan sama sekali.
6. Menyumbang jiwa raga (Sya). Menyumbang jiwa raga berarti membuang keterikatan dengan senang hati, yakni icinen yang tidak menyayangi jiwa raga sendiri demi hukum buddha. maka dengan senang hati menyumbang jiwa raga demi hukum buddha.
7. Bertobat (Zan). Bertobat berarti bergiat maju karena merasa malu. merasa malu karena tidak puas akan pelaksanaan enam harta yang disebut di atas. oleh karena itu ‘malu’ dalam arti bertobat di sini bukanlah ‘malu’ dalam arti yang sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat. ‘Malu’ disini mempynyai akar pokok yang berbeda. Malu disini berarti malu karena tidak puas oleh apa yang telah dilakukan diri sendiri, sehingga bertekad untuk dapat lebih maju dari pada keadaan sekarang, oleh karenanya menjadi bergiat maju.
EMPAT GOLONGAN UMAT
Bikksu, Bhikksuni, Upasaka (Penganut pria), Upasika (Penganut wanita)
Nichiren Shoshu Ceremonies/ Upacara dalam Niciren Syosyu
Jan. 1 | The Gantan Gongyo/ Gongyo Tahun Baru |
Feb. 3 | The Setsubun Ceremony/Upacara sehari sebelum musim semi |
Feb. 7 | The Koshi-e Ceremony / Upacara peringatan untuk Nikko Shonin |
Feb. 16 | The Otanjo-e Ceremony / Upacara peringatan hari lahirnya Niciren Daisyonin |
Vernal Equinox Day(March 21and September 22) | The Higan-e Ceremony (Spring)(Upacara untuk para lelulur) biasanya dilakukan pada musim semi |
Apr. 6-7 | The Goreiho Mushibarai Ceremony
(in Head Temple) |
Apr. 28 | The Risshu-e Ceremony / Upacara peringatan penyebutan pertama kali mantera agung Nammyohorengekyo |
May 28 | The Daigyo-e Ceremony |
Jul. or Aug. 15 | The Urabon Ceremony |
Aug. 19 | The Kanshi-e Ceremony |
Sep. 12 | The Gonan-e Ceremony |
Autumnal Equinox Day | The Higan-e Ceremony (Autumn) |
Nov. 15 | The Mokushi-e Ceremony |
Nov. 19-20 | The Gotaie Ceremony (in Head Temple) |
8 Oktober 1981 (koan 5), Niciren Daisyonin menetapkan “Murid Utama”, yaitu Nissyo, Niciro, Nikko, Niko, Nico dan Niciji, mereka disebut ke-6 bhikku utama. Nikko Jonin terunggul dalam kepercayaan dan pelaksanaan dan pewarisan hanya kepada Nikko Jonin Seorang diri (Surat Wasiat Minobu).
Ichinen Sanzen
Pengertian ichinen secara kasar/garis besarnya adalah kurun waktu yang amat singkat, bahkan jauh lebih cepat daripada waktu yang diperlukan untuk menjentikkan ibu jari dengan jari tengah. Sedangkan sanzen adalah 3000 gejala.
Maka ichinen sanzen adalah keadaan jiwa kita dalam kurun waktu yang amat singkat yang dapat mewujudkan ke 3000 gejala.
Kemudian ichinen sanzen dibagi menjadi 6 aspek:
- Ichinen yang mencakup Shiki Shin Funi, artinya keadaan jiwa yang sebagaimana terwujud pada jasmaninya dan keadaan jasmaninyapun mempengaruhi rohani
- Ichinen sumber karma baik dan karma buruk, artinya karma yang dibuat baik dari badan, mulut ataupun pikiran tergantung ichinen kita dan ini yang membuat/menentukan nasib kita
- Ichinen yang mencakup Esho Funi, artinya merubah lingkungan dengan cara merubah jiwa kita sendiri
- Ichinen mencakupi In ga Guji, artinya ketentuan nasib adalah kumpulan hal-hal yang dilakukan pada waktu-waktu saat ini
- Ichinen kepercayaan kepada gohonzon, artinya dengan hati yang sungguh-sungguh percaya kepada gohonzon maka kita dapat mewujudkan ke 3000 gejala
- Ichinen adalah Nammyohorengekyo yang terletak ditengah-tengah gohonzon, artinya huruf Nammyohorengekyo pada gohonzon mewujudkan/menggambarkan ichinen, sedangkan nama-nama boddhisatva yang terdapat pada gohonzon menggambarkan ke 3000 gejala.
Tapi keenam hal tersebut bukan berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu kesatuan yaitu ichinen sanzen atau merupakan hukum-hukum yang berlaku dalam alam semesta.
Kanjin No Honzonsho
Empat makna dari Kanjin No Honzonsho adalah:
- Waktu (Ji), yaitu waktu munculnya sang buddha
- Perilaku (O), yaitu perilaku sang buddha yang sesuai dengan bakat manusia
- Bakat (Ki), yaitu bakat manusia yang merasakan kemunculan sang buddha
- Hukum (Ho), yaitu hukum yang dijelaskan oleh sang buddha
Peralihan zaman dalam pelaksanaan hukum agama buddha
Perubahan bentuk pelaksanaan agama buddha pada setiap zaman dan yang membagi ketiga zaman syoho, zoho dan mutakhir dharma (teori kelima 500 tahun)
- 500 tahun awal zaman syoho disebut Gedatsu Kengo
- 500 tahun akhir zaman disebut Zenjo Kengo
- 500 tahun awal zaman Zoho disebut Dokuju Tamon Kengo
- 500 tahun akhir zaman Zoho disebut Tazo Toji Kengo
- Dan 500 tahun awal zaman Mutakhir dharma disebut Tojo Gonsyo
Keterangan:
- Gedatsu Kengo berarti pada zaman itu pasti banyak orang-orang yang menjalankan pertapaan agama buddha, sehingga banyak orang-orang yang mencapai kesadaran (Gedatsu). ‘Kengo’ itu berarti kokoh, perkasa, dan pasti.
- Zenjo Kengo adalah zaman dimana orang-orang giat dalam pertapaan meditasi untuk menenangkan hati melalui ajaran mahayana, sehingga pada zaman ini tersebarlah ajaran semi mahayana dan muncul guru-guru besar agama buddha, seperti Tenjin dan lain-lain
- Dokuju Tamon Kengo adalah zaman ajaran yang mengutamakan pembacaan sutera dan mendengarkan khotbah-khotbah.
- Tazo Toji Kengo adalah zaman dimana orang-orang mendirikan banyak menara dan kuil atau dapat dikatakan sebagai suatu zaman dimana orang-orang lebih mementingkan segi luar dan formalitas daripada kesempurnaan isi berupa penuntutan agama buddha dan usaha pertapaan
- Tozo Gonsyo adalah zaman dimana agama buddha mengalami kemunduran, oleh karena paham yang mengutamakan formalitas atau pun pembangunan menara dan kuil dari zaman Zoho, maka para penganut agama buddha menjadi lupa akan tujuan kepercayaan yang murni dan dikuasi oleh keinginan jahat untuk mencapai nama biak dan keuntungan diri sendiri, sehingga agama buddha yang sesungguhnya mulai lenyap dari masyarakat. Berarti zaman yang demikian adalah suatu zaman dimana keadaan jiwa orang-orangnya tidak dapat lagi dibimbing kepada kesadaran yang benar dengan agama buddha. Ini sama halnya dengan mendidik seorang anak, dimana pada waktu kecil anak ini masih dapat menerima kisah-kisah perumpamaan yang sederhana, namun bilamana ia mencapai masa remaja maka ia tidak dapat lagi menerima perumpamaan-perumpamaan seperti itu, bahkan menentangnya.
Sikap-sikap yang benar saat melakukan gongyo dan daimoku
- Tangan bersikap anjali
- Kaki bersimpuh (dapat pula bersila)
- Berpakaian rapi
- Mata terbuka memandang ke tengah gohonzon
- Menyebut mantera agung atau membaca sutera harus dengan suara lantang dan jelas (lantang disini bukan berarti suara kencang/keras, tetapi kita sendiri dapat mendengarnya dengan jelas)
- Pikiran harus konsentrasi
Apakah Sansyo itu?
Sansyo adalah menyebut mantera agung Nammyohorengekyo sebanyak 3x. Biasanya sansyo dilakukan saat kita sampai divihara, pulang dari vihara, atau mau berkunjung kerumah umat. Umat buddha divihara lain biasanya menyebutnya dengan nama NAMASKARA.
5 RACUN
1. Kemarahan, sifat membenci dan irihati
2. Keserakahan, sifat tidak pernah merasa puas
3. Kebodohan, tidak mau melaksanakan petunjuk Buddha
4. Kesombongan, sifat yang menganggap diri sendiri paling baik
5. Keragu-raguan, tidak yakin
Kelima racun dapat kita kendalikan dengan menyebut Daimoku dan melakukan Gongyo secara teratur, serta merombak sifat jiwa.
Hal-hal yang menyebabkan kita tidak bahagia :
1. Karma Masa Lampau sendiri
2. Cara hidup yang keliru / salah ( yang benar : menyadari )
3. Serta Perilaku Memfitnah dharma.
Kekuatan atau Karakter dari Buddha disebut Jo Raku Ga Jo
-
Jo ( Tenang ) dilambangkan oleh bumi yang tenang. Artinya suatu tindakan menegakkan ketenangan ( Supratitistacaritra ).
-
Raku ( Bebas, Gembira ) dilambangkan oleh angin yang berarti tindakan tanpa batas (Anantacaritra).
-
Ga ( Kuat ) dilambangkan oleh api yang berarti saya ( jati diri ), kuat, tindakan unggul (Visistacaritra).
-
Jo ( Suci ) dilambangkan oleh air yang berarti membersihkan ( Visudhacaritra ).
Eho fu enin : mengikuti / mengandalkan hukum tetapi tidak mengandalkan manusianya.
TIGA RINTANGAN EMPAT IBLIS ( SANSHO SHIMA )
Sansho Shima adalah berbagai halangan dan keraguan yang merintangi pertapaan agama Buddha seseorang.
Tiga Rintangan
-
Rintangan yang berasal dari kesesatan jiwa : marah, serakah, bodoh.
-
Rintangan yang berasal dari Karma.
-
Rintangan yang berasal dari perasaan jiwa yang tidak percaya bahwa didalam dirinya mempunyai jiwa Buddha, sehingga tidak yakin pada kekuatan dirinya sendiri dan memakai cara sendiri.
Empat Iblis
-
Iblis Kenafsuan (perasaan ingin menang sendiri )
-
Iblis Kecenderungan ( Suasana jiwa )
-
Iblis Kematian (Sikap sehari-hari sebagai contoh : mementingkan pekerjaan, tidak tidur, lupa makan dll ).
-
Iblis surga keenam (merasuki orang yang menjalankan pertapaan ).
TIGA BENCANA 7 MUSIBAH
3 BENCANA
- WABAH PENYAKIT
- KELAPARAN
- PEPERANGAN
7 MUSIBAH (SUTERA MANUSENDRA)
- Musibah kelainan gerakan matahari dan bulan
- Musibah kelainan peredaran bintang
- Musibah kebakaran
- Musibah banjir
- Musibah angin besar
- Musibah kemarau Panjang
- Musibah serangan negara asing dan perang saudara di dalam negeri
7 MUSIBAH (SUTERA BHAISAJARAJAGURU)
- Musibah kematian banyak orang karena wabah penyakit
- Musibah Serangan negeri asing
- Musibah perang saudara di dalam negeri
- Musibah kelainan peredaran bintang
- Musibah gerhana matahari dan bulan
- Musibah hujan dan angin besar yang tidak pada waktunya
- Musibah hujan yang tidak turun pada waktunya
EMPAT BODDHISATVA
Didalam Gohonzon tertulis empat Boddhisatva yang menerangkan suasana hakikat jiwa seorang Buddha, keempat boddhisatva tersebut adalah :
1. Visishtacaritra : Jogyo Bosatsu
2. Anantacarita : Muhengyo Basatsu
3. Visudhacaritra : Jyogyo Bosatsu
4. Supratishtitacaritra : Anryugyo Bosatsu
Perihal empat macam doa
-
- Doa yang nyata dan jawabannya nyata (Kenki Kenno)
- Doa yang nyata tetapi jawabannya sunyata (Kenki Myo-o)
- Doa yang sunyata jabawannya sunyata (Myoki Myo-o)
- Doa yang sunyata tetapi jawabannya nyata (Myoki Kenno)
Meskipun ada doa demikian, yang terpenting adalah menjalankan hati kepercayaan terhadap sadharmapundarika sutera akan mengabulkan segala keinginan di masa yang sekarang hingga masa akan datang, percaya dengan tulus dan murni terhadap Gohonzon dari tri maha dharma sakti.
Doa yang nyata tetapi jawabannya nyata pula (kenki kenno) berarti doa dan jawaban yang nyata ketika menghadapi kesulitan. doa yang sungguh hati akan membuka jalan penyelesaian masalah.
Doa yang nyata tetapi jawabannya sunyata (kenki myo-o) berarti jawaban dari yang didoakan tidak langsung nyata, tetapi karunia kebajikan dari doa itu tertimbun dalam jiwa orang tersebut sebagai rejeki.
Doa yang sunyata jawabannya sunyata pula (Myoki Myo-o) berarti karunia kebajikan dari daimoku yang dipanjatkan tanpa terputus-putus membuat orang memasuki jalan pencapaian kesadaran dari kumpulan pusaka yang tiada tara nilainya, yang diperoleh tanpa dicari (Mujo Hoju Fuju Jitoku).
Doa yang sunyata tetapi jawabannya nyata (Myoki kenno) berarti rejeki karunia kebajikan daimoku yang berkesinambungan yang ditimbun dari demi hari, akan nyata kekuatannya ketika menghadapi kesulitan.
Mengenai Penyakit
6 Jodoh timbulnya penyakit (Makasyikan rol-8)
- Tidak harmonisnya 4 unsur (tanah, air, api, angin)
- Makan dan minum yang tidak puas
- Keadaan tubuh yang buruk
- Serangan Ki dari luar
- Serangan iblis dari luar
- Akibat karma
3 Macam orang sakit yang sulit sembuh (Nirvana Sutera)
- orang fitnah dharma/ajaran
- orang yang melakukan 5 dosa besar
- iccantika
4 racun penyebab penyakit: marah, serakah, bodoh dan sombong (penyakit jasmani dan kejiwaan)
Tenju Kyoju: Merombak dosa berat sehingga diterima dengan ringan
ARTI MANTERA AGUNG NAMMYOHORENGEKYO
Nam – Myoho – Renge – Kyo adalah hukum yang mendasar atau inti hakikat jiwa yang mencakup segala sesuatu dialam semesta ini.
Nam/Namu/Namas/Namo ( sansekerta ) : Memasrahkan jiwa raga
Nam/namu/namas/namo adalah gerakan untuk menimbulkan Myohorengekyo yang ada dalam diri kita dan mewujudkannya dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari serta lingkungan dengan menyebut Nam-myoho-renge-kyo.
Myoho / Saddharma : Hukum Gaib ( Myo : Gaib, Ho : Hukum )
Myoho adalah kekuatan dari hidup kembali, munculnya suasana jiwa tertinggi dari dalam diri kita yakni suasana jiwa buddha.
Renge / Pundarika : Sebab Akibat ( Teratai Putih )
Renge adalah sebab dan akibat dari munculnya sifat Buddha dalam hal kurnia kebajikan, kebahagiaan dan pengabulan.
Kyo / Sutera : Ajaran Sang Buddha.
Kyo adalah benang atau mata rantai dari jiwa, yang menghubungkan segala sesuatu melalui suara dan getaran; khususnya suara dari tingkat Buddha, yaitu Nam-myoho-renge- kyo.
Jadi, Nammyohorengekyo secara harfiah berarti Memasrahkan jiwa raga kepada hukum alam semesta raya.
Hukum Gaib : Hukum alam semesta raya yang tak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia biasa.
Oleh karena itu ” Nammyohorengekyo ” adalah mantera agung yang dapat membuat manusia mencapai kesadaran Buddha.
Lima cara mengamati dharma untuk menghentikan perasaan hati yang sesat.
-
- Menghitung pernafasan: dengan menghitung pernafasan memperbaiki keruwetan pikiran
- Menjauhkan hawa nafsu: dengan mengamati ketidaksucian badan memperbaiki sifat keserakahan
- Maitri karuna: dengan mengamati maitri karuna memperbaiki iri hati
- Sebab jodoh: dengan mengamati kedua belas sebab jodoh memperbaiki sifat mengeluh
- Dunia upaya: dengan mengamati keenam dunia: tanah, air, api, angin, sunyata dan dasar pokok memperbaiki jalan rintangan
PENYEBARLUASAN DHARMA
Keho No Kosenrufu berarti penyebarluasan dharma ini secara menyeluruh telah terjadi dari dimensi hukum (keho).
Keenam hal yang sulit demi Penyebarluasan Dharma :
1. Mengkhotbahkan Sadharmapundarika Sutera dalam masyarakat yang kotor sesudah wafafnya sang Buddha.
2.Menyalin atau menganjurkan orang lain menyalin Sadharmapundarika Sutera sesudah wafatnya sang Buddha.
3. Membaca sedikit Sadharmapundarika Sutera dalam masyarakat yang kotor sesudah wafatnya sang Buddha.
4. Menerangkan Sadharmapundarika Sutera untuk seseorang sesudah wafatnya sang Buddha.
5. Mendengarkan Sadharmapundarika Sutera dan bertanya mengenai maksudnya sesudah wafatnya sang Buddha.
6. Menerima dan mempertahankan Sadharmapundarika Sutera sesudah wafatnya sang Buddha.
Diantara keenam hal yang sulit, kelima hal lainnya adalah pelaksanaan gaib yang mencakupi : menerima, mempertahankan, membaca, menghafal, menjelaskan dan menyalin, namun yang dapat mengajukan pertanyaan perihal makna Sadharnaapundarika Sutera merupakan perbuatan yang lebih agung dan lebih sulit dari kelima hal diatas.
10 GELAR BUDDHA
1. Buddha : Artinya ` Orang yang telah sadar `. Maksudnya adalah bahwa sang Buddha memiliki prajna yang amat agung dan mencakup hakikat jiwa dan alam semesta.
2. Tathagata ( Nyorai ) : Tatha ( Nyo ) berarti waktu sekejap-kejap. Gata ( Rai ) berarti datang. Maksudnya ialah gerakan jiwa buddha yaitu sekejap-kejapnya bersatu padu dengan jiwa alam semesta. Dengan kata lain, istilah ini juga berarti seorang Buddha telah menyadari jiwa kekal abadi.
3. Samyaksambuddha ( Shohenchi ) : artinya hikmah sang Buddha menerangi seluruh umat manusia secara adil dan merata. Lebih luas lagi istilah ini berarti hikmah sang Buddha mencakup seluruh alam semesta.
4. Purusa-damya-sarathi ( Jogojobu ) : artinya sang Buddha memiliki kekuataan yang amat besar untuk mengendalikan dan membina seluruh umat manusia maupun makhluk hidup. Pengendalian dan pembinaan yang dimaksud disini bukan saja ditujukan kepada makhluk lain, akan tetapi juga istilah ini berarti sang Buddha memiliki kekuatan yang amat besar untuk mengendalikan sifat iblis yang terdapat dalam jiwa sendiri. Usaha untuk membahagiakan orang lain adalah juga usaha untuk merombak sifat jiwa sendiri.
5. Sugata ( Zensei ) : Su ( Zen ) berarti baik; Gata ( Sei ) berarti pergi. Jadi secara harfiah istilah ini berarti ` pergi ketempat yang baik ’. Maksudnya memutuskan segala hawa nafsu dan mencapai suasana jiwa Buddha. Dalam hal ini sebenamya bukan ` memutuskan ‘ hawa nafsu,melainkan merubah atau meningkatkan mutunya agar berguna dalam usaha membahagiakan orang lain.
6. Vidyacarana- sampanna ( Myogyosoku ) : artinya sang Buddha mempunyai hikmah dan prajna yang sanggup melihat jelas ketiga masa, yaitu : masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Prajna sang Buddha ini akan semakin menambah kecemerlangannya dalam pelaksanaan penyelamatan umat manusia ditengah masyarakat, dan prajna ini tidak terbatas pada bidang kejiwaan saja, melainkan mencakup segala bidang kehidupan manusia seperti : sosial, budaya, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan dan sebagainya.
7. Lokavid ( sekenge ) : secara harfiah istilah ini berarti ` mengenal masyarakat `. Karena sebagaimana telah diuraikan diatas, sang Buddha bukan saja mengenal filsafat yang mendalam tentang hakikat alam semesta dan jiwa, tetapi ia juga mengetahui dan memahami segala persoalan yang ada dalam masyarakat, dan ia sendiri sanggup mengamalkan petunjuk-petunjuk yang ia berikan. Itulah sebabnya sang Buddha adalah orang yang paling mengenal masyarakat.
8. Sasta-devanam-manusyanam ( Tenninshi ) : secara harfiah istilahini berarti ‘guru dari dewa dan manusia `. Yang dimaksud dewa disini adalah para pemimpin masyarakat, sedangkan manusia adalah kaum rakyat jelata. Jadi maksudnya sang Buddha adalah seorang manusia yang dapat membimbing segala lapisan masyarakat. Tetapi ini bukan berarti sang Buddha memaksa orang-orang untuk menjadi pengikutnya, melainkan kepribadian dan kemampuan sang Buddha dengan sendirinya menimbulkan rasa segan dan simpati pada setiap orang.
9. Arhat ( Ogu ) : secara harfiah berarti orang yang memenuhi syarat untuk menerima sumbangan dari orang-orang yang berada dalam dunia surga dan dunia manusia. Yang dimaksud dengan ` memenuhi syarat ` disini pun berarti perilaku sang Buddha dengan sendirinya mendapat dukungan dan simpati setiap orang.
10. Lokanathati Bhagavat ( Seson ) : artinya ` orang yang paling dihormati di dunia ini `. Karena sang Buddha memiliki welas asih yang amat luhur serta kekuatan untuk menyelamatkan seluruh utnat manusia, dengan sendirinya beliau dicintai dan disegani oleh seluruh umat manusia.
Mewujudkan Stupa pusaka (Sadharmapundarika sutera Bab ke-11)
Diri manusia masa akhir dharma cenderung diselimuti oleh keserakahan, kemarahan dan kebodohan. Kesesatan jiwa tersebut ibarat tabir yang menyelimuti pusaka kebuddhaan sehingga tertutup kecemerlangannya. Untuk mengembalikan nilai manusia sebagai stupa pusaka, buddha Niciren menjelaskan tujuh cara yang dapat dilakukan oleh kita dalam kehidupan.
- Mendengar ajaran yang benar.
- Hati yang percaya (syinjin).
- Melepaskan keterikatan/kemelekatan.
- Menjaga/menjalankan sila (ajaran buddha).
- Tinjau diri.
- Pelaksanaan dharma yang tekun.
- Menjalankan pertapaan (Gongyo-daimoku).
4 Macam Prasetya Boddhisatva
- prasetya untuk membimbing seluruh umat manusia hingga mencapai kesadaran
- prasetya untuk memutuskan segala keterikatan hawa nafsu
- prasetya untuk mempelajari dan menguasai seluruh ajaran buddha
- prasetya untuk mencapai kesadaran tertinggi dalam jalan kebuddhaan
JUJE / JUTSU ( TASBIH )
Makna dari Jutsu ( Tasbih ) Seuntai jutsu terdiri atas 112 butir.
Ke-108 butir melambangkan jumlah hawa nafsu yang dimiliki manusia. ( diterangkan dalam mahaprajnaparamitha sastra).
Jutsu : Perlengkapan Dharma yang dapat membimbing dan menarik umat manusia yang rendah bakatnya menuju kejalan pertapaan Buddha yang benar.
Fungsi / manfaatnya untuk menimbulkan keseriusan serta keinginan untuk melaksanakan pertapaan hukum Buddha dengan sungguh-sungguh.
108 butir melambangkan ” PUSAKA DHARMA ” 112 butir adalah ” SADDHARMA “. Ada 112 hawa nafsu, baik yang menyembuhkan maupun yang disembuhkan terdapat 112 ajaran.
Makna dari bentuk Jutsu
Bentuk utuh dari jutsu menyatakan lima aksara Saddharma dan badan pokok yang selalu ada dan tidak dibuat-buat
Butir Jutsu yang bulat menyatakan teori gaib dan sifat dharma.
108 butir menyatakan 108 hawa nafsu
2 butir yang besar melambangkan ” ayah dan ibu”, ” suasana ” dan ” prajna ” serta ” saddharma “.
4 butir yang kecil melambangkan ke-4 maha bodhisattva honge.
30 butir yang terdapat pada 5 rumbai disebelah kanan dan kiri melambangkan 3000.
Panjangnya rumbai tersebut melambangkan tersebarluasnya hukum sesungguhnya keseluruh Jambudwipa ( dunia ).
Keempat hodhisattva honge adalah :
-
Visisthacaritra 2. Ananthacaritra 3. Visudhacaritra 4. Supratitlsthacaritra
Pada 3 rumbai disebelah kanan terdapat 20 butir. Dua rumbai disebelah kiri terdapat dua bagian atas dan bawah, yang dipisahkan oleh sebuah simpul. Bagian atas dan bawah masing-masing 10 butir.
Dengan menjumlahkan 10 butir yang bagian bawah dengan 20 butir yang terdapat ditiga rumbai sebelah kanan, maka menjadi 30 butir
SYIN GYO GAKU
Tiga aspek mendasar dari agama Buddha Niciren Daisyonin adalah percaya, melaksanakan dan belajar.
-
Percaya berarti yakin terhadap Gohonzon.
-
Pelaksanaan berarti menyebut Nammyohorengekyo dan melaksanakan gongyo dua kali sehari, dan mengajarkan hal yang sama kepada orang lain.
-
Belajar berarti membaca tulisan Niciren daisyonin dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara ketiga hal ini, percaya adalah yang paling mendasar untuk pencapaian kesadaran Buddha. Kepercayaan meningkatkan pelaksanaan dan belajar; pelaksanaan dan belajar membantu memperdalam hati kepercayaan.
Orang yang punya rezeki ialah orang yang bisa mendengar dan jalankan kata-kata buddha (nyoze gamon).
10 DUNIA
Sepuluh dunia adalah 10 macam perasaan jiwa. Sepuluh dunia tersebut adalah :
1. Dunia Neraka (Jigoku-kai)
Dunia neraka adalah keadaan jiwa dimana seseorang tertekan oleh penderitaan dan tak dapat berkutik sekalipun. Cth : Ketika Sakit, tidak bisa makan, tidak bisa sekolah, tidak bisa main. Dll. ( Pada saat pembagiaan ulangan nilai anda jelek takut memberitahu kepada orang tua ).
2. Dunia Kelaparan (Gai-kai)
Dunia kelaparan adalah keadaan jiwa yang dikuasai oleh hawa nafsu yang tidak terbatas. Cth : Sudah memiliki sesuatu(benda/barang) ingin memiliki yang lainnya, Pada jaman perang, kita sulit mendapat makanan, sehingga kita semua menjadi kelaparan.dll.
3. Dunia Kebinatangan (Chikusho-kai)
Dunia Kebinatangan adalah jiwa yang hanya dikuasai oleh naluri. Cth : Mau menang sendiri ( egois ), Tawuran, berani kepada yang lebih kecil.dll.
4. Dunia Kemurkaan / Asura (Shura)
Dunia kemurkaan adalah keadaan jiwa yang penuh kesombongan, merasa bahwa hanya dirinya orang yang paling baik, paling pintar, paling cakap, dll. Cth : Ingin memiliki segala macam keinginan mainan agar tidak kalah terhadap temannya, jika keinginannya tak terpenuhi, maka dia akan marah dan merengek terus sampai keinginannya terpenuhi.
5. Dunia Kemanusiaan (Nin-kai)
Dunia kemanusiaan adalah jiwa yang tenang, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Cth : kita sudah mau belajar agar nilai kita bagus.
6. Dunia Surga (Ten-kai)
Dunia surga adalah suatu keadaan jiwa gembira, berseri-seri dan segar. Gembira disini ada 3 macam, yaitu : 1. gembira karena banyak uang / materi; 2. gembira karena badannya sehat; 3. gembira karena jiwanya tenang setelah memahami makna hidup, kegembiraan yang ketiga ini yang paling tinggi nilainya.
7. Dunia Sravaka (Shomon-kai)
Dunia Sravaka adalah kondisi jiwa yang selalu ingin belajar / mengetahui sesuatu hal.
8. Dunia Pratekyabuddha (Engaku-kai)
Dunia Pratekyabuddha adalah merupakan pemahaman jiwa akaibat dari hasil pencerapan terhadap suatu benda atau kejadian.
9. Dunia Bodhisattva (Bosatsu-kai)
Dunia bodhisattva adalah keadaan jiwa yang selalu ingin menjalankan pertapaan atau ingin selalu menjalankan ajaran-ajaran dari Sang Buddha, karena juga ingin mencapai kesadaran Buddha.
10. Dunia Buddha (Bukkai)
Dunia Buddha adalah perasaan jiwa manusia yang paling tinggi mutunya dan penuh prajna, walaupun hal ini merupakan keadaan jiwa yang paling sulit diwujudkan, tetapi dengan menjalankan pertapaan keboddhisattvaan kita akan mencapai keadaan jiwa ini.
HAWA NAFSU
Dalam Ajaran Niciren Daisyonin, Hukum Nammyohorengekyo tidak memusnahkan hawa nafsu malah dikatakan kesadaran itu muncul dari hawa nafsu ( hawa nafsu adalah kesadaran – Bonno sokubodai ). Secara umum nafsu yang sering timbul pada manusia :
-
Hawa nafsu harta benda, demi menyelamatkan harta benda itu, tak perduli dengan cara apapun dia harus bisa mendapatkan, tidak perduli halal atau tidak, yang penting dia bisa dapatkan harta benda itu.
-
Hawa nafsu seks ( birahi ) yang tak terlepas dari cara hidup seorang manusia. Didalam gosyo dikatakan ” ketika wanita dan pria menyatu ” ini tak lain merupakan kehidupan suami istri, ini berarti hawa nafsu dan hidup-mati dari rupa asal mula triloka dan enam dunia.
-
Hawa nafsu nama, manusia selalu terikat dengan nama, dengan cara apapun agar bisa rnencapai tujuan.
-
Hawa nafsu makan, bagi orang yang senang makan dia tidak perduli mau sakit jantung atau kolesterol atau lainnya. Tapi setelah ketemu penyakit baru sadar, maka itu kita harus sadar bahwa makan untuk hidup bukan hidup untuk makan.
-
Hawa nafsu tidur, memang kalau seseorang tidak tidur akhirnya akan menjadi lemas, kondisi kekuatannya akan menurun. Jadi tidur itu memang perlu agar fisik kita segar, tapi jangan terikat dengan hawa nafsu tidur itu, kita harus atasi dengan dunia Buddha seperti saat kita menghadapi kesulitan, kita bisa terima dan bisa atasi sehingga Hawa nafsu menjadi kesadaran.
Empat sifat luhur (Brahmavihara) – merupakan cinta kasih universal tidak terbatas dan bebas dari sikap mementingkan diri sendiri
- Cinta kasih universal (Metta). cinta kasih, sikap bersahabat, itikad baik, kemurahan hati, persaudaraan, toleransi, sikap tanpa kekerasan.
- Kasih sayang tidak terbatas (Karuna). kasih sayang yang tulus kepada semua makhluk yang menderita dan perasaan untuk ikut merasakan penderitaan serta mengatasi penderitaan yang dialami. Karuna memberikan kondisi yang menenteramkan.
- Bergembira atas kebahagiaan orang lain (Mudita). Kegembiraan tulus yang timbul dari hati nurani atas keberhasilan orang lain. Lawannya adalah iri hati, dengki dan ketidaksukaan.
- Batin seimbang (Upekkha). Keseimbangan batin yang timbul akibat perenungan terhadap sebab akibat, membuat pikiran tenang dan tidak tergoyahkan. Lawan Upekkha adalah keterikatan/ sifat acuh tak acuh.
TIGA PUSAKA
Triratna mempunyai arti dari tiga pusaka, yaitu pusaka Buddha, pusaka Dharma dan pusaka Sangha.
Dalam agama Buddha Niciren Syosyu juga mempunyai Triratna :
Pusaka Buddha
Adalah Buddha pokok masa akhir Dharma, yaitu Buddha Niciren Daisyonin.
Buddha Niciren Daisyonin yang pertama kali mewujudkan Gohonzon sehingga memberikan kesempatan pada manusia untuk mencapai kesadaran Buddha.
Buddha Niciren Daisyonin adalah anak dari seorang nelayan dan dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1222.
Pada tanggal 28 April 1253, Buddha Niciren Daisyonin menyebut Mantera Agung Nammyohorengekyo untuk pertama kali.
Buddha Niciren Daisyonin mengalami 5 penganiayaan, yaitu :
– Gubuk tempat tinggalnya di Macebagayace dirobohkan
– Dilukai dengan pedang di Komacebara
– Dibuang ke semenanjung Izu
– Menerima hukuman pemenggalan kepala di Tatsunokuci
– Yang terakhir dibuang ke pulau sado
Buddha Niciren Daisyonin mewujudkan Dai Gohonzon pada tanggal 12 Oktober 1279. dan pada tanggal 13 Oktober 1282, Buddha Niciren Daisyonin wafat.
Pusaka Dharma
Pusaka Dharma dalam agama Buddha Niciren Daisyonin adalah mantera agung yaitu Nammyohorengekyo, Nammyohorengekyo berasaI dari kata Namas yang berarti memasrahkan jiwa raga, dan kata Myohorengekyo artinya Sadharmapundarika Sutera. Jadi Nammyohorengekyo berarti memasrahkan jiwa raga kepada Sadharmapundarika Sutera. Dengan menyebut Nammyohorengekyo secara sungguh-sungguh didepan Gohonzon dan dengan percaya dapat mengangkat perasaan jiwa kita kedunia Buddha.
Pusaka Sangha
Pusaka Sangha dalam Niciren Syosyu adalah para bikksu tertinggi yang dimulai dari bikksu tertinggi kedua, Nikko Syonin turun temurun sampai sekarang yaitu Bhikksu tertinggi ke-68, bernama Yang Arya Nichinyo Syonin Geika. Tugas bikksu tertinggi yang paling utama adalah menjaga dan melestarikan kemurnian ajaran agama Buddha Niciren Syosyu.
Click to access buku-gongyo-untuk-sekolah-buddhis-dharma-kelas.pdf
MAKNA DAN JENIS-JENIS GOHONZON
Sebelum menjelaskan jenis-jenis Gohonzon, kita harus mengetahui pemahaman yang benar tentang Gohonzon. Karena Gohonzon adalah makna pokok dari hati kepercayaan. Jika hanya terikat pada perbedaan jenis Gohonzon tanpa mengetahui maknanya akan menganggap remeh terhadap hukum Buddha.
Makna Gohonzon
Yang dimaksud Gohonzon bagi umat Niciren Syosyu adalah Gohonzon perwujudan Ninpo Ikka. Oleh karena itu, makna Gohonzon berbeda dengan Honzon ( Patung Buddha) dari Agama Buddha umumnya.
Honzon dari agama Buddha umumnya hanya berupa patung yang diwujudkan dengan dunia hukum yang dibabarkan oleh sekte masing-masing. Atau kalau Honzonnya berupa patung Buddha, maka hal itu merupakan wujud dari Buddha masing-masing sekte. Dengan demikian tidak ada kemanunggalan antara Buddha dan hukum. Sedangkan Gohonzon dari sekte Niciren Syosyu merupakan kemanunggalan mutlak antara manusia dan hukum. Manusia adalah Niciren Daisyonin Buddha pokok masa Mappo, Hukum adalah Myoho yang dimiliki Buddha pokok
Jenis Gohonzon
l. Joju gohonzon, yaitu Gohonzan yang disalin dengan tangan. Joju Gohonzon ini bisa untuk disemayamkan di Kuil dan Kaikan atau juga bisa diberikan kepada umat secara pribadi – pribadi, juga bisa berupa Omamori.
2. Okatagi Gohonzon, yaitu Gohonzon yang disalin dengan tidak menulisnya dengan tangan. Okatagi Gohonzon ini bisa untuk Kaikan, untuk diberikan kepada umat secara pribadi-pribadi, juga bisa berupa Omamori.
3. Shifuku Honzon, yaitu Gohonzon yang bahan medianya dari kertas. Shifuku Honzon ini bisa untuk disemayamkan di Kuil dan Kaikan atau juga bisa di berikan kepada umat secara pribadi-pribadi, juga bisa berupa Omamori.
4. Ita Honzon, yaitu Gohonzon yang bahan medianya dari kayu. Ita Honzon ini umumnya untuk kuil dan Kaikan tetapi juga bisa diberikan kepada umat secara pribadi-pribadi. Ita Honzon tidak berupa Omamori.
5. Ishi Honzon, yaitu Gohonzon yang bahan medianya dari batu. Dulu Gohonzon jenis ini banyak diberikan kepada umat secara pribadi-pribadi, tetapi sekarang sangat sedikit sekali.
6. Tokubetsu Okatagi Gohonzon, Tokubetsu Okatagi Gohonzon berukuran sedikit lebih besar dari pada Gohonzon yang kita terima. Tetapi belakangan ini Tokubetsu Okatagi Gohonzon untuk disemayamkan di Kaikan dengan yang untuk diberikan kepada umat secara pribadi-pribadi ukurannya berbeda. Dulu Gohonzon jenis ini sebenarnya tidak ada, adanya sejak jaman SGI dan ternyata banyak umat yang menghendaki.
7. Omamori Gohonzon, yaitu Gohonzon yang dibuat dengan ukuran kecil agar mudah dibawa ketika bepergian.
Meskipun dari uraian diatas Gohonzon nampak bermacam-macam jenis, tetapi pada prinsipnya tidak berbeda maknanya.
EMPAT CARA PENYEBARLUASAN AJARAN AGAMA BUDDHA
Empat cara pembabaran agama Buddha adalah suatu metode melaksanakan dialog dan penyebarluasaan dharma.
1. Sekai Syitsudan / Gyoyoku Shitsudan
Mengikuti keinginan dan permintaan umat untuk memberikan ceramah hukum agama Buddha yang menggembirakan umat. Saat berdialog sangat penting mengetahui pikiran, keinginan, dan penderitaan orang-orang yang mendengar. Berdasarkan hal ini bersama-sama maju dan membimbingnya.
2. Kakukaku lnin Shitsudan / Shozen shitsudan
Memberikan ceramah sesuai dengan sifat dan kemampuan umat, karena setiap umat manusia mempunyai lingkungan alamnya, pendidikan, kebudayaan, hubungan antar manusia yang berbeda. Mengetahui keinginan dan bakat orang itu, lalu menjadikannya sebagai titik tolak untuk memulai diskusi.
3. Taiji Shitsudan dan Naku Shitsudan
Memberikan ceramah untuk mencabut kesesatan dan kekeruhan yang ada pada diri setiap manusia, menunjukan mana yang salah, dan sebab-sebab yang menjadikan nasib buruk, memberikan peringatan akan kekeruhan jiwa dan pikiran agar hidup ini tidak berantakan dan juga menunjukan jalan hidup yang benar. Untuk itu diperlukan keberaniaan dan pemahaman agama Buddha yang mendalam supaya dapat menunjukan kesalahan suatu filsafat dan pandangan hidup.
4. Dai Ichigi Shitsudan / Nyu Uri Shitsudan
Menerangkan inti hakikat jalan Buddha dan memasuki jalan kehidupan yang sebenarnya. (menolong sesama makhluk, selain untuk diri sendiri).
Penyebarluasan hukum buddha
- Pemahaman tentang ajaran
- Pemahaman tentang bakat
- Pemahaman tentang waktu
- Pemahaman mengenai negara
- Pemahaman tentang urutan penyebarluasan ajaran
- penjelasan penyebarluasan hukum dengan mengorbankan jiwa raga (kesungguhan hati)
VIMALAKIRTI
Bagi umat Buddha, khususnya mazhab Mahayana nama Vimalakirti tentunya hukanlah nama yang asing. Terlebih – lebih umat NSI, karena nama tersebut telah diabadikan sebagai nama semua dari Viharanya. Hal ini jelas menunjukan betapa diidolakannya tokoh Vimalakirti oleh umat NSI. Mengapa Vimalakirti sampai begitu mempunyai tempat khusus dihati umat NSI ? bisa jadi alasannya adalah karena sifat kepeduliannya yang luar biasa akan penderitaan umat manusia yang lain, hingga suatu ketika beliau sempat membuat pernyataan dimana inti dari pernyataannya kurang lebih adalah ” Karena semua makhluk berindera sakit, maka saya juga sakit “. Semangat kepeduliannya terhadap penderitaan umat manusia lain yang luar biasa inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa NSI akhirnya mengabadikan nama Vimalakirti sebagai nama semua Viharanya dengan harapan agar penderitaan umat NSI dapat teratasi begitu ” masuk ” ke Vihara. Hanya inikah cerita yang berkaitan dengan Vimalakirti ? Jawabnya adalah tidak ! masih ada hal lain yang perlu kita teladani dari Vimalakirti, maka tidak ada salahnya apabila kita mencoba mengingat kembali tentang bagaimana sejarah perkembangan Agama Buddha.
Seperti telah kita ketahui bahwa setelah Sidharta Gautama rnencapai kesadaran Buddha dibawah pohon Bodhi, sejak itu mulai ada muridNya, dimana kemudian murid-muridNya tersebut menjadi bikksu. Hal inilah yang nampaknya rnempengaruhi kesan masyarakat Indonesia dikemudian hari, bahwa buddhisme itu identik dengan kehidupan yang beraktivitas hanya didalam Vihara, nampaknya aktivitas hanya didalam vihara agar para bikksu bisa melaksanakan ajaran dengan ketat. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan kesan bahwa penganut Buddha ekslusif atau hanya terbatas bagi kelompok tertentu saja, yaitu kelompok yang hanya bertujuan untuk meraih kedudukan arhat atau orang suci semata-mata. Hal seperti ini kira-kira 500 tahun, kemudian membangkitkan sebagian penganut Buddha yang lain untuk mengadakan pembaharuan agar buddhisme ini dapat dianut oleh semua lapisan masyarakat, agar buddhisme tidak tergusur kembali oleh ajaran brahmaisme yang mulai menyusun kekuatannya lagi. Dimasa inilah Vimalakirti menunjukan perannya, gerakan pembaharuan inilah yang akhirnya melahirkan dua mazhab buddhisme yaitu buddhisme hinayana atau kendaraan kecil dan buddhisme Mahayana atau kendaraan besar. Berbeda dengan hinayana, buddhisme Mahayana bertujuan untuk menjadi bodhisattva yaitu orang yang menginginkan kebahagiaan yang sesungguhnya dengan jalan membantu melepaskan penderitaan orang lain.
Vimalakirti adalah tokoh buddhis yang sama sekali berbeda dengan tokoh buddhis yang ada ketika itu, dimana umumnya mereka cenderung hanya memusatkan perhatian pada kehidupan divihara. Sedangkan vimalakirti adalah tokoh yang tidak menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat awam. Ia adalah saudagar kaya raya yang juga mempunyai istri dan anak, Ia akrab dengan semua golongan, itulah sebabnya ia tidak segan-segan datang ketempat hiburan dan tempat perjudian untuk menyampaikan ajaran Buddha, ia konon dilahirkan di kota Vaishali yaitu kota pusat perniagaan yang makmur diindia bagian utara. Dan dikota ini pula telah melahirkan tokoh-tokoh buddhis yang mempunyai pandangan berbeda dengan pandangan tokoh buddhis sebelumnya, karena pandangan tokoh buddhisme dikota Vaishali inilah akhirnya sidang/konsili agama Buddha ke-2 dilaksanakan ( kira-kira 100 tahun setelah sidang / konsili pertama ), yang akhirnya memunculkan 2 pandangan yaitu Theravada ( ajaran orang tertua ) dan Mahasanghika ( para anggota ordo besar ).
Hal menarik yang perlu kita perhatikan dari semangat Vimalakirti bila dikaitkan dengan kondisi saat ini adalah hendaknya kita tetap harus mempunyai semangat untuk melaksanakan pertapaan sebagai bodhisattva, dengan tetap terus berusaha melaksanakan pertapaan, pertapaan yang dijalankan bukan karena agar kita menerima kurnia semata-mata, tetapi pertapaan yang memang sungguh-sungguh untuk membuat orang lain mampu melepaskan diri dari penderitaan. Karena tanpa berlandaskan kepada pandangan seperti ini, maka bisa – bisa kita melaksanakan pertapaan hanya agar ingin mendapat kurnia semata-mata, sehingga yang tadinya begitu ” aktif ” divihara, begitu sudah merasa memperoleh kurnia maka keaktifannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya mencari – cari alasan untuk membenarkan mundurnya diri dari segala keaktifan di Vihara. Misalnya dengan mencari-cari kelemahan pimpinan atau alasan-alasan yang dicari-cari lainnya, padahal intinya adalah karena ia merasa bahwa tidak aktif di Vihara lagi juga tidak apa-apa, karena merasa sudah memperoleh apa yang diinginkan sebelumnya, vimalakirti adalah teladan bagi kita semua untuk tetap berusaha menyebarluaskan dharma, karena hanya dengan tersebarluasnya dharma agung Nammyohorengekyo inilah segala penderitaan manusia masa akhir dharma dapat teratasi. Karena orang lain mampu mengatasi penderitaannya hingga mampu menentukan jalan kehidupannya kembali sebagai manusia ini adalah merupakan salah satu kebahagiaan kita sebagai manusia, hal inilah yang diperjuangkan oleh bodhisattva.
SUMBER DARI PENDERITAAN ADALAH TANHA
-
Kama tanha : kehausan akan kesenangan indera. misalnya : suara., wangi, rasa, bentuk dll.
2. Bhava tanha : kehausan untuk menitis kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya jiwa.
3. Vibhava tanha : kehausan untuk memusnahkan diri diri.
Nibbana : terbebas dari penderitaan batin
Kesunyataan mulia tentang jalan menuju Lenyapnya Dukkha
1. Pengertian benar
2. Pikiran benar
3. Ucapan benar
4. Perbuatan benar
5. Pencaharian benar
6. Daya upaya benar
7. Perhatian benar
8. Konsentrasi benar
Agama Buddha mengenal 2 macam Meditasi ( Bhavana )
-
Samatha Bhavana : Metidasi untuk mendapatkan ketenangan batin melalui Jhana-jhana.
2. Vipassana Bhavana : Meditasi untuk memperoleh pandangan terang tentang hidup, tentang hakikat sesungguhnya dari benda.
Bhavana/meditasi diatas adalah sutera sebelum sadharmapundarika sutera. Meditasi saat ini banyak sekali metode yang digunakan sesuai dengan sekte/aliran buddha. inti dari meditasi adalah menfokuskan diri untuk ketenangan batin dan memperoleh pandangan terang. Secara umum Pertapaan Agama Buddha adalah di Masyarakat.
Bendera buddhis terdiri dari 5 warna :
1. Biru : Bakti
2. Kuning : Kebijaksanaan
3. Merah : Cinta Kasih
4. Putih : Suci
5. Jingga : Kegiatan
3 AKAR KEBAIKAN DAN 3 AKAR KEJAHATAN (Dalam mahayana 3 akar kejahatan disebut dengan 3 racun)
-
Lobha, yaitu keserakahan suatu sifat batin yang dipenuhi dengan keinginan untuk memunculkan nafsu indera.
-
Dosa, yaitu kebencian suatu sifat batin yang cenderung tidak senang atau memusuhi makhluk lain.
-
Moha, yaitu bodoh suatu sifat batin yang tidak mengetahui sesuatu yang baik dan buruk, selalu benar.
-
Alobha, yaitu tidak serakah suatu sifat batin yang dipenuhi oleh kasih sayang ( kanma ) untuk meringankan penderitaan Makhluk lain.
-
Adosa, yaitu tidak membenci suatu sifat batin yang berkecenderungan untuk tidak menyakiti makhluk lain.
-
Amoha, yaitu tidak bodoh suatu sifat yang mendasari batin Makhluk, mengetahui apa yang baik dan buruk.
SEORANG BUDDHA MEMPUNYAI SIFAT (bebas, kuat, suci dan tenang)
a. Maha Parisudhi ( Maha Suci )
b. Maha Panna ( Kebijaksanaan Tertinggi )
c. Chalabhinna ( Kemampuan batin )
d. Dasabala ( Kemampuan seorang Tathagata )
e. Sabbanna ( Maha Tahu )
DUKKHA ( PENDERITAAN )
a. Dukkha – dukkha ialah penderitaan yang nyata, yang benar – benar dirasakan tubuh dan batin. misalnya: Sakit kepala, sakit gigi dll.
b. Viparinama dukkha ialah merupakan fakta bahwa semua perasaan senang dan bahagia berdasarkan sifat ketidak kekalan. Misalnya : Kekecewaan, Kekesalan, dll.
c. Sankhara dukkha lima khanda penderitaan yang tidak mungkin terbebas dari rasa sakit fisik.
MAKNA TRIKAYA (TIGA TUBUH )
1. Tubuh perubahan ( Transformasi / Nirmanakaya )
2. Tubuh Cahaya ( Sambhogakaya )
3. Tubuh Dharma (Dharmakaya )
Lima kekeruhan (Panca Kasayah)
- Kekeruhan pandangan (dirtikasayah): kekeruahan pandangan/pikiran manusia
- kekeruhan hawa nafsu (klesakasayah): kekeruhan jiwa manusia yang disebabkan oleh serakah, marah, bodoh, sombong dan ragu.
- kekeruhan manusia (sattvakasayah): kekeruhan dari manusia itu sendiri dengan merosotnya kemampuan jiwa dan raga
- kekeruhan jiwa (ayuskasayah): kekeruhan kehidupan yang mengakibatkan usia pendek
- kekeruhan zaman (kalpakasayah): menjadi keruhnya seluruh zaman dan masyarakat
Delapan kelompok (umat kamadhatu, umat rupadhatu, umat raja naga, umat raja kimnara, umat raja gandharva, umat raja asura, umat raja garuda, umat raja manusia)
Kumarajiwa (344-401): seorang bhikku ternama yaang menterjemahkan banyak sutera-sutera agama buddha ke dalam bahasa Cina. ayahnya bernama Kumarayana, salah seorang menteri kerajaan India. Kumarajiwa menjadi bhikku dengan meninggalkan haknya untuk mewarisi jabatan ayahnya. ibunya bernama Jivaka, adik perempuan dari raja negara Kucha yang terletak di Asia Tengah. salah satu hasil terjemahan Kumarajiwa yang paling menakjubkan ialah myohorengekyo, yaitu terjemahan Saddharmapundarika sutera. ia mengerjakan terjemahannya di Tiongkok pada masa kekuasaan dinasti Ch’in kedua.
Empat sravaka besar: dalam sadharmapundarika sutera yaitu subhuti, maha katyayana, maha kasyapa, dan maha maudgalyayana.
32 macam ciri-ciri sang buddha dan 80 macam tanda-tanda sang buddha: ciri-ciri keistimewaan fisik sang buddha yang dikemukakan dalam sutera-sutera sebelum sadharmapundarika sutera.
lima prinsip kemanusiaan: lima asas kemanusiaan (kebajikan, kebenaran, kesusilaan, kebijaksanaan, kepercayaan)
Sepuluh karma buruk: pembagian dari tiga karma, mulut, badan dan hati. tiga karma buruk badan adalah membunuh, mencuri dan berzinah. empat karma buruk mulut adalah berbohong, bermulut manis, mencela orang lain dan berlidah dua. Tiga karma buruk hati adalah serakah, marah dan bodoh. jumlahnya menjadi sepuluh karma buruk.
Keterangan istilah Gosyo surat balasan kepada nyonya janda ueno dono (surat mengenai prinsip neraka adalah tanah buddha/jigoku soku jakko gosho):
- Neraka Samjiwa (Tokatsu): Neraka pertama (paling ringan) dalam delapan neraka panas. Menurut kitab sutera, orang yang masuk ke neraka ini akan di cincang tubuhnya oleh alogojo neraka, tetapi segera tubuhnya menyatu kembali dan di cincang lagi.
- Neraka kalasutra (kokujo): Neraka kedua dalam delapan neraka panas. orang yang masuk ke neraka ini diikat tubuhnya dengan kawat pijar lalu tubuhnya di iris-iris dengan gergaji
- Neraka Avici (Mugen): Neraka kedelapan atau neraka terberat dalam delapan neraka panas. Neraka yang penderitaannya tidak terbatas. orang yang melanggar lima dosa berat (membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh arahat, mengeluarkan darah dari badan buddha dan memecah belah persatuan sangha/umat buddha) akan jatuh ke dalam neraka ini dan menderita selama satu kalpa.
- Neraka Padma (Guren): Neraka ketujuh dalam delapan neraka dingin. Padma berarti bunga teratai yang berwarna merah darah. maksudnya orang yang menderita kedinginan dalam neraka ini tubuhnya akan pecah dan membengkak seperti teratai merah.
- Neraka Mahapadma (Dai-guren): Neraka kedelapan dalam delapan neraka dingin. sama seperti neraka padma tetapi lebih berat penderitaannya.
- Avoraksi: Algojo neraka yang berkepala sapi, bertangan manusia dan telapak kakinya sama seperti sapi.
- Delapan tahap kehidupan sang buddha: di dalam kehidupan seorang buddha selalu terdapat kelima tahap kehidupan sebagai berikut: turun kebumi, masuk ke rahim ibu, lahir, meninggalkan rumah untuk memulai pertapaan, menghadapi mara (iblis), mencapai kesadaran, memutar roda dharma, moksya atau memasuki nirwana.
Keterangan istilah Gosyo pencapaian kesadaran buddha bagi penganut baru sadharmapundarika sutera:
- Arahat: Tingkat keempat (tertinggi) dalam pertapaan sravakayana
- Strotapanna: Tingkat pertama (terendah) dalam empat tingkat kesadaran sravaka. tingkat ini dapat dicapai apabila seseorang memutuskan kesesatan pandangannya.
- Sakradagamin: tingkat kedua dalam empat tingkat kesadaran sravaka. tingkat ini dapat dicapai apabila sesorang memutuskan kesesatan pikiran.
- kuon jitsujo: uraian dari sang buddha sakyamuni dalam bab XVI Sadharmapundarika sutera (panjang usia sang tathagata), bahwa beliau sebenarnya sudah mencapai kesadaran buddha pada masa lampau 500 jintengo yang amat jauh.
Keterangan istilah catatan ajaran lisan bab XVI panjang usia tathagata perihal ke-23: perihal masa lampau yang amat jauh
- buddha ouke adalah buddha (tathagata nirmanakaya), yakni buddha dari trikaya yang tidak lengkap dan sempurna (hanya nirmanakaya, tidak mencakupi dharmakaya dan sambogakaya)
- Honnu: dari pokoknya ada; joju: selalu menetap
Niciren Syosyu Indonesia
Lembaga ini bernama Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, yang disingkat NSI. Didirikan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1964 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia merupakan Lembaga Keagamaan dengan sumber Ajaran Gosyo-gosyo (sastra/Abidharma) yang ditulis/dibabarkan oleh Sang Buddha Pokok Niciren Daisyonin yang menerangkan makna tersirat dari Sadharmapundarika-Sutra Nam Myoho-Renge-Kyo.
Dalam menjalankan amanat Prasetya Dharma Niciren Syosyu Indonesia, maka Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia berdasarkan pada :
Prinsip Ekabuddhayana
Prinsip menjunjung tinggi kepada Triratna Niciren Syosyu (Ki E Sambo)
Pinsip Keluarga yang bersifat tiga kebajikan Buddha (Santoku)
Prinsip Sentralisasi
NSI berdasarkan asas Pancasila, dimana mempunyai lambang berupa huruf NSI dalam lingkaran yang dilukiskan dalam perpaduan warna biru tua dan putih.
Tujuan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, adalah membimbing umat PBDNSI untuk mewujudnyatakan tugasnya sebagai Bodhisatva Yang Muncul dari Bumi untuk menjalankan penyebarluasan Dharma Nam-Myoho-Renge-Kyo, agar setiap manusia dapat mencapai kebahagiaan mutlak sehingga terwujud suatu masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang bersatu adil, makmur dan beradab.
Untuk mencapai tujuan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia menjalankan usaha-usaha :
Dibidang agama, mengadakan pembinaan dan penyiaran Dharma berdasarkan sumber ajaran dari Saddharmapundarika-Sutra yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dan Gosyo-gosyo (sastra/abidharma) yang ditulis oleh Buddha Pokok Niciren Daisyonin)
Menanamkan dan memperkokoh nasionalisme/patriotisme, berperan nyata dalam usaha-usaha mengatasi permasalahan masyarakat dalam segala aspek, yang pada hakekatnya adalah dengan merombak sebab pokok kesesatan jiwa manusia.
Menyelenggarakan upacara dan pelayanan keagamaan pada umat
Membangun, memelihara dan mengembangkan kuil, vihara, cetya, balai, gedung beserta sarana-sarana pendidikan lainnya.
Mengadakan pendalaman sumber ajaran serta mengadakan penelitian terhadap permasalahan umat/masyarakat
Mengadakan dan mengeluarkan penerbitan, penerjemahan buku, majalah dan bentuk-bentuk penerbitan lainnya.
Mewakili umat mengadakan komunikasi timbal balik dengan lembaga-lembaga keagamaan, pemerintahan dan oganisasi-organisasi atau badan-badan lainnya yang sah menurut undang-undang/peraturan-peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia
Mewakili umat mengadakan hubungan keagamaan/kepercayaan Dharma bukan hubungan organisatoris dengan Sangha Niciren Syosyu baik didalam maupun diluar negeri, dan hubungan persaudaraan dengan lembaga-lembaga keagamaan Niciren Syosyu di luar negeri.
Mengadakan usaha-usaha lainnya sesuai dengan sumber ajaran, prinsip asas serta tujuan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia yang tidak bertentangan dengan undang-undang/peraturan-peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
SYOHONDO
Taiseki-Ji terletak di kota fujinomiya, pripinsi syizuoka. pada hari yang cerah kita dapat memandang Gunung fuji yang tegak seakan melindungi syohondo. syohondo adalah bangunan tempat dai gohonzon dari sandaihiho disemayamkan.
secara garis besar syohondo terbagi atas empat bagian:
- Halaman muka, disebut taman ajaran/taman hukum (hotei)
- Jalan masuk, disebut dengan paviliun keharmonisan sempurna (en’yukaku)
- Ruang masuk, disebut kuil penyucian (Syiitsudo)
- Altar agung (Myodan)
bagunan syohondo mempunyai panjang 330 meter, lebar 130 meter dan tinggi 66 meter. Bangunan secara keseluruhan adalah bagai seekor burung bangau putih raksasa yang tengah membentangkan kedua sayapnya untuk menyongsong masa depan yang gemilang. Luas halaman depan kurang lebih 13.000 meter persegi. tempat ini dapat menampung sekitar 60.000 peziarah sekaligus.
10 Gunung pusaka (dalam catatan ajaran lisan bab IV percaya dan mengerti):
- gunung himalaya
- gunung gandhamadana
- gunung vaidhari
- gunung devarsi
- gunung yugandhara
- gunung asvakarna
- gunung nemindhara
- gunung cakravada
- gunung ketumati
- gunung semeru
4 kebajikan yang diajarkan arif bijaksana
- berbakti kepada ayah dan ibu
- setia kepada majikan
- sopan santun kepada kawan
- bersikap kasih sayang bila bertemu dengan orang yang kurang daripada kita
4 kebajikan menurut ajaran buddha adalah
- membalas budi kepada ayah dan ibu
- membalas budi kepada raja negara (majikan)/tanah air
- membalas budi kepada seluruh umat manusia
- membalas budi kepada triratna
istilah raja delapan bagian: makhluk bukan manusia yang melindungi agama buddha yaitu dewa, naga, yaksya, gandarva, asyura, garuda, kimnara dan mahoraga
RIWAYAT
SANG BUDDHA SAKYAMUNI
BUDDHA SAKYAMUNI
1. Nama kecil beliau ialah Sidharta Gautama
2. Sidharta artinya tercapailah segala cita – citanya
3. Ibu dari sang Buddha bernama Ratu Mayadewi atau Ratu Mahamaya yang berasal dari suku Koliya
4. Ayah sang Buddha bernama Raja Suddhodana yang berasal dari suku Sakya ( Raja Suddhodana memerintah dikota Kapilavasthu, yang merupakan ibukota dari kerajaan Sakya yang sekarang terletak di India Utara, daerah Kerajaan Nepal ).
5. Pangeran Sidharta dilahirkan pada tahun 623 S.M tepat pada waktu purnamasiddhi bulan Vesakha ( Wesak ) di Taman Lumbini ( Taman Lumbini kira-kira terletak dipertengahan perjalanan dari kota Kapilavasthu dan Kota Devadaha ).
6. Ketika sampai di Istana Kapilavasthu seorang pertapa sakti dari Pegunungan Himalaya yang bernama Asita Kaladewala berkunjung untuk melihat pangeran yang baru dilahirkan itu, pertapa Asita tertawa bahagia namun kemudian menangis, mengapa ? Pertapa Asita tertawa karena ia merasa berbahagia melihat Pangeran Sidharta memiliki 32 tanda dari seorang Mahapurisa ( Orang Besar ). la menangis karena mengingat usianya yang telah lanjut sehingga ia tidak akan bisa menerima Ajaran Mulia yang akan dibabarkan oleh Sang Pangeran kelak.
7. Pertapa Asita meramalkan bahwa Pangeran Sidharta kelak akan menjadi Buddha ( Buddha artinya orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna, karena bathinnya telah suci sempurna ).
8. Ketika Pangeran Sidharta berusia 5 hari, raja Suddhodana mengundang 108 orang brahmana untuk memberikan nama kepada Pangeran.
Diantara para brahmana terdapat 8 orang yang pandai meramal, diantaranya bernama Kondanna. 7 dari 8 orang brahmana meramal bahwa pangeran kelak menjadi seorang raja, rnaka ia akan menjadi seorang raja besar ( Cakkavati ). Tapi bila pangeran menempuh kehidupan suci dan meninggalkan kehidupan rumah tangga, maka kelak akan menjadi Buddha.
9. Brahmana Kondanna yang paling muda usianya diantara 8 orang brahmana meramalkan bahwa pangeran kelak pasti akan menjadi Buddha.
10.Ratu Mahamaya meninggal ketika Pangeran Siddharta berumur 7 hari. Dan pangeran Siddharta dirawat oleh bibinya yang bernama Prajapati Gotami.
11.Raja Suddhodana mendirikan 3 buah istana yang megah untuk pangeran Siddharta dan memberikan pendidikan sebagai seorang calon raja.
12.Dalam usia yang sangat muda, 16 tahun, Pangeran Siddharta dinikahkan dengan seorang putri cantik jelita bernama Yasodhara.
13.Orang tua dari Yasodhara, ibunya bernama Ratu Pamita dan Ayahnya bernama Suppabuddha.
14.Ketika Pangeran Sidharta berum ur 29 tahun, lahirlah putranya yang benama Rahula, yang artinya Rantai ( belenggu ).
15. Pangeran Siddharta melihat 4 macam peristiwa, ketika berkeliling dikota Kapilavastu :
a. Seorang yang sudah tua renta ( Jinna );
b. Seorang yang sedang terserang penyakit parah ( Byadhita ),
c. Jenazah yang sedang diusung oleh orang-orang ( kalakata );
d.Seorang pertapa berjubah kuning yang sangat anggun wajahnya ( Pabbajita ).
Empat macam peristiwa itu disebut Deva-duta 4 ( 4 pesuruh dewa ).
16.Setelah melihat empat peristiwa pangeran mengerti bahwa kehidupan manusia sesungguhnya adalah tidak kekal ( annica ) dan penuh dengan ketidakpuasan ( dukka ).
17. Pangeran Sidharta bertekad untuk mencari jaian agar manusia terbebas dari penderitaan ( dukka ). Beliau mengorbankan pangkat dan kemewahannya, meninggalkan anak dan isterinya, selanjutnya menempuh kehidupan suci sebagai seorang pertapa.
18. Pada usia 29 tahun pangeran meninggalkan keduniawian.
19. Beliau pergi belajar kepada pertapa Alara Kalama dan kemudian kepada pertapa Uddaka Ramaputta. Dalarn waktu singkat pertapa Gotama dapat mengerti dan menguasai semua apa yang diajarkan oleh kedua orang gurunya tersebut.
20. Pertapa Gotama menyadari bahwa apa yang telah dicapainya itu tidak sesuai dengan cita-citanya, karena semua itu belum dapat membebaskan manusia dari penderitaan yang sesungguhnya.
21. Beliau meninggalkan kedua orang gurunya itu dan selanjutnya melakukan tapa yang keras ( meyiksa diri ) di hutan Uruwela. Beliau ditemani oleh 5 orang pertapa ( Panca Vaggiya = Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Asajji ).
22. Dengan pertapaan meyiksa diri tidak berhasil, bahkan hampir saja beliau meninggal dunia.
23. Ada seorang anak penggembala kambing bernama Nanda yang memberikan air susu kambing kepada beliau. Beliau sadar bahwa dengan cara menyiksa diri bukanlah cara yang benar untuk melenyapkan dukkha.
24. Setelah itu beliau mulai makan satu kali sehari, sebelum pukul 12 tengah hari. Cara hidup seperti itu disebut Majjhima Patipada, artinya jalan tengah yang menghindari dua hal ekstrim didalam kehidupan. Dua hal ekstrim yaitu cara hidup yang mengikuti keinginan hawa nafsu rendah (berfoya-foya ), dan cara hidup yang menyiksa diri ( tapa yang keras ).
25. Sikap kelima pertapa ketika melihat perubahan cara hidup beliau berpendapat bahwa pertapa gotama telah gagal dalam pertapaanNya. Selanjutnya mereka meninggalkan beliau seorang diri.
26. Sebelum pertapa Gotama mencapai penerangan agung seorang wanita yang bernama Sujata, mempersembahkan makanan kepada beliau.
27. Beliau mencapai penerangan Agung dibawah pohon Bodhi, dihutan Gaya. Tepat ketika saat purnama Siddhi dibulan Vesakha ( Wesak ), beliau ketika itu berusia 35 tahun.
28. Kemampuan yang dimiliki oleh Buddha Gotama :
– Pubbenivasanussati-nana, yaitu kemampuan luhur untuk mengingat kembali semua kehidupan masa lampau.
– Cutupapata-nana, yaitu kemampuan luhur untuk mengetahui kelahiran dan kematian makhluk-makhluk hidup.
– Asavakkaya- nana, yaitu kemampuan luhur untuk dapat menghancurkan semua kekotoran batin ( kilesa ).
29. Buddha Gotama tinggal dihutan gaya setelah mencapai penerangan agung sambil menikmati kebahagiaan selama 7 minggu ( 49 hari ).
30. Dua orang saudagar bernama Tapussa dan Bhallika yang pertama kali memberikan dana makanan kepada Buddha Gotama. Dan mereka Ialu memohon kepada sang Buddha agar diterima sebagai pengikutNya, dan mereka adalah upasaka – upasaka pertama yang berlindung kepada Buddha dan Dharma.
31. Untuk menyebarkan ajarannya Sang Buddha menuju ke Taman Rusa lsipatana di kota Benares. Beliau ingin membabarkan Dharma kepada 5 orang pertapa yang dahulu pernah menemaniNya dihutan Uruwela.
32. Sikap 5 orang pertapa ketika Sang Buddha menjumpai mereka, pada mulanya mereka tidak percaya akan apa yang telah dicapai oleh sang Buddha. Mereka mengakui bahwa pertapa gotama telah mencapai tingkat Buddha, dan siap untuk menerima ajaranNya.
33. Khotbah pertama ini dikenal sebagai khotbah pemutaran roda dharma ( Dhamma Cakka Pavattana Sutta ). Khotbah tersebut dibabarkan tepat ketika purnama siddhi dibulan Asalha ( Asadha ). Pada akhir khotbah pertapa Kondanna mencapai tingkat kesuciaan tingkat Sotapanna. Dua hari kemudian Vappa dan Bhaddiya mencapai tingkat Sotapanna yang kemudian disusul oleh Mahanama dan Asajji. Mereka semuanya menjadi siswa sang Buddha dan hidup sebagai bikksu. Setelah itu sang Buddha memberikan khotbah tentang Anattalakkhana Sutta.
34. Setelah mendengar khotbah Anattalakkhana Sutta rnereka bersama-sama mencapai tingkat kesucaian tertinggi, yaitu tingkat Arahat.
35. Siswa sang Buddha setelah 5 pertapa yaitu Yasa, seorang putra hartawan dikota Benares.
36. Pengikut wanita pertama ( upasika ) yaitu ibunya Yasa adalah upasika pertama yang menyatakan berlindung kepada sang Tri Ratna ( Tiga permata : Buddha, Dhamma, dan Sangha ). Pengikut Upasaka yang pertama kali berlindung kepada Triratna adalah ayahnya Yasa.
37. Mengapa bukannya Tapussa dan Bhallika yang merupakan upasaka-upasika yang pertama yang berlindung kepada Triratna, karena pada waktu Tapussa dan Bhallika menyatakan diri sebagai pengikut Sang Buddha, sangha belum terbentuk. Sangha terbentuk setelah kelima orang pertapa menjadi bikksu.
38. Peristiwa-peristiwa apa saja yang diperingati pada purnama siddhi Asadha
– Khotbah pertama sang Buddha
– Terbentuknya sangha ( persamuan para bikksu )
– Sang Triratna ( Buddha, Dharma dan Sangha ) menjadi lengkap
39. Cara sang Buddha menerima para Siswanya kedalam sangha dengan mengucapkan : ” Ehi bhikkhu ! ” artinya ” Marilah, bikksu “. Yang dinamakan Ehi bhikkhu upasampada.
40. Setelah yasa siswa sang Buddha yaitu keempat orang sahabat Yasa : Virnala, Subahu, Punnaji, Gavampati. Setelah Yasa dan ke-4 sahabatnya menjadi siswa sang Buddha mereka masing-masing diikuti oleh 10 orang temannya yang lain datang menghadap sang Buddha untuk menjadi siswanya.
41. Pada waktu itu, semuanya telah ada 60 orang Arahat dibawah pimpinan sang Buddha.
42. Pesan sang Buddha ketika misi penyebarluasan Dharma, berkata : ” O para bhikksu, Aku dan engkau sekalian telah terbebas dari segala ikatan, baik yang bersifat lahir maupun batin. Kini tiba saatnya engkau harus mengembara demi kesejahteraan dan keselamatan manusia. “
43. Para siswa calon Arahat menerima calon bikksu dengan menharuskan mencukur rambut dan jenggotnya, mengenakan jubah kuning, bersujud dihadapan siswa sang Buddha tersebut dengan mengucapkan Trisarana. Cara ini disebut : Tisaranagamana upasambada.
44. Sang Buddha disebut Sattha Deva Manussanam karena sang Buddha mengajarkan Dharma bukan kepada manusia saja, tetapi juga kepada para dewa.
45. Sang Buddha menyebarluaskan Dharmanya selama 45 tahun.
46. Y. A. Sariputta memiliki kebijaksanaan tertinggi.
47. Y.A.Monggallana memiliki kesaktian tertinggi.
48. Y.A Ananda sebagai bikksu yang mendampingi sang Buddha selama 25 tahun
49. Y. A. Angulimala, si seribu jari adalah bekas seorang pembunuh
50. Siswa utama sang Buddha dalam sangha bikksu adalah Y.A. Sariputta dan Y.A. Monggallana.
51. Y.A. Prajapati Gotami diterima oleh sang Buddha sebagai bikksuni yang pertama.
52. Raja yang pertama kali dikunjungi sang Buddha, sesuai dengan janjinya yaitu Raja Bimbisara dari kerajaan Magadha.
53. Ketika sang Buddha akan memasuki kota Kapilavastu untuk menjumpai raja Suddhodana, sang Buddha menunjukan kesaktiannya mengapa ? agar raja Suddhodana yakin bahwa putranya telah mencapai tingkat Buddha.
54. Rahula, diterima oleh sang Buddha sebagai Samanera pertama. Pada waktu itu usianya baru 7 tahun.
55. Tugas-tugas yang telah dilaksanakan oleh sang Buddha:
-
Buddhattha-cariya, tugas sebagai Buddha
-
Natattha-cariya, tugas untuk sanak saudara
-
Lokattha-cariya, tugas untuk dunia
56. Yang memberikan makanan terakhir sebelum Sang Buddha wafat ( Parinibbana ) adalah seorang pandai besi bernama Cunda. Sang Buddha parinibbana di Kusinara, dibawah naungan pohon sala pada saat purnama siddhi di bulan Vesakha. Pada usia 80 tahun.
57. Tahun buddhis ( Buddhist Era ) dimulai perhitungannya sejak saat sang Buddha wafat ( 544 S.M )
58. Jenazah Sang Buddha diperabukan 7 hari setelah sang Buddha Parinibanna.
59. Persidangan Sangha ( sangha-samaya ) pertama dipimpin oleh Y.A Maha Kassapa. Yang dilaksanakan di Goa Sattapani di kota Rajagaha.
60. Persidangan sangha dihadiri oleh 500 orang bikksu, yang kesemuanya adalah Arahat
61. Y.A. Upali mengulangi kelompok Vinaya
62. Y.A. Ananda mengulangi kelompok Sutta. Yang Arya Ananda memiliki daya ingat yang kuat, sehingga beliau disebut sebagai Dhammabandhagarika ( bendahara dharma ).
63. Y.A. Maha Kassapa bersama dengan para Arahat menghimpun kelompok Abhidhamma.
64. Pesan terakhir Sang Buddha yang disampaikan agar diperhatikan ” Vayo dhamma sankhara, sabbe sankhara anicca, appamadena sampadetha,” artinya semua yang terbentuk adalah tidak kekal dan dalam keadaan berubah. Berjuanglah dengan sungguh-sungguh agar tercapai cita-cita.
Delapan anugerah yang diminta sidharta kepada ayahnya:
Anugerah supaya…
1. tidak menjadi tua
2. tidak sakit
3. tidak mati
4. ayah tetap bersamaku
5. semua wanita yang ada di istana bersama-sama dengan kerabat lain tetap hidup
6. kerajaan ini tidak berubah dan tetap seperti sekarang
7. mereka yang pernah hadir dalam pesta kelahir-anku dapat memadam-kan semua nafsu ke-inginannya
8. aku dapat mengakhiri kelahiran, usia tua, dan mati
Dharmayatra (tempat dharma)
dhamma dan yatra. Dharmma (Pali) atau Dharma (Sanskerta) artinya kesunyataan, benar, kebenaran, hukum, ajaran, suci, ide, segala sesuatu, segala keadaan dan sebagainya. Sedangkan yatra (Sanskerta-Pali) artinya ditempat mana. Jadi kata dharmayatra atau Dhammayatra arti harfiahnya adalah di tempat dharma (dhamma).
Tempat-tempat tersebut adalah Lumbini, Bodhgaya, Taman Rusa Isipatana dan Kusinara.
Lumbini, tempat kelahiran Bakal Buddha
Bodhgaya, tempat Petapa Gotama mencapai Pencerahan
Taman Rusa Isipatana adalah tempat Buddha pertama kali membabarkan Dharma.
Kusinara, tempat Buddha merealisasi Parinibbana (wafat),
10 ASPEK / NYOZE ( JUMYO KA S0 )
1. Nyoze So: Rupa/bentuk
2. Nyoze Syo : Perasaan/naluri
3. Nyoze Tai: Hakikat Jiwa/wujud
4. Nyoze Riki : Tenaga / Energi terpendam/daya
5. Nyoze Sa : Efek yang nyata/kegiatan
6. Nyoze In : Sebab dalam jiwa/faktor penyebab dalam
7. Nyoze En: Jodoh/faktor penyebab luar
8. Nyoze Ka : Akibat dalam jiwa/efek terpendam/latent
9. Nyoze Ho : Akibat Nyata/efek nyata
10. Nyoze Honmakyukyoto : Awal -Akhir sama/perpaduan dari sembilan faktor lainnya
3 Aspek/Nyoze yang pertama (1, 2, 3), melukiskan realitas-realitas jasmaniah dan rohaniah dari hidup. Aspek/Nyoze 4 sampai dengan 10 menjelaskan cara bagaimana hidup itu berlangsung.
Tiga lingkungan/dunia (san-ken):
- Go-on Seken (dunia kesatuan; lingkungan Panca-Skandha),
- Shujo-Seken (dunia dari makhluk hidup),
- Kokudo-Seken (dunia dari lingkungan).
Jadi 10 Alam Hidup x 10 alam lainnya dalam dirinya x 10 faktor x 3 lingkungan/dunia = 3000 dari alam-alam ini ada pada satu saat eksistensi. Oleh karena itu setiap individu akan mampu untuk mencapai ke-Buddha-an (Teori icinen sanzen)
8 Dukkha (8 penderitaan):
- Lahir
- Tua
- Sakit
- Mati/Meninggal
- berhubungan dengan orang yang tidak disukai
- ditinggalkan oleh orang yang dicintai
- tidak memperoleh yang dicita-citakan
- masih memiliki lima khandha (5 kelompok Pembentuk kehidupan)
– vinnana khandha : Kesadaran.
– vedana khandha : Perasaan.
– sankhara khandha : Pikiran, bentuk-bentuk mental
– sanna khandha : Pencerapan.
– rupa khandha : Bentuk, tubuh, badan jasmani.
Tujuan hidup Buddha Sakyamuni :
1. Mencari jalan untuk melepaskan penderitaan
2. Mencari kebahagiaan hidup sesungguhnya
3. Mencari ketenangan jiwa
4. Mencari hakikat hidup
Kehadiran buddha sakyamuni adalah membabarkan sadharmapundarika sutera.
Tujuan hidup Buddha Niciren Daisyonin adalah memunculkan Dai Gohonzon pada masa akhir dharma.
3 HARTA PUSAKA
1. Harta Gudang
2. Harta Badan
3. Harta Jiwa
KARMA
Karma berasal dari bahasa sansekerta, yang artinya perbuatan, tetapi perbuatan yang dimaksud dalam hukum agama Buddha mempunyai arti yang luas.
Jadi karma adalah segala gerakan, baik secara fisik / jasmani, perkataan maupun pikiran.
Karma dibagi menjadi 3 bagian (menurut penyalurannya ):
1. Karma Badan / Shin / kaya-kamma adalah gerakan dari badan kita.
2. Karma Mulut / Ku / vaci-kamma adalah ucapan-ucapan yang keluar dari mulut kita
3. Karma Hati / I / mano-kamma adalah yang menimbulkan karma mulut & badan termasuk apa yang kita pikirkan, walaupun belum ada gerakan atau belum dibicarakan.
Karma menurut sifatnya :
1. Karma baik atau perbuatan bijaksana
2. Karma buruk atau perbuatan buruk
3. Karma yang tidak termasuk baik dan buruk
Hukum karma berbunyi bahwa ” .Setiap perhuatan akan mernbawa hasil / akibat “. Perbuatan baik akan menghasilkan kebahagiaan, dan perbuatan jahat akan mengakibatkan penderitaan.
Segala keadaan yang ada pada diri seseorang, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, sempurna atau cacat, cantik atau jelek, untung atau rugi dan sebagainya adalah karena hasil dari karmanya masing-masing.
Tonkyo adalah ajaran yang langsung dan menerangkan kesadaran sedangkan enkyo adalah ajaran yang bulat sempurna.
Don jin ji man gi atau disebut dengan lima racun.
- Don= kemarahan
- Jin = keserakahan
- ji = kebodohan
- man = keragu-raguan
- gi = kesombongan
sifat jiwa dari setiap manusia.
ARTI PERLENGKAPAN ALTAR
1. Warna Altar : Berwarna tanah, seperti merah hati / coklat kemerah-merahan ( tempat persemayaman Gohonzon ” Butsudan ” ).
2. Lilin ( Api ) : Api berfungsi untuk menerangi dalam kegelapan, sehingga menjadi perlambang bahwa hukum Buddha akan menerangi kegelapan dalam jiwa manusia. Lilin putih melambangkan jiwa yang bersih.
3. Dupa ( hio ) : Menciptakan suasana suci melalui keharumannya, sebagai perlambang menyingkirkan keburukan hati untuk mensucikan badan, serta memperlihatkan kesungguhan hati.
4. Bel : Mendengarkan bunyi – bunyian pada saat membaca sutra dengan maksud menyeiramakan suara kita dengan getaran bel tersebut untuk menciptakan suasana batin seimbang seirama.
5. Pohon yang berdaun hijau ( Misalnya pohon Sri Rejeki, Pandan,dll ) : Daun-daun hijau melambangkan kebajikan suci dan kekal.
6. Burung Tsuru : Lambang Niciren Syosyu. Ujung sayap burung ini berujung tiga. Paruh terbuka diumpamakan sebagai laki-laki, paruh tertutup diumpamakan sebagai wanita, semua ini melambangkan keharmonisan.
7. Persembahan Air dan Nasi : Air melambangkan sekejap perasaan jiwa ( icinen j sedangkan Nasi melambangkan 3000 gejolak perasaan jiwa (sanzen ).
8. Tasbeh/Juze : Berjumlah 112 butir yang teruntai menjadi 1 lingkaran besar. Ke 112 butir ini melambangkan 108 nafsu keinginan duniawi dan 4 pemimpin Boddhisattva yang muncul dari bumi.
KITAB SUCI
Kitab suci umat Niciren Syosyu adalah Saddharmapundarika Sutera yang bersumber pada Tripitaka.
Ajaran Buddha Sakyamuni bersumber pada tripitaka yang terdiri :
-
Sutta Pitaka : yang berisi khotbah-khotbah dan dialog Buddha Sakyamuni kepada para siswa-Nya.
-
Vinaya Pitaka : yang berisi peraturan dan disiplin bagi para anggota Sangha ( Bhikksu/Bikksuni, sramanera/ sramaneri )
-
Abhidharma Pitaka (Dharma yang mendalam ) : yang berisi filsafat tinggi dan metafisika dalam Agama Buddha.
KEEMPAT BELAS PEMFITNAHAN DHARMA / HOBO
1. Kesombongan ( kyoman ) : dengan kesombongan dari meremehkan agama Buddha.
2. Kemalasan ( ketai ) : Malas melaksanakan pertapaan hukum Agama Buddha.
3. Kepicikan ( Keiga ) : Menilai hukum Agama Buddha dengan pandangan sendiri yang sempit.
4. Pandangan dangkal ( sensyiki ) : karena tidak mengerti prinsip Agama Buddha sehingga tidak ingin menuntut Hukum Buddha.
5. Keserakahan ( Jakuyoku ) : karena dikuasai hawa nafsu sehingga tidak ada keinginan untuk menuntut hukum Buddha.
6. Tidak mengerti ( fuge ) : Tidak berkeinginan untuk menuntut hukum Buddha.
7. T idak percaya ( fusyin ) : Tidak percaya hukum Agama Buddha.
8. Mengejek hukum (hinsyuku )
9. Keragu-raguan (giwaku ) : ragu-ragu terhadap hukum Agama Buddha.
10. Memfitnah dan mengkritik hukum aganza Buddha ( hibo )
11. Meremehkan dan menghina orang yang percaya terhadap hukum agama Buddha.
12. Membenci orang yang percaya terhadap hukum agama Buddha (zozen )
13. Iri hati dan benci terhadap orang yang percaya hukum agama Buddha
14. Dendam terhadap orang yang percaya hukum agama Buddha
KURNIA REJEKI
Yang dikatakan mempunyai Rejeki Jiwa :
1. Sebab dan Jodoh yang baik
2. Suasana jiwa yang luhur
3. Dapat menjalankan syakubuku dengan suasana jiwa Buddha
4. Tidak mau menerima ajaran lain
5. Bonno soku bodai
6. Disekelilingnya berkumpul sanak saudara dan teman yang baik
7. Suasana jiwa yang luhur
8. Prajna yang tajam
9. Berumur yang panjang
10. Selalu dilindungi oleh dewa-dewi
11. Materi yang sangat memuaskan
9 INDERA ( PANCA INDERA + )
1. Mata
2. Telinga
3. Hidung
4. Lidah
5. Kulit / Peraba
6. Hati
7. Manas ( diatas sadar : memegang, melihat ; dibawah sadar : mimpi )
8. Alaya ( Gudang Karrna )
9. Amala ( Dunia Buddha ) A : tidak ; Mala : Noda
Tempat Buddha membabarkan Dharma disebut Gridhrakuta
Jigyo dan keta yaitu pertapaan diri sendiri dan usaha untuk kebahagiaan orang lain.
Lima Unsur Manusia :
l. Nama
2. Badan
3. Ciri Khas
4. Fungsi
5. Guna
3 Kelompok manusia :
1. Kaum Dwiyana (Arhat )
2. Kaum Wanita
3. Orang Jahat ( lccantika)
SADDHARMAPUNDARIKA SUTERA
Saddharmapundarika Sutera sering disebut sebagai Sutera Ekabuddhaya, artinya satu-satunya sutera yang membimbing umat manusia mencapai kesadaran Buddha.
Devadatta adalah Saudara Buddha Sakyamuni, ia seorang yang amat jahat, melakukan tiga diantara lima dosa besar, akan tetapi didalam Saddharmapundarika Sutera ia mendapat penganugerahan akan mencapai kesadaran Buddha. Gelarnya adalah Tathagata Devaraja.
Putri Naga adalah seorang gadis kecil yang baru berusia 8 tahun, dengan badan apa adanya sebagai wanita, putri naga dapat mencapai kesadaran Buddha.
DELAPAN ANGIN
l. Keuntungan
2.Kerugian / Kemalangan
3. Pencemaran Nama Baik/kehancuran
4. Kehormatan/reputasi
5. Pujian
6. Ejekan
7. Penderitaan
8. Kegembiraan
5 UNSUR
Air, Api, Angin, Tanah dan Ruang
1. Air diibaratkan darah yang mengalir didalam tubuh kita
2. Api diibaratkan suhu badan kita
3. Angin diibaratkan nafas yang keluar masuk melalui hidung kita
4. Tanah diibaratkan daging yang ada didalarn tubuh kita
5. Ruang diibaratkan pikiran kita
AGAMA
Apa sih arti Agama itu ?
Tidak Kacau
A : Tidak
Gama : Kacau/berubah/bergerak
Jadi, Agama secara harfiah berarti Tidak Kacau
Definisi /istilah mengenai kata AGAMA sangat banyak sekali:
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan agama sebagai “Ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.”
Encyclopaedia of Buddhism, kata “agama” berasal dari agam (datang/tiba) maksudnya mendekat, menemui, sumber, doktrin dan pengetahuan tradisional, khususnya dipakai untuk menunjuk kepada kitab suci.
Tujuan adanya agama adalah untuk menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan. penderitaan dan kekacauan, sehingga tercipta suatu keadaan yang tenang; damai dan tentram serta memberi kebahagiaan bagi umat manusia.
Golongan Agama
Didunia ini terdapat 2 golongan agama besar, yaitu :
1 . Golongan Semit/Samawi : Yahudi, Kristen, Islam, Khatolik. Dalam golongan ini dikenal adanya Tuhan sebagai penyebab pertama ( Causa Prima ), ia merupakan sosok pencipta, yang mempunyai kekuasaan, keagungan, serta yang mengatur segala sesuatunya baik kehidupan manusia maupun alam semesta. Dan penganut agama ini sangat bergantung kepada-Nya.
2. Golongan Arya Dharma : Hindu dan Buddha. Dalam golongan agama ini tidak adanya Tuhan sebagai sosok pencipta, bahwa prinsip keTuhanan diwujudkan dalam suatu hukum tunggal dan semua gejala kehidupan adalah menjalani prosesnya sendiri.
Golongan semit / samawi beranggapan bahwa lumut dapat tumbuh ditembok yang bersih karena merupakan ciptaan Tuhan, sedangkan dalam agama Buddha beranggapan hal itu terjadi karena tembok dan alamlah yang menyebabkan lumut itu tumbuh.
Dimana lumut tersebut tumbuh dengan kewajarannya, ketika tembok tersebut basah dan menjadi lembab adalah tempat dimana sebuah lumut dapat hidup, sehingga karena waktu, bakat dan.jodohnya sudah tepat muncul. Dalam contoh sederhana itu jelas terlihat perbedaan cara pandang yang saling bertolak belakang antara golongan Semit dan golongan Arya Dharma.
TUMIMBAL LAHIR / PUNARBHAVA/REBIRTH
Tumimbal Lahir adalah hukum kelahiran kembali. Semua mahluk akan terus dilahirkan kembali diberbagai alam kehidupan ( sesuai dengan karmanya masing-masing ) selama masih dicengkeram oleh tanha ( nafsu keinginan yang tak kunjung padam ) dan avidya ( ketidaktahuan ).
Tumimbal lahir /rebirth adalah istilah yang sering digunakan pada aliran Mahayana, REINKARNASI berbeda makna dengan tumimbal lahir. REINKARNASI umumnya digunakan pada agama Hindu.
Tumimbal lahir mahluk hidup ada empat cara :
1.Jalabuja Yoni : Mahluk yang lahir dari kandungan
2. Andaja Yoni : Mahluk yang lahir dari telur
3.Sansedaja Yoni : Mahluk yang lahir dari kelembaban
4.Opapatika Yoni : Mahluk yang lahir secara spontan
Vegetarian : Sayunaris ialah orang yang hanya makan makanan yang terdiri dari sayur-sayuran, kacang-kacangan, zat hidrat arang ( nasi, gandum, ubi, singkong dan sebagainya ), tidak makan makanan hasil penyembelihan seperti : ( sapi, babi, kamhing, ayam, ikan dll ). Tujuannya adalah untuk melatih cinta kasih (metta).
BODHISATVA YANG MUNCUL DARI BUMI
Orang-orang yang menyebut dan menyebarluaskan Nammyohorengekyo. ” Bumi ” berarti alam Buddha dan ” Bodhisatva ” adalah seorang yang membuktikan hidupnya untuk menolong orang lain.
KUON GANJO
Waktu tiada awal ; masa lampau yang jauh; kekal abadi.
Masa Pembabaran Sang Buddha adalah ± 50 tahun (Mahayana)
1. 42 tahun yang dinamakan Hinayana
2. 8 tahun yang dinamakan Mahayana
PERBEDAAN MAHAYANA TERHADAP HINAYANA
Beberapa aspek yang membedakan antara aliran Mahayana dan Hinayana secara garis besarnya adalah :
a. Buddhisme Hinayana lebih bersifat Etika dan Historis, sedangkan Mahayana lebih bersifat Religius dan Metafisik.
b. Literatur – literatur Hinayana ditulis dalam bahasa Pali dan Sansekerta Campuran, Mahayana menggunakan bahasa Sansekerta Murni.
c. Dalam Hinayana, umat awam adalah pendukung utama bagi para Bikksu ( Sangha ). Umat Hinayana bersifat pasif dalam menjalankan ajaran sehingga mereka hanya memberi sumbangan dan para sangha mendoakan keselamatan dan kebahagiaan mereka. Terdapat jarak antara Sangha dan umat Awam. Dalam Mahayana jarak antara Umat dan Sangha kecil sekali, karena sama-sama merupakan orang yang harus menjalankan pertapaan Boddhisattva.
d. Dalam Hinayana, Buddha dianggap hanya muncul sekali yakni Buddha Sakyamuni dan umat biasa tidak dapat mencapai kesadaran Buddha. Hinayana memandang Buddha Sakyamuni sebagai manusia super yang sangat sulit dicapai oleh seorang manusia biasa. Sedangkan Mahayana, seluruh umat manusia dapat mencapai penerangan sempurna ( kesadaran Buddha ).
No. |
Mahayana |
Hinayana |
AKAR BAKAT MANUSIA
1. Manusia yang berakar bakat tinggi, yaitu sekali mendengar kata – kata Buddha langsung sadar dan melaksanakannya.
2. Manusia yang berakar bakat menengah ( sedang ), yaitu mendengar kata-kata Buddha tidak langsung sadar, harus menunggu satu hari, satu minggu, satu bulan, atau puluhan tahun, setelah melewati kesulitan baru sadar.
3. Manusia yang berakar bakat rendah, yaitu mendengar kata- kata Buddha sadarnya pada saat antara hidup dan mati
Empat ciri sahabat yang baik:
1. Suka menolong
2. Selalu ada di kala senang dan susah
3. Memberi nasihat
4. Penuh perhatian
EMPAT BALAS BUDI DALAM AGAMA BUDDHA
1 . Balas budi kepada orang tua
2. Balas budi kepada tanah air
3. Balas budi kepada seluruh umat manusia
4. Balas budi kepada Triratna
Balas Budi yang terpenting dari ke-4 budi adalah Ba1as Budi kepada Triratna
ENAM PERTAPAAN DALAM AGAMA BUDDHA NICIREN SYOSYU
1. Dana Paramitha (Menyumbang), contoh: harta benda (uang, makanan, pakaian, dll), waktu, tenaga, pikiran untuk kepentingan manusia lain/kebahagiaan orang lain.
2. Sila Paramitha (Mempertahankan Pantangan ), contoh: mencegah keburukan dan menghentikan kejahatan. Manusia dengan kemampuan masing-masing berusaha agar dapat berfikir dan bertindak serta bertingkah laku tidak sampai merugikan kepentingan sesamanya.
3. Kshanti Paramitha (Ketabahan /kesabaran ) contoh: pada saat tertentu, manusia memerlukan ketabahan untuk terus dapat berusaha mempertahankan kehidupannya. melatih sikap jiwa yang tabah memerlukan kesabaran dan kekuatan untuk tidak mudah kalah. jiwa yang tabah akan mendorong manusia untuk tetap dapat bertahan hidup dalam situasi dan kondisi seperti apapun.
4. Virya Paramitha (Daya juang / ulet / semangat) contoh: manusia berusaha untuk menyempurnakan dirinya seoptimal mungkin. Berusaha untuk terus melangkah maju dalam menyempurnakan diri bagi kesejahteraan hidupnya.
5. Dhyana Paramitha (Bersemedi /meditasi ) contoh: meditasi disini janganlah diartikan sebagai tindakan manusia yang menyendiri, merenung ataupun bersiap-siap untuk mendengarkan wangsit. Bermeditasi merupakan suatu pertapaan bagi pengembangan kemampuan berkonsentrasi. Konsentrasi/pemusatan pikiran terhadap tujuan yang ingin diraih amat diperlukan agar manusia tidak terombang-ambing oleh berbagai perubahan.
6. Prajna Paramitha (Kearifan Terunggul / kebijaksanaan) contoh: prajna merupakan wujud kebijaksanaan yang muncul pada saat manusia menyadari akan hukum kesunyataan/menghayati akan hakikat segala gejala alam semesta yang bermunculan setiap detik.
MAKNA DOA
Makna doa dalam hati umat Niciren Syosyu terbagi 5, yaitu :
1. Doa Pertama : Sumbangan doa kepada para dewa
” Ditujukan untuk berterima kasih kepada kekuatan alam semesta “.
2. Doa Kedua :Sumbangan doa kepada Dai Gohonzon
” Menjelaskan kurnia kebajikan yang tak terhingga yang terkandung dalam Gohonzon dengan tujuan menyelamatkan jiwa umat manusia pada masa akhir dharma yang penuh kekeruhan “.
3. D oa Ketiga : Sumbangan doa kepada tiga guru agung
” 3 Guru Agung ( Buddha Niciren Daisyonin, Nikko Syonin, Nicimoku Syonin ) “
4. Doa Keempat : Doa demi penyebarluasan dharma (kosenrufu )
-
Tersebarluasnya hukum keseluruh alam semesta
-
Bertobat atas segala dosa pemfitnahan Dharma yang telah diperbuat dalam perputaran hidup mati berulang kali yang tidak terbatas
-
Mendoakan pencapaian kesadaran Buddha bagi diri sendiri dalam hidup kali ini dan seterusnya
-
Berdoa dalam hati untuk keinginan pribadi lainnya
5. Doa Kelima (penutup ) : Doa Sumbangan karunia untuk jiwa para pendahulu
Mendoakan tercapainya kesadaran Buddha bagi leluhur keluarga kita sendiri, untuk leluhur keluarga penganut, dan calon penganut, serta seluruh jiwa berikut leluhurnya masing-masing ( memberi getaran kepada jiwa yang telah menyatu kealam semesta )
Doa Penutup
Mendoakan kembalinya kita ke keadaan Dunia Buddha yang Hakiki
GOHONZON
Gohonzon adalah perwujudan dari hukum Nam – Myoho – Renge – Kyo dalam bentuk mandala.
Go : Penghormatan
Honzon : Objek Keagungan yang mendasar/yang terhormat/yang termulia
Gohonzon kebanyakan terbuat dari gulungan kertas yang ditulis dengan huruf kanji dan sankrit dengan tinta sumi hitam. Tulisan ini menggambarkan jiwa dalam keadaan tertinggi, yakni kebuddhaan.
Ditengah-tengah Gohonzon, dengan huruf besar dan lebih tegas dari yang lainnya, tertulis, Nam-myoho-renge-kyo Niciren.
Niciren Daisyonin mengajarkan orang lain melakukan hal yang sama, pasti akan mencapai suasana yang sama dari kebuddhaan seperti yang dimiliki dirinya.
Hukum sebab akibat adalah suatu hukum yang menyakini dimana bila kita membuat suatu sebab, pasti ada akibatnya yang akan kita terima.
GONGYO DAN DAIMOKU
Gongyo secara harfiah berarti pelaksanaan yang tekun
Gon : Tekun
Gyo : Pelaksanaan
Menurut Ajaran Niciren Daisyonin, Gongyo berarti membaca bab Hoben ( bab kedua ) dan Juryo ( bab keenam belas ) dari Saddharmapundarika Sutera dan menyebut Nammyohorengekyo didepan hadapan Gohonzon.
Gongyo dtlaksanakan setiap pagi dan sore dan merupakan pelaksanaan yang paling mendasar dari agama Buddha Niciren Daisyonin.
Bab yang terpenting dari ke-28 Bab Saddharma pundarika Sutera adalah Bab ke-2 dun Bab ke-1 6
Sadharmapundarika sutera terdiri atas 2 bagian ajaran :
1. Bagian ajaran Bayangan / Bab Upaya Kausalya ( Bab 1 s/d Bab 14 )
2. Bagian ajaran pokok / Bab panjang usia sang tathagata ( Bab 15 s/d Bab 28 )
Daimoku secara harfiah berarti ” Judul ” menunjukkan doa, atau penyebutan Nam-myoho-renge-kyo.
Fungsi Gongyo – Daimoku adalah Jodoh untuk membangkitkan jiwa Buddha.
28 Bab Sadharmapundarika Sutera
28 Bab Sadharmapundarika Sutera sebagai berikut :
-
Jo (Purwaka atau pendahuluan )
-
Hoben ( Upaya Kausalya )
-
Hiyu (Perumpamaan )
-
Shinge (Percaya dan Mengerti )
-
Yakusoyu ( Perbandingan dengan tanaman )
-
Juki (Ramalan tentang yang akan terjadi )
-
Kejoyu (P’erumpamaan Istana Khayalan )
-
Gohyaku Deshi Juki (Ramalan pencapaian kehuddhaan lima ribu murid)
-
Ju Gaku Mugaku Ninki ( Ramalan yang dianugerahkan terhadap.siswa yang pakar).
-
Hossi (dharmadutta)
-
Ken Hoto ( Munculnya Stupa Pusaka )
-
Daibadatta ( Devadatta )
-
Kanji (Penegakan)
-
Anrakugyo (Pertapaan yang tenang dan menyenangkan )
-
Juji Yujutsu (Muncul dari Rumi )
-
Nyorai Juryo (Panjang usia sang Tathagata )
-
Funbetsu Kudoku (Keutamaan Karunia Kebajikan )
-
Zuiki Kudoku (Karunia kebajikan yang diterinaa dengan gembira )
-
Hossi Kudoku (Karunia Kebajikan Dharmadutta )
-
Jofukyo Bosatsu ( Boddhisattva Sadapaributha )
-
Nyorai Jinriki ( Kekuatan gaib sang Tathagata )
-
Zokurui (Akhir Pesamuan )
-
Yakuo Bosatsu Honji (Yerbuatan masa lampar+ Bodhisattva BaisvUjaraja )
-
24. Myoon Bosatsu (Bodhi.sattva (fadga.svara)
-
Kanzeon Bosatsu Fumon (Gerbang Semesta Boddhisattva Avalokitesvara )
-
Darani ( Mantram dharani )
-
Myoshogonno Honji (Perbuatan masa lampau Raja Cahaya Gemilang)
-
Fugen Bosatsu Kambotsu (Nasihat Boddhisattva Samantabadra )
3 jenis bunga teratai
- Teratai putih (pundarika)
- Teratai merah (paduma)
- Teratai biru (uppala)
Pancasila buddhis (5 peraturan/pegangan/pedoman hidup bagi umat buddha)
- Panatipata Veramani Sikkhapadang Samadiyami artinya kami bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
- Adinnadana Veramani Sikkhapadang Samadiyami artinya kami bertekad melatih diri menghindari mengambil ataupun menggunakan barang yang bukan miliknya.
- Kamesumicchacara Veramani Sikkhapadam Samadiyami artinya kami bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusila.
- Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami artinya kami bertekad melatih diri menghindari perkataan yang tidak benar.
- Suramerayamajjapamadatthana Veramani Sikhapadang Samadiyami artinya kami bertekad melatih diri menghindari makanan dan minuman yang menimbulkan lemahnya kewaspadaan.
SEJARAH AGAMA BUDDHA NICIREN SYOSYU DI INDONESIA
Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit di abad ke-15, agama Buddha yang pernah mengalami masa kejayaan di Nusantara pada abad-abad yang lampau seolah tertidur dengan nyenyak sampai abad ke-20. keberadaan Agama Buddha di Nusantara selama abad 15 s/d 20 adalah antara ada dan tiada. Semenjak tahun 30-an mulai berdiri organisasi Sam Kauw Hwee yang bertujuan mempelajari ketiga ajaran : Kongfucu, Lautze dan Buddhisme; dan perhimpunan teosofi, serta organisasi agama Buddha. Dari organisasi ini lahir para penganut agama Buddha.
Ditahun 1956 seorang pemuda Indonesia di tahbiskan menjadi Bhikku di Burma, beliau adalah Bhikku Ashin Jinarakkhita, yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan Agama Buddha di Indonesia.
Jika menengok 50 tahun yang silam, keadaan Agama Buddha di Indonesia tak terlintas sedikit juga dalam benak kebanyakan orang, bahwa agama Buddha akan berkembang dengan pesat dan mampu mensejajarkan diri dengan agama-agama lainnya. Pada waktu itu umat Buddha hanyalah segelintir orang, dan kebanyakan dari mereka lebih suka mengaku sebagai penghayat ajaran nenek moyang atau penganut teosofi dari pada mengaku beragama Buddha. Kalaupun mengaku beragama Buddha sukar bagi mereka untuk mengungkapkan ajaran sang Buddha karena dapat dikatakan hampir tak ada tempat peribadatan khusus untuk memepelajari agama Buddha.
Lahirnya Orde Baru dengan tekad melaksanakan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945 ( UUD 45 ) secara murni dan konsekuen membawa iklim yang menyegarkan bagi pertumbuhan disegala bidang kehidupan, termasuk kehidupan beragama. Dalam iklim Orde Baru ini secara perlahan tapi pasti agama Buddha, termasuk Agama Buddha Niciren Syosyu kian bertumbuh dan berkembang. Tempat – tempat pertemuan, cetya-cetya dan vihara-vihara mulai dibuka dan mulai menampakkan gairah hidupnya dalam masyarakat.
Dua puluh tahun setelah Orde Baru lahirlah Agama Buddha NSI ( Niciren Syosyu Indonesia ) “ 28 Oktober 1964”, yang telah mampu mewakilkan gambaran Agama Buddha sebagai agama yang dinamis, sanggup menjadi motivator dalam pembangunan dan cukup tanggap terhadap situasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. yang saat itu penganutnya sudah merata hampir di seluruh Nusantara.
Citra agama Buddha sebagai agama yang eksklusif, tidak mau dan tidak mampu berpartisifasi dalam masyarakat, hanya dianut oleh golongan tertentu dalam masyarakat Indonesia ( Golongan Orang keturunan / Tionghoa ), sedikit demi sedikit pupus dengan kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh NSI ( Niciren Syosyu Indonesia ), seperti : Karya Bakti, penampilan kelompok kesenian pada berbagai kesempatan, pemasyarakatan P4, Donor Darah, Sumbangsih dan lain sebagainya.
Pusat Agama Buddha Niciren Syosyu adalah di Kuil Pusat Taisekiji, Jepang.
Agama Buddha Niciren Syosyu di Indonesia ( NSI ) agak berbeda dengan agama Buddha yang kita kenal, dalam upacara keagamaannya tidak memakai objek Patung / Rupang, akan tetapi memakai objek sebagai focus yaitu Gohonzon dengan menyebut Nam – myoho – renge – kyo. Objek dalam Agama Buddha NSI ( Gohonzon ) tidak diekspos / dimediakan sehingga sampai saat ini masyarakat Indonesia belum tahu bahwa ada agama Buddha yang tidak memakai objek patung dalam Vihara – viharanya, yang saat ini masyarakat awam menganggap bahwa agama yang menyembah patung / rupang ( berhala ) adalah agama Buddha.
Tahun – tahun permulaan
Di tahun 1965an, Agama Buddha NSI mulai dikenal oleh sebagian kecil masyarakat Tionghoa totok Jakarta sebagai agama Buddha Jepang yang sanggup merombak nasib.. Karena itu lewat mulut ke mulut ajaran ini ( hukum Nammyohorengekyo ) disiarkan kepada sanak saudara, kenalan dan tetangga, sehingga akhirnya terbentuk sekumpulan orang tionghoa totok yang beragama Buddha.
Sesuai dengan golongan orang yang menganut, maka pertemuan ( proses belajar ) juga diwarnai dengan suasana ketionghoaan yang amat kental. Penjelasan pelajaran sering menggunakan bahasa tionghoa, begitupun panggilan kekerabatan antar umat. Tak pernah terlintas sedikit jua dibenak para penganut pada saat itu bahwa kelak mayoritas umat NSI adalah penduduk pedesaan, mengingat jangankan orang pribumi, orang tionghoa peranakan saja merasa asing jika hadir ditengah suasana demikian. Suasana jepang pun mengambil bagian dalam pertemuan. Pada awal dan akhir pertemuan para peserta menyanyikan lagu-lagu dari jepang dan salah seorang peserta memimpin lagu tersebut dengan menggerakkan kipas kian kemari. Kebiasaan serupa ini ditularkan dari Himpunan Niciren Syosyu yang ada di Jepang, mengingat orang-orang yang memperkenalkan Ajaran ini ( Gohonzon ) berasal dari sana.
System organisasi serta sebutan para pemimpin juga mengikuti Himpunan Niciren Syosyu yang ada di Jepang saat itu. Misalnya pembinaan umat yang dikelompokkan dalam 4 bagian, yaitu bagian Bapak, Ibu, Pemuda / pemudi dan anak – anak. Sejalan dengan pertumbuhan organisasi NSI di tengah – tengah masyarakat Indonesia, system yang diserap dari luar negeri ini sedikit demi sedikit disesuaikan dengan keadaan di negara kita.
Ditahun – tahu permulaan pelajaran agama Buddha yang diberikan adalah amatlah sederhana. Yang paling penting adalah pelaksanakan Gongyo ( pembacaan sutera sang Buddha ) dan Daimoku ( penyebutan Nammyohorengekyo berulang – ulang untuk memunculkan jiwa Buddha yang ada dalam diri uamt manusia ), serta menyiarkan karunia Gohonzon yang telah dirasakan. Isi pertemuan sebagaian besar adalah cerita pengalaman tentang karunia gohonzon bagi pribadi, sehingga terasa sangat teoritis. Dan pada jangka waktu tertentu diadakan ujian agama Buddha. Bagi yang menguasai pelajaran yang amat mendalam di beri gelar professor. Dari sini berkembanglah ajaran ini menyebar sampai pedesaan dan luar kota.
Jalan himpunan akan tetap statis sampai kapan pun jika tidak ada pemberi arah gerak langkah yang akan dituju. Himpunan Niciren Syosyu mengemban tugas dari sang Buddha Niciren Daisyonin untuk memberitahu hukum Agung Nammyohorengekyo kepada umat manusia dimasa mutakhir Dharma ini, sehingga akan ada orang yang melaksanakan tugas memberi arah pada himpunan agar penyebarluasan Hukum Nammyohorengekyo dapat berjalan dengan baik. NSI yang juga mengemban tugas sang Buddha itu tentu mempunyai pimpinan sesuai dengan tugas yang diemban. Bapak Senosoenoto, ketua umum yang pertama adalah orang yang bertugas memberi arah pada Himpunan NSI.
Icinen ( Semangat hati kepercayaan ) seorang manusia untuk merombak nasib bangsanya memang mampu menggetarkan seluruh alam semesta. Icinen Senosoenoto untuk mengubah nasib bangsa memang menjadi nyata. Hingga saat ini semua pembangunan yang dilakukan, seperti pembangunan balai pusat, kompleks Vihara Sadaparibhuta, balai- balai wilayah, vihara – vihara, cetya –cetya, beserta sarana lainnya dilakukan oleh NSI secara swadaya. Tak sedikit pun kita harapkan dana bantuan dari luar. Dan memang NSI mampu melakukannya.
PERJUANGAN, MEMBUKTIKAN IDENTITAS SEBAGAI AGAMA BUDDHA YANG UNIVERSAL
Di tahun 1965, dibawah pimpinan Bapak Senosoenoto ( Ketua Umum yang pertama ) agama Buddha Niciren Syosyu di Indonesia mulai menunjukkan pamornya. Secara bertahap, selangkah demi selangkah beliau memberikan arah untuk himpunan.
Langkah awal kepemimpinannya adalah menyadarkan para umat tentang kehadiran mereka di bumi Indonesia. Para umat yang kebanyakan tinggal di daerah kota itu tak menyadari bahwa sebenarnya mereka hidup dalam lingkungan yang amat sempit, sehingga dapat diumpamakan sebagai katak dalam tempurung. Pusat pertemuan dipindahkan dari Jalan Jakarta, di daerah kota ke Jalan Padang, daerah Manggarai. Dengan demikian para umat yang kebanyakan bermukim didaerah kota mulai mengenal daerah di luar lingkungan tempat tinggalnya. Pada mulanya para umat merasa berkeberatan, mengingat daerah Manggarai ini masih merupakan daerah yang cukup rawan, terletak jauh dari pusat kota dan sulit dijangkau dengan kendaraan umum. Tetapi karena tujuan memindahkan tempat pertemuan ini memang luhur, maka para umat ingin berusaha untuk akan datang kesana. Sesuai dengan petunjuk sang Buddha bahwa sarana akan menunjang tujuan yang luhur, maka pemerintah juga mnyediakan berbagai sarana di daerah Manggarai yang memudahkan para umat, seperti terminal bis dibangun di muka jalan padang, route bis dari Kota ke Cililitan melalui Manggarai, lampu- lampu di pasang untuk menerangi jalan, dan lain sebagainya.
Sedikit demi sedikit umat kian bertambah dan membuat tempat- tempat pertemuan semakin banyak. Hal ini menarik perhatian masyarakat dan pemerintah. Dalam pandangan mereka agama Buddha Niciren Syosyu adalah agama Jepang yang dianut oleh golongan tertentu, dan tidak termasuk dalam agama Buddha karena memiliki tradisi yang lain dari pada agama Buddha yang selama ini dikenal masyarakat. Hal ini menyebabkan para pimpinan kita di berbagai daerah kerapkali oleh pihak kejaksaan atau kepolisian untuk ditanya mengenai apa sebenarnya agama Niciren Syosyu itu. Bahkan Bapak Ketua umum Senosoenoto pernah diminta untuk membuktikan bahwa beliau seorang pribumi oleh pihak imigrasi karena dalam paspornya tertulis agama yang dianut adalah agama Buddha. Semua pertanyaan ini merupakan tantangan bagi umat NSI untuk membuktikan bahwa NSI adalah benar- benar agama Buddha Mahayana yang berlaku secara universal dan bukan agama Jepang.
Para umat diajak untuk mencintai tanah tempat tinggalnya berdasarkan pelajaran agama Buddha, sehingga mereka tidak merasa berkeberatan untuk menggunakan bahasa Indonesia di dalam pertemuan, dan juga mau mempelajari kesenian – kesenian daerah, seperti angklung, arumba, tari – tarian, gamelan. Semangat umat dalam mempelajari kesenian cukup tinggi dan berkesinambungan sehingga kelompok kesenian yang ada dalam tubuh NSI banyak yang telah berusia cukup tua.
Untuk memenuhi kebutuhan umat akan pelajaran maka semenjak Oktober 1974 diterbitkanlah satu majalah stensilan yang berisi pelajaran agama Buddha dan pengalaman umat dengan nama Warta Sosyibu. Walau wujud majalah itu amat sederhana namun mencerminkan semangat serta ketulusan hati para umat NSI. Di tahun 1975 Warta Syosyibu berganti dengan nama Hikmat Bunga Teratai, karena nama ini dirasakan lebih sesuai. Wajah Hikmat Bunga Teratai yang stensilan itu berubah menjadi majalah dengan kulit muka yang apik dan pengetikan isinya dengan komposer mulai awal tahun 1977. sejalan dengan perkembangan NSI, di tahun 1979 nama Prajna Pundarika yang artinya tidak berbeda dengan hikmat bunga teratai menggantikan nama itu. Untuk perbaikan – perbaikan isi majalah baik dalam hal pengetahuan maupun ajaran Prajna Pudarika berganti nama dengan nama Majalah yaitu Buletin sampai tahun 1994. di tahun 1994 majalah ini pun menganti nama dengan nama Samantabadra hingga saat ini. Samantabadra tetap setia hadir setiap bulannya ketangan pembaca.
Pesta kesenian pertama pada bulan April 1976 merupakan langkah permulaan bagi kemajuan NSI ditahun – tahun berikutnya. Hanya dengan persiapan sekitar setengah bulan para umat NSI berani mengadakan pesta kesenian dalam rangka perayaan hari Kartini. Dampak perayaan Hari Kartini ini bagi himpunan sangat besar, banyak keluarga anggota disyakubuku (diajak ) melaui pesta ini, begitupun penerimaan Gohonzon secara berangsur kian bertambah. Pertemuan – pertemuan umum menjadi ramai sekali. Pertemuan Bapak bisa mencapai 300 peserta, padahal 2-3 tahun sebelumnya jumlah yang hadir dapat dihitung dengan jari kaki dan tangan. Dan dengan adanya pesta kesenian itu tampak pula NSI sebagai satu sekte agama Buddha yang mempunyai kepribadian Nasional.
Tahun berikutnya, 1977, pesta kesenian diselenggarakan oleh masing – masing daerah ( ketika itu ada 8 daerah di wilayah Jabotabek ) di gedung studi V RRI. Selain pementasan kesenian, juga dibacakan karya tulis tentang pelajaran agama Buddha dan menceritakan pengalaman tentang karunia dari Gohonzon. Dengan adanya perayaan ini para umat kian mempertebal keyakinannya terhadap Gohonzon dan menyebarluasan Dharma juga semakin pesat.
Kesuksesan dari pesta kebudayaan perdaerah itu membuat loncatan besar dalam perayaan pesta kebudayaan serupa pada tahun berikutnya. Tahun 1978 NSI merayakan Hari Tri Suci Waisak dibalai sidang senayan, Bapak Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, Bapak Gde Puja MA., hadir pada kesempatan itu. Selain para umat yang berasal dari berbagai daerah ditanh air, hadir juga kawan – kawan sekepercayaan kita yang berasal dari Jepang. Malam kesenian itu sungguh sukses, 5000 orang penonton memenuhi Balai Sidang sampai ketangga – tangganya, sedang para pemain sekitar 1000 orang dengan sabar menanti diluar.
Peningkatan dalam pesta kebudayaan terus terjadi. MenteriAgama RI, Bapak H. Alamsyah Ratuperwiranegara berkenan hadir pada malam kekeluargaan NSI ditahun 1979. Umat yang terlibat dalam pementasan juga kian bertambah. Ditahun 1979 itu penonton sebagian besar terlibat sebagai pemain group pelangi. Dan sukses juga kembali diraih.
Kesuksesan yang selalu NSI alami dari pesta – pesta kebudayaan yang diselenggarakan bukanlah karena kehebatan manusia yang mengorganisirnya atau kepandaian para pimpinan NSI, melainkan hanya karena kekuatan dari Gohonzon dan ketulusan kepercayaan para umat. Untuk kesuksesan pesta – pesta kebudayaan itu para umat meningkatkan Daimoku ( penyebutan Mantera Agung Nammyohorengekyo ) selain berlatih kesenian. Bahkan menjelang saat – saat pementasan para umat melakukan Daimoku secara bergantian selama 24 jam penuh. Hal ini sulit dipercaya dan sulit dimengerti, tetapi demikianlah adanya.
Keikutsertaan NSI dalam percaturan agama Buddha diIndonesia di mulai dengan ikutsertanya dalam Musyawarah Agama Buddha di Lawang, Jawa Timur pada tanggal 12-14 Maret 1976. tahun berikutnya, tepatnya tanggal 13 Agustus 1977 Bapak ketua umum NSI, Senosoenoto atau biasa dipanggil dengan sebutan bapak Seno menjadi sekretaris Jendral Majelis Agung Agama Buddha Indonesia. Dan pesamuan agung MABI pertama tanggal 12-13 Nopember 1977 diselenggarakan di Vihara Sadapaributha I, megamendung . dari pesamuan itu kelihatan umat Buddha sekte lain mulai menyegani NSI. Ketiga MABI mengadakan pertemuan dengan Menteri Agama RI, Bapak H. Alamsyah Ratuperwiranegara, kembali Megamendung digunakan sebagai tempat untuk bertemu. Dan hari itu, 12 Mei 1978 juga sekaligus merupakan hari resmi digunakannya Vihara Sadaparibhuta II. ( Megamendung adalah pusat pelajaran umat Niciren Syosyu yang terletak di Desa Megamendung, kel. Megamendung, Kec Megamendung Kab. Bogor, Jawa Barat ).
Atas bantuan pihak pemerintah, di tahun 1979 terbentuklah suatu wadah tunggal agama Buddha, yaitu WALUBI, yang beranggotakan 3 sangha dan 7 Majelis, yaitu :
-
Sangha Agung Indonesia
-
Sangha Theravada Indonesia
-
Sangha Mahayana Indonesia
-
Majelis Buddhayana Indonesia ( MBI )
-
Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia ( MAPANBUDI )
-
Majelis Dharma Duta Kasogatan Indonesia
-
Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia ( MAPANBUMI )
-
Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia ( NSI )
-
Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia
-
Majelis Rohaniawan Tri Dharma Seluruh Indonesia
Dengan ketua umumnya Bapak Soeparto H.S, dan anggota DPP yang terdiri dari para pimpinan majelis yang tergabung didalamnya.
Di tahun 1982 WALUBI mengadakan kongres Istimewa dengan tujuan menyempurnakan AD dan ART serta memilih personalia DPP yang baru. Pada kongres Istimewa di bulan Februari 1982 ini Bapak Soemantri M.S. dipercayakan sebagai ketua umum ( Ibu Siti Hartati Murdaya ) dengan bapak Senosoenoto sebagai sekretaris jendralnya. Dan semenjak itu pula kantor Sekretariat WALUBI bertempat di Jalan Padang No. 30.
Semenjak kepemimpinan yang baru ini WALUBI mulai menunjukkan kiprahnya sebagai wadah tunggal umat Buddha diIndonesia, WALUBI mempunyai kedudukan sederajat dengan organisasi yang mewakili umat beragama di Indonesia, yaitu Majelis Ulama Indonesia ( MUI ), Majelis Agung Wali Gereja di Indonesia ( MAWI ), persatuan Gereja – gereja di Indonesia ( PGI ) dan Parisadha Hindu Dharma Pusat ( PHDP ). Kelima Majelis agama ini tergabung dalam satu wadah, yaitu wadah Musyawarah antar umat beragama yang singkatnya disebut sebagai Wadah Musyawarah. Dalam forum Musyawarah ini WALUBI menyuarakan pandangan agama Buddha mengenai berbagai masalah nasional yang perlu dicarikan pemecahannya.dari penampilan WALUBI dalam berbagai forum dapatlah dinilai bahwa WALUBI yang usianya amatlah muda dibandingkan dengan lainnya dapat memberikan masukkan sesuai yang diharapkan.
Terbentuknya WALUBI merupakan satu peristiwa nasional yang menggembirakan banyak pihak, baik pemerintah maupun umat beragama Buddha, karena selama WALUBI belum terbentuk sering terjadi kericuhan antar para pimpinan sekte-sekte umat Buddha lain di luar NSI. Dengan adanya WALUBI yang merupakan federasi dari Majelis-majelis agama Buddha dan sangha – sangha yang ada di Indonesia di harapkan tidak ada lagi kesalahpahaman yang tidak menguntungkan pihak manapun ini. Semua pimpinan dari berbagai sekte dapat berkumpul dapat rukun di Megamendung ketika diadakan Musyawarah Intern umat beragama Buddha di Vihara Sadapaributha, Megamendung, dari tanggal 14 sampai dengan 16 Desember 1979.
Kegiatan demi kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh anggota NSI dari tahun ke tahun, dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya, merupakan satu rangkaian perjuangan yang akhirnya menjernihkan segala kesalahpahaman tentang NSI. Berkat perjuangan itu pemerintah dan sekte – sekte agama Buddha lain di luar NSI dapat mengerti bahwa NSI betul – betul agama Buddha Aliran Mahayana.
Di dalam Gosyo, Nichiren Daishonin memberikan garis bawah ada Sepuluh Dunia.
Nichiren menyatakan :
“Ketika kita melihat dari waktu ke waktu perubahan muka seseorang, kita mendapatkan dia kadang bergembira, kadang sedih, kadang marah dan kadang tenang juga kadang serakah,
kebodohan, nafsu, muncul. Marah adalah dunia Neraka, Serakah adalah Dunia Kelaparan, Kebodohan adalah Dunia binatang, berlaku jahat dan kejam adalah Dunia Kemarahan. Kegembiraan adalah Dunia Surga, dan Ketenangan adalah dunia Manusia. Dunia-dunia diatas, berjumlah 6 buah, adalah tampilan fisik muka manusia, 4 dunia yang lain tersembunyi di dalam diri manusia, tidak muncul dalam muka/penampilan, tapi kalau kita
memperhatikan dengan seksama, kita bisa mengatakan bahwa mereka itu ada.”
(MWN vol 1,p.52)
Nichiren Daishonin juga mengemukakan :
Fakta kalau semua benda di dunia ini adalah bersifat sementara, menjadi kecemasan tersendiri. Bukankah 10 Dunia ini ada di dalam Dunia Manusia?
Bahkan seorang Penjahat kelas berat mencintai anak-istrinya. Dia juga memiliki sebagian dari Dunia Bodhisattva. Dunia Buddha adalah yang paling sulit ditunjukkan. Tapi sejak manusia mempunyai sifat-sifat dari 9 Dunia, maka masing masing manusia juga memiliki bagian dari dunia Buddha juga tanpa keraguan Seperti ditunjukkan dari tulisan diatas, 10 dunia adalah variasi aspek dari kehidupan manusia. Sekarang mari kita tela’ah lebih
jauh keberadaan di 10 Dunia.
Dunia Neraka
Neraka menandakan suatu kondisi yang didominasi oleh keinginan untuk menghancurkan diri dan orang lain, Kemarahan adalah kekuatan yang dominan. dalam dunia ini, tidak ada
kebebasan, hanya ada penderitaan luar biasa yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata.
Dunia Kelaparan
Lapar adalah suatu kondisi seseorang memerlukan makanan, pakaian, kekayaan, kesenangan, popularitas, kekuatan dan selanjutnya. Dalam kondisi ini seseorang tersiksa oleh kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya dan nafsunya
Dunia Kebinatangan
Kondisi Binatang adalah dikendalikan oleh insting dan takmempunyai moral. Dalam Gosyo, Shushi Shin, (Bagian Guru dan Orang Tua) menggambarkan kondisi Dunia Binatang seperti
berikut : “ Yang pendek di telan oleh yang panjang, yang kecil dimakan oleh yang besar, makan memakan tanpa berhenti.”Manusia yang berada dalam kondisi ini takut dengan yang lebih kuat tapi menekan yang lemah dari dirinya sendiri.Dalam 3 kondisi Dunia, dari Neraka sampai Dunia Binatang,adalah kondisi dimana kita jarang sekali atau tidak berfungsi sebagai manusia, (meskipun kita terlahir menjadi manusia), 3 Dunia diatas disebut juga 3 dunia yang Jahat atau Buruk.
Dunia Kemarahan
Dalam keadaan Marah, seseorang di dominasi oleh egoisme dan individualis. Seorang dipaksa oleh kebutuhan untuk menjadi superior di dalam satu hal dan lain, menganggap diri paling hebat dan menghina dan meremehkan orang lain.Nichiren Daishonin dalam Jippokai Myoiga Sho (Hubungan sebabakibat dalam Sepuluh Dunia) melukiskannya demikian :Dalam Volume I dari Maka Shikan tertulis “Dia yang berada dalamdunia kemarahan, terpacu oleh keiinginan untuk menjadi terbaik dari siapapun, selamanya mengagungkan diri sendiri dan
merendahkan orang lain.Dia seperti elang yang mencari mangsa. Secara penampilan,
elang mempertunjukkan penuh kebajikan, kebenaran, kesopanan, kebijakan. Tapi di dalam hatinya, terdapat kemarahan.Bila dibandingkan dengan 3 Dunia diatas, ada sedikit kaitan dengan dunia manusia dalam Dunia Kemarahan. 4 Kondisi Dunia ini secara kolektif, disebut 4 Jalan Buruk / Jahat.
Dunia Manusia atau Ketenangan
Dalam Kondisi ini, seseorang dapat memberikan penilaian / judgment yang adil, mengendalikan instinct, nafsu dengan pikiran dan bisa menciptakan kehidupan yang harmonis dengan lingkungannya.
Dunia Surga
Kondisi ini menandakan suatu rasa senang bila seseorang mendapatkan apa yang diinginkannya. Meskipun demikian, kesenangan di Dunia Surga adalah sementara dan menghilang sesuai dengan waktu, atau karena perubahan lingkungan.Kondisi-kondisi dari Neraka sampai Surga adalah 6 Dunia, sebagian besar orang menghabiskan waktu mereka bergerak dan beraktifitas bolak-balik di dalam 6 Dunia diatas. Dalam
kondisi2 ini, mudah berubah-ubah karena terpengaruh oleh perubahan keadaan lingkungan.
Dunia Sravaka (Belajar)
Belajar adalah kondisi dimana seseorang tersadar akan ketidakkekalan dari seluruh benda dan percaya dengan perubahan dan ketidakstabilan 6 dunia diatas. Dan oleh sebab
itu, mencari kebenaran yang permanen. Orang-orang di dunia ini belajar untuk mengubah dirinya dari ajaran orang lain. Orang-orang di dunia ini adlaah orang-orang yang mendengar dan belajar dari Buddha yaitu 4 Kebenaran Utama. Dan mempraktekkan 8 Jalan Tengah (8 Mata Angin) untuk mendapatkan kebebasan dari Keinginan Dunia. Ini terdapat
dalam Hinayana Budhism, Kondisi kehidupan di dunia ini bebas dari kemarahan, benci, kebodohan, keraguan, kebejatan moral.Secara umum, seseorang yang hidup di kondisi ini. Mencapai penerangan, setelah belajar dari orang lain. Meskipun demikian, ego dan pemikiran arrogan meskipun tersembunyi masih ada dalam menghadapi kehidupan.
Dunia Kesadaran / Penyerapan
Adalah Kondisi dimana seseorang memahami ketidakkekalan dari segala fenomena dan berjuang untuk membebaskan dirinya dari penderitaan yang ada didalam 6 Kondisi/Dunia diatas dengan cara mencari kebenaran sejati yang kekal, melalui pengamatan dan usaha. Orang-orang di dunia ini mencapai sejenis kebebasan dengan memahami 12 hubungan sebab musabab yang saling berkaitan, dan mengamati hukum alam semesta.
Dalam kata lain, dia mengerti Hukum Sebab Akibat dalam kehidupan di alam semesta. Karena kondisi kehidupan seseorang mencapai, memahami dan menemukan kebenaran dalam alam semesta ini setelah begitu banyak berlatih, berpikir dan usaha, maka kebijakan yang didapat lebih dalam dan tinggi dibanding yang didapat dari Dunia Belajar.
Definisi dari kedua Dunia Belajar & Realisasi dalam aliran Hinayana
Realisasi dan Belajar, sering berubah menjadi arogansi, karena orang-orang di dunia ini bisa menjadi keras kepala terikat dengan ajaran/pemikiran sendiri dengan sudut pandang yang terbatas. Belajar dan Realisasi dikenal dengan 2 kendaraan. Dalam 2 Dunia / Kendaran ini bermukim orang-orang yang mencari keselamatan diri sendiri melalui latihan, belajar dan usaha.
Dunia Bodhisattva
Di dalam Dunia ini, tidak hanya berkeingingan untuk mencari penerangan sendiri, tapi juga mencurahkan diri sendiri untuk membantu orang lain karena rasa welas asih terhadap semua mahkluk.
Kateristik dari Bodhisattva lahir dari dedikasinya untuk mementingkan orang lain. Di dalam Gosyo, “Sebab Akibat dari 10 Kondisi kehidupan” dinyatakan Sebagai berikut :
“Yang termasuk dalam Bodhisattva adalah tinggal diantara orang-orang di dalam 6 Dunia, (dari neraka, lapar, binatang, marah, manusia, surga), merendahkan diri sendiri dan menghormati orang lain. Mereka mencabut penderitaan orang lain untuk dirinya sendiri dan memberikan kebahagiaan untuk orang lain. Kehidupan mereka ditandai dengan karakter yang mempunyai keinginan yang kuat untuk menolong orang-orang yang menderita.
Dunia Buddha
Dunia ini adalah dunia yang tertinggi diantara 10 Dunia. Kondisi Dunia ini adalah dilukiskan sebagai kebebasan/kemerdekaan yang absolut, dimana seseorang menikmati kebijakan untuk diri sendiri dan orang lain, kemampuna untuk melepaskan diri dari penderitaan.
Nichiren Daishonin menyatakan : “ke-Buddha-an adalah kondisi yang paling sulit digambarkan. Menjelaskan kondisi kehidupan juga sangat sulit. Bhikkhu tertinggi ke-26 mengatakan Keyakinan terhadap Lotus Sutra adalah Dunia Buddha”
Maka dari itu, determinasi, keinginan yang sangat kuat untuk yakin, belajar dan praktek dalam Gohonzon adalah manifestasi ke-Buddha-an.
Kondisi kehidupan yang menakjubkan ini, menekankan juga pada keinginan untuk tidak hanya mementingkan diri sendiri, tapi membantu orang lain (Bodhisattva), yang menderita untuk orang lain untuk menolong orang lain dan mengubah nasib hidup
mereka. Ini adalah Buddhism sejati yang mendemonstrasikan bagaimana untuk menolong orang lain untuk membangkitkanjiwa Buddha dari dalam dirinya sendiri.
RIWAYAT HIDUP BUDDHA POKOK
NICIREN DAISYONIN (NICHIREN DAISHONIN)
“Tiada Kekuatan dan welas asih kepercayaan begitu cemerlang terwujud seperti dalam kelakuan Buddha Nichiren Daishonin yang menerima tugas ini untuk membawa keselamatan umat manusia, sekalipun harus dengan mengorbankan jiwa Beliau sendiri.”
Kelahiran Buddha Pokok Masa Akhir Dharma Nichiren Daishonin
Patung Buddha Pokok Nichiren Daishonin di Kuil Tanjoji
Nichiren Daishonin dilahirkan disebuah keluarga miskin dari keluarga Candala.” Candala adalah kelas terendah dalam masyarakat india. Keluarga Nichiren berasal dari kalangan miskin para nelayan di Propinsi Awa (sekarang Pref.Chiba). Sebelum Nichiren Daishonin lahir ke dunia saha ini, ada beberapa kejadian gaib yang dialami oleh ayahanda dan ibundanya.
Ibunda Nichiren Daishonin mengalami mimpi yang gaib sebelum mengandung. Beliau bermimpi “Beliau duduk di atas gunung Hiei dimana terdapat Kuil Utama Tendai berada. Kemudian ia mencuci tangannya dengan air telaga Biwa. Ketika matahari muncul dari Timur di balik Gunung Fuji, ia dapat menimang matahari tersebut didalam pangkuan tangannya.
Terpesona oleh mimpinya, kemudian Ibunda Nichiren Daishonin menceritakan hal itu kepada suaminya. Ternyata, sang suami juga mendapat mimpi yang luar biasa. Ia bermimpi tentang “Bodhisatva Kokuzo yang menwakili kebajikan di alam semesta ini, muncul di hadapannya. Bodhisatva Kokuzo mengatakan kepada ayahanda Niciren Daisyonin bahwa anak laki-laki ini adalah Bodhisatva Jogyo, yang diramalkan akan menjadi pemimpin besar untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Bodhisatva Kokuzo berkata, ” Saya akan memberikan anak yang baik ini kepada Anda,” setelah berkata demikian Bodhisatva tersebut menghilang.
Setelah mimpi-mimpi yang dialami oleh Ayanda dan Ibunda Nichiren Daishonin itu, tidak lama kemudian Ibunda Nichiren Daishonin mengandung.
Sehari sebelum Nichiren Daishonin dilahirkan, Umegiku-nyo juga mengalami mimpi yang gaib, “Setangkai bunga teratai biru mekar dengan menyebarkan air suci, seorang bayi terdapat di dalam bunga teratai tersebut sambil memandikan air suci tadi. Tumpahan air suci jatuh menyentuh tanah yang seketika itu berubah warna menjadi kilau keemasan. Rumput-rumput dan pepohonan bermekaran. Kemudian terjadi sebuah keajaiban dimana bunga-bunga teratai berwarna biru bermunculan di tepi pantai, keadaan ini menimbulkan rasa suka cita kepada seluruh penduduk nelayan, karena ini menandakan akan terjadi sesuatu yang baik. Semua kejadian ini merupakan pelambang akan lahirnya Buddha Pokok Masa Akhir Dharma Nichiren Daishonin.
Beberapa hari setelah kelahiran Nichiren, Ayahnya menemukan sebuah sumber mata air yang muncul tidak jauh dari halaman rumahnya, sebuah keanehan yang langka karena rumah tersebut terletak di tepi pantai. Air yang muncul itu digunakan untuk keperluan mandi Nichiren.
Nichiren Daishonin dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1222, pada saat permulaan Masa Akhir Dharma untuk membuktikan ramalan Sang Buddha Sakyamuni. Tempat kelahirannya di Kominato, sebuah desa nelayan di pantai timur propinsi Awa (sekarang kabupaten Ciba, terletak di sebelah tenggara dari Tokyo). Pada masa kecilnya Beliau bernama “Zennicimaro.” Ayahnya seorang nelayan bernama Mikuni No Tayu (Nikuna Syigetada), dan dikatakan bahwa beliau adalah keturunan samurai yang telah diasingkan ketempat itu karena alasan politik.
Tanggal kelahiran Nichiren Daishonin, 16 Februari mempunyai hubungan yang gaib dengan ajaran Sang Buddha Sakyamuni karena Buddha Sakyamuni moksa pada tangggal 15 Februari. Nichiren Daishonin yang waktu itu bernama Zennichimaro dibesarkan ditempat kelahiran sampai berumur 12 tahun, ketika Beliau meninggalkan rumah untuk belajar Agama Buddha dekat kuil Seichoji.
KuilSeichoji
Kuil Seichoji digabung dengan sekte Tien Tai, maka itu Zennichimaro mempelajari Hukumnya seperti ajaran-ajaran sekte Shingon, sekolah utama agama Buddha lain pada waktu itu, dibawah bimbingan Dozenbo, Ketua Bhiksu dari Kuil itu.
Di Kuil itu, nama kanak-kanak Beliau diganti dari Zennichimaro menjadi Yakuomaro. Selagi menuntut pelajarannya, segala macam pertanyaan memenuhi benaknya. Mengapa bencana-bencana melanda negeri ini dengan begitu sering dalam tahun-tahun ini ? Mengapa tentara Kaisar dari bekas Kaisar Gotoba dikalahkan pada tahun 1221, walaupun didoakan oleh sekte Tien Tai dan Shingon ?
Apakah mereka memegang ajaran-ajaran agung sesungguhnya yang dapat memberkahi umat manusia dan membangun suatu tanah perdamaian ? Tidakkah Tuhan telah melindungi kaisar-kaisar yang keturunan dewa matahari ? Pertanyaan-pertanyaan lain lebih pribadi sifatnya namun lebih universal wujudnya. Bagaimana Beliau dapat menemukan satu jalan untuk keselamatan umat manusia ? Sejak masa mudanya ia telah berharap untuk mengatasi masalah utama dari kehidupan dan kematian seperti ditulis dalam surat ‘Balasan kepada Myoho Ama.’
“Sejak masa kecil saya, Nichiren, telah belajar Agama Buddha dengan hanya satu pikiran dalam jiwa. Hidup sebagai seorang manusia adalah sementara. Seorang manusia menghembuskan napasnya terakhir dengan tiada harapan untuk menggambarkan dengan cara lain. Sekalipun embun yang timbul karena angin tidak cukup untuk menggambarkan hal-hal yang fana ini. Tak seorang pun, bijaksana atau bodoh, muda atau tua, dapat lari dari kematian. Harapan tunggal saya hanyalah untuk mengatasi misteri kekal abadi ini. Semua yang lain adalah persoalan kedua.”
Kuil Seichoji (Gbr.depan)
Dihalaman pemujaan Kuil, ada sebuah patung Bodhisatva Kokuzo. Dari umur 12 tahun sampai 16 tahun, Yakuomaro belajar dan bersamadhi. Pada tahun-tahun sesudahnya, Beliau mengingat kembali masa itu dan menulis “Mencari ajaran sejak masa kecil saya, pada usia 12 tahun, saya bersembahyang dihadapan Bodhisatva Kokuzo untuk menjadi orang yang paling bijaksana di Jepang.”
Beliau menambahkan bahwa Bodhisatva Kokuzo akhirnya telah menganugerahkan Beliau “Sebuah Permata Kebijaksanaan”, yaitu Beliau menyadari realita pokok jiwa dan alam semesta. Akan tetapi, untuk menjelaskan hal ini kepada orang-orang pada masa akhir dharma, Yakuomaro harus mensistimatiskan pandangan-pandangannya. Beliau harus mempertunjukkan satu keahlian yang tidak diragukan tentang ajaran-ajaran Sakyamuni, tafsiran-tafsiran dari guru Buddhis lain dan ajaran dari masing-masing sekte. Sejak ia mendapatkan penganugerahan tersebut Beliau menjadi mengerti seluruh doktrin agama Buddha.
Pada waktu Beliau mempelajari Agama Buddha, Beliau terutama menaruh perhatian pada ajaran menyesatkan yang berjumlah banyak dan pertentangan-pertentangan paham dalam Hukum penganut Agama Buddha. Beliau yakin bahwa seperti satu negara tidak dapat mengharapkan untuk makmur lebih daripada satu pimpinan, seharusnya ada satu Sutra yang terpenting diantara yang banyak, yang memegang posisi inti. Yakuomaro memutuskan untuk belajar lebih dalam dan mengatasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang ia telah pelajari.
Pada usai 16 tahun, Beliau memutuskan untuk diberkahi dan Beliau mengambil nama “Zesyobo Rencho.” Akan tetapi Beliau akhirnya tahu, Beliau tidak dapat menemukan seorangpun yang mempelajari terus hingga cukup dalam untuk menjawab persoalan yang beliau pertimbangkan. Kepustakaan yang terdapat di Kuil pegunungan jauh dari kecukupan. Banyak pertanyaan-pertanyaan ditanyakan kepada Beliau diarahkan kepada masalah pokok agama itu sendiri.
Pada tahun 1238, Rencho berusia 17 tahun. Beliau meninggalkan gurunya, Dozenbo dan pergi ke Kamakura untuk melanjutkan penelitiannya atas Sutra-Sutra Hukum Agama Buddha, dimana Beliau pelajari Hukum-Hukum Nembutsu (Jodo) dan sekte Zen. Akan tetapi, ibukota para Shogun masih merupakan sebuah kota baru dengan suatu tradisi dangkal Agama Buddha. Rencho harus kembali ke Seichoji dalam 4 tahun. Setelah melapor kembali ke Seichoji, beliau pergi lagi dalam tahun yang sama, kali ini pergi ke gunung Hiei, pusat sekte Tien Tai dan kemudian ke gunung Koya, tempat sekte Shingon, seperti juga kuil-kuil lain di Kyoto dan daerah Nara. Setelah kira-kira 10 tahun belajar segala macam ajaran Agama Buddha, Beliau sampai pada kesimpulan bahwa ajaran Agama Buddha sesungguhnya dapat ditemui dalam ajaran Saddharma Pundarika Sutra. Pada waktu itu Nichiren Daishonin menjelang usia 30 tahun. Ini, Beliau tahu adalah hati dari segala ajaran Buddha Sakyamuni. Sutra-Sutra lainnya adalah hanya tepat pada cara pengertian Saddharma Pundarika Sutra.
Terbakar oleh hasil-hasil ini, Beliau memperoleh kebaikan ketika mengunjungi pusat-pusat pengetahuan Agama Buddha. Rencho kembali ke Kuil Seichoji dari kampung halamannya pada awal tahun 1253. Gurunya Dozenbo, Gijobo dan Jokenbo serta orangtuanya gembira atas keselamatan Beliau kembali dan terkesan dengan perkembangan yang Beliau ciptakan. Pada pagi hari tanggal 21 April 1253, Rencho mengunci dirinya disebuah kamar di Syobucebo untuk bermeditasi selama seminggu.
Fajar Dari Hukum Agama Buddha Nichiren Daisyonin
Nichiren, bagaikan Sinar Surya yang akan melenyapkan segala Penderitaan manusia
Pada dinihari tanggal 28 April 1253, Rencho meninggalkan Kuil dan mendaki ke puncak bukit Kasagamori. Beliau memusatkan matanya pada cahaya emas lambat laun muncul di Timur. Seperti matahari melintasi cakrawala yang biru dari laut, Beliau menggosokkan tasbehnya dengan lembut dan menyebut “NAMMYOHORENGEKYO” tiga kali dalam suara yang lantang. Suara ini menwujudkan ajaran pokok Agama Buddha. Beliau telah berusia 32 tahun. Pada hari yang sama beliau mengambil nama Nichiren (Nichi = Matahari, Ren = Bunga Teratai).
Nichi atau Matahari, menunjukkan kenyataan bahwa prajna Nichiren Daishonin memancarkan cahaya keseluruh dunia untuk melenyapkan kegelapan umat manusia. Ren atau Bunga Teratai, menandaskan bahwa Daishonin muncul dengan satu kekotoran dan kesulitan yang menguasai dunia, untuk menghasilkan bunga-bunga yang tumbuh bersih dan kebahagiaan untuk berkembang kedepan dari hati seluruh umat manusia. Pagi itu tahun 1253 bukan hanya fajar yang lain, pagi itu adalah fajar era baru yang akan memaklumkan mulainya satu dunia revolusi pergerakan agama.
Pada siang harinya Rencho pergi mengemukakan ajarannya dihadapan gurunya, para senior, para bhikku lain dan penduduk yang telah berkumpul di taman Shobutsubo, satu Kuil penginapan Seichoji. Merasa tatapan mata mereka padanya, beliau memegang tasbehnya di kedua belah tangannya, sambil menggosoknya dengan lembut, Beliau menyebut “Nammyohorengekyo.” Ucapan ini mengejutkan seluruh yang hadir. Untuk pertama mereka mendengar ini dalam hidupnya. Pada mulanya mereka meragukan telinga mereka, tapi mereka mengetahui dengan jelas pada saat diulang kedua kalinya. Sebagian besar dari mereka tahu bahwa Myohorengekyo adalah judul dari Saddharma Pundarika Sutra.
Kemudian Nichiren Daishonin menyatakan bahwa tak satupun ajaran sebelum Saddharma Pundarika Sutra membabarkan kesadaran Buddha dan bahwa seluruh sekte yang berdasarkan ajaran-ajaran ini, adalah sesat. Selanjutnya Beliau menyatakan bahwa Saddharma Pundarika Sutra adalah ajaran tertinggi dari seluruh ajaran dan bahwa Nammyohorengekyo itu, adalah inti pokok Saddharma Pundarika Sutra dan hanya ajaran ini yang dapat membimbing umat manusia masa mutakhir dharma menuju kesadaran. Mengutip berbagai sutra dan ungkapan Hukum Agama Buddha., Nichiren Daishonin menyodorkan bukti yang tak dapat dibantah, bahwa banyak aliran (sekte) Agama Buddha dinegeri ini membimbing umat menuju kesengsaraan dan penderitaan.
Setelah Beliau menguraikan buktinya dengan jelas dan sempurna kepada hadirin, Beliau menyimpulkan bahwa ajaran ini seperti yang diramalkan oleh Buddha Sakyamuni, Maha Guru Tien Tai dan Dengyo yang akan tersebar luas di jaman Mutakhir Dharma tidak lain hanya Nammyohorengekyo, inti pokok Saddharma Pundarika Sutra.
Beberapa pendengar dapat memahami makna sebenarnya dari ceramah Nichiren Daishonin, tetapi mereka dengan gencar menolaknya, oleh karena Nichiren Daishonin dengan tegas menentang ajaran mereka. Deklarasi (pernyataan) Nichiren Daishonin keluar dari Icinennya untuk menyelamatkan seluruh umat manusia dari penderitaannya.
Tojo Kagenobu, penguasa wilayah itu dan warga ksatria Kamakura, adalah penganut sekte Nembutsu yang fanatik dan beliau marah mendengar sanggahan Nichiren Daishonin. Tojo Kagenobu berpendapat pengkhotbahan Nichiren Daishonin adalah satu kejadian yang memalukan terjadi di wilayah kekuasaannya. Beliau dengan segera mengkoordinir satu grup prajurit dan memimpin mereka ke Seichoji untuk menahan Nichiren Daishonin. Nichiren Daishonin dapat meloloskan diri dari serangan ini dengan bantuan gurunya Dozenbo, Gijobo dan Jokenbo. Nichiren Daishonin dibawa melalui sebuah jalan rahasia ke Kuil Regenji di luar daerah Tojo. Beliau mengetahui kejadian apa yang selanjutnya timbul, ketika Beliau membabarkan pendirian Hukum Agama Buddha Nichiren. Hal ini jelas dalam Bab Kanji ke 13, Saddharma Pundarika Sutra tertulis : “Banyak yang berpandangan sesat yang akan memfitnah dan menyerang kita (pelaksana Saddharma Pundarika Sutra) dengan tongkat, pedang dan batu ……………mereka akan mengadukan kita kepada para penguasa, menteri, kaum brahmana dan orang berpengaruh lainnya.”
Diusir dari tanah kelahirannya, Bhikku muda ini kini memutuskan untuk menuju ke daerah Kamakura, dimana Beliau bermaksud membawa suatu perombakan agama dengan mengajar Hukum Myoho di ibukota. Akan tetapi sebelum meninggalkan Kamakura, Nichiren Daishonin mengunjungi orang tuanya dan berhasil mengajak mereka menganut kepercayaan baru. Pada bulan Agustus 1253, Beliau mulai tinggal di sebuah pondok di suatu tempat yang disebut Matsubagayatsu di sebelah selatan Kamakura.
Dipondoknya dan dirumah-rumah penolong yang setia di Kamakura, Beliau mulai membabarkan tentang ajaran Saddharma Pundarika Sutra. Juga dalam berbagai kesempatan Beliau mengunjungi berbagai kuil di kota itu untuk berdebat dengan Ketua Bhikkunya. Beliau dengan tegas menentang kepercayaan sekte Nembutsu yang memutar balikkan bahwa harapan umat manusia menuju keselamatan di kehidupan mendatang dengan mengkhotbahkan bahwa orang-orang dapat mencapai tanah suci (Jodo) Buddha Amida setelah meninggal, jika mereka menyebut nama Buddha ini. Nichiren Daishonin mengajarkan bahwa ajaran Agama Buddha Nichiren tidak berdasarkan seperti pelarian atau ide-ide duniawi. Beliau juga membantah sekte Zen yang menolak sutra-sutra Buddha dan menyita kepentingan total kepada pelaksanaan meditasi dan latihan diri sendiri.
Penyerangan Nichiren Daishonin yang bersemangat terhadap kedua sekte ini, menyusahkan baik pemerintah yang berkuasa maupun pemuka-pemuka agama. Segera Nichiren Daishonin menjadi sasaran pemfitnahan. Namun demikian Beliau dengan tabah meneruskan perjuangan penyelamatan kebahagiaan umat manusia. Ini adalah permulaan tahun penyebaran bahwa Shijo Kingo, Toki Jonin, Ikegami Munenaka dan banyak orang awam lainnya telah menganut Agama Buddha yang sebenarnya.
Perombakan agama dicetuskan oleh Nichiren Daishonin ditujukan ke suatu perombakan dasar jiwa dan nasib setiap orang. Beliau berhadapan dengan setiap sekte yang ada waktu itu. Para sarjana sekte ini tidak hanya menemukan diri mereka keseluruhannya tidak dapat membuktikan bahwa Nichiren Daishonin bersalah, tetapi bahkan beberapa orang mulai meragukan ajaran-ajaran milik mereka sendiri. Selama masa itu dua bhiksu dari sekte Tien Tai telah menjadi murid-muridNya dan diberi nama Nissyo dan Nicire. Namun beberapa bhikku menjadi iri hati dan segan. Merubah taktik mereka, mereka mulai menghasut para penguasa agar Nichiren Daishonin diserang dan dikejar-kejar.
Awal tahun 1256, Jepang menderita serangkaian malapetaka besar yang dahsyat. Para pembunuh yang mengerikan, kabar angin bahwa pemberontakan dan serangkaian badai taufan yang tampaknya tiada akhir, banjir, musim kemarau yang kering, gempa bumi, penyerangan penyakit menular melalui rakyat di Kyoto dan Kamakura menjadi bahan pembicaraan yang mericuhkan, sebagai contoh pada bulan Agustus 1257, satu gempa bumi yang luar biasa dengan ganas menguncangkan Kamakura. Tebing-tebing bukit berguguran, kuil-kuil megah, gedung pemerintah, rumah-rumah serupa ini seluruhnya hancur rata dengan permukaan tanah. Api yang berkecamuk dengan tiba-tiba setelah gempa bumi selanjutnya menelan ratusan korban tambahan.
Pada tahun 1259 dan 1260 kelaparan menghebat melanda daratan ini dan bongkahan batu membinasakan umat manusia. Satu petunjuk betapa genting situasi itu, adalah kenyataan bahwa nama daerah itu dirubah 5 kali dalam setahun antara tahun 1256 dan 1261. Pada waktu itu orang Jepang berpandangan bahwa nama dipilih untuk satu daerah tertentu mempunyai pengaruh besar pada kemakmuran dan ada 2 alasan untuk merubah nama satu daerah, yang pertama ketika seseorang kaisar baru dinobatkan dan yang lain adalah ketika terjadi berbagai bencana. Contoh, ketika nama pilihan tidak beruntung. Dari kenyataan ini seseorang dapat dengan baik membayangkan kemantapan, penderitaan yang luar biasa harus dihadapi oleh rakyat. Dan hal ini tidak sukar untuk melihat mengapa mereka menjadi lesu, menandakan mereka sendiri kembali kepada satu hidup kemiskinan dan merindukan harapan mereka pada keselamatan di kehidupan mendatang.
Melihat kengerian sekitar Beliau dan mendengar tangisan orang-orang yang tertekan, Nichiren Daishonin tahu bahwa ini waktunya sebab pokok seluruhnya diperjelas ke setiap orang. Dalam bulan Pebruari 1258, Beliau pergi ke Kuil Jissoji di Iwanoto ( sekarang di daerah Shizuoka), memutuskan untuk membuat suatu penyelidikan yang seksama melalui sutra-sutra untuk menghimpun bukti tertulis yang tak berubah dari penyebab sebenarnya atas segala malapetaka ini. Selama menetap di Kuil Jissoji, Nichiren Daishonin berjumpa dengan seorang pembantu Bhikku yang berusia 13 tahun, Hokibo yang begitu terkesan dengan karakter agung Nichiren Daishonin, akhirnya ia minta ijin dari Ketua Bhikku di Jossoji untuk menjadi murid Nichiren Daishonin. Perjumpaan ini terbukti sungguh lebih bermakna, bagi Hokibo yang akhirnya mewarisi ajaran-ajaran Nichiren Daishonin sebagai pewaris yang disahkan Beliau dan menjadi Bhikku Tertinggi Ke II Nichiren Shoshu, Nikko Shonin.
Orang yang penuh kekuasaan di negeri itu pada waktu itu adalah Hojo Tokiyori, wakil raja pemerintah Kamakura, yang dahulu telah menobatkan dirinya sendiri di sebuah Kuil Zen.
Pada tanggal 16 Juli 1260, Nichiren Daishonin mengirimkan sebuah nasehat yang berjudul “Rissho Ankoku Ron “ ( Menegakkan suatu tanah perdamaian dengan Hukum Agama Buddha Nichiren Daisyonin) melalui kantor-kantor Yadoya Mitsunori. Nasehat ini dengan tegas menjelaskan bahwa penyebab malapetaka dan berbagai penderitaan adalah pemfitnahan orang-orang terhadap Hukum Sakti dan berkepercayaan pada ajaran-ajaran yang sesat. Sampai akhirnya pada pernyataan bahwa penyebab pemfitnahan secara menyeluruh adalah kepercayaan ajaran sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan harapan keselamatan hanya setelah kematian seseorang. Nichiren Daishonin menjelaskan bahwa agar membawa kecerahan pada rakyat, kepercayaan yang merusak ini harus disingkirkan dan menganut kebenaran Saddharma Pundarika Sutra. Untuk membuktikan tulisan-tulisannya, Beliau mengutip dari Sutra Konkomyo, Yakushi, Ninno dan Sutra Daishitsu.
Sutra-sutra ini menyebutkan secara menyeluruh dari ketujuh malapetaka yang akan menimpa setiap bangsa yang bertentangan dengan Agama Buddha Nichiren Daishonin. Dari ketujuh ini, lima hal telah terjadi di Jepang. Oleh karena itu Nichiren Daishonin meramalkan bahwa jika para penguasa terus menerus membelakangi Hukum Sakti, kedua malapetaka yang lainnya akan menyerang negeri ini. Hal ini adalah penyerbuan dari luar dan perang dalam negeri. Tapi pemerintah sama sekali menolak untuk mempertimbangkan kembali tulisan penting ini dan sekte-sekte lain mengamuk. Dengan dukungan Tojo Shigetoki, seorang pensiunan pengawai pemerintah yang masih berkuasa, yang menjadi pengikut Ryokan yang fanatik, Bhikku Ritsu yang terkenal, mereka merencanakan untuk menyingkirkan Nichiren Daishonin. Sekumpulan penganut Nembutsu merobohkan pondok Nichiren Daishonin di Matsubagayatsu (sekarang tempat ini disebut Kuil Nakayma Hokekyoji di kota Funabashi, Pref.Chiba) dan hendak membunuhnya. Nichiren Daishonin dapat meloloskan diri dari cengkraman maut dan pergi dengan beberapa penganut ke Shimofusa (sekarang di suatu daerah Chiba sebelah selatan), dimana Beliau menetap sebentar di rumah Toki Jonin, seorang penguasa yang berpengaruh di propinsi ini. Insiden ini merupakan satu dari empat kegaiban / kemujuran Nichiren dalam hidupnya.
Tetapi welas asih Nichiren Daishonin atas rasa tugas tidak mengijinkan Beliau tinggal lebih lama di sana. Kurang dari setahun Beliau kembali ke Kamakura melanjutkan penyebarluasan Agama Buddha dengan gagahnya. Beliau mencurahkan lebih banyak waktu untuk menyadarkan rakyat jelata yang tidak sadar akan Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin daripada ikut memperdebatkan masalah agama dengan sekte-sekte lain. Akan tetapi, melihat betapa berhasilnya penyebarluasan Hukum ini, para Bhikku Nembutsu bertambah takut kehilangan pengikutnya dan kembali memohon kepada penguasa pemerintah untuk menjatuhkan hukuman pada Beliau. Mereka mengemukakan tuduhan palsu, tapi wakil raja waktu itu adalah Hojo Nagatoki, anak laki-laki Shigetoki yang telah menjadi musuh Nichiren Daishonin. Tanpa pemeriksaan atau berbagai penyelidikan, Nagatoki menerima tuduhan-tuduhan mereka menurut apa adanya dan pada tanggal 12 mei 1261, memerintahkan membuang Nichiren Daishonin ke pantai sunyi semenanjung Izu.
Hukuman Pembuangan Ke Semenanjung Izu 12 Mei 1261
Pembuangan ke Semenanjung Izu dijatuhkan kepada Nichiren Daishonin pada tanggal 12 mei 1261. Hampir semua wilayah semenanjung Izu adalah penganut Nembutsu, maka berita-berita tentang pengasingan Nichiren Daishonin menimbulkan pikiran keji mereka dan akan membawa bahaya besar terhadap pribadi Nichiren Daishonin. Akan tetapi, oleh suatu rejeki baik, beliau berjumpa dan di bawa oleh Funamori Yasaburo, seorang pemimpin para nelayan di daerah itu. Kemudian ketika Nikko Shonin berusia 16 tahun, mencari gurunya dan mendampingi Beliau. Ia terus melayani Nichiren Daishonin dengan segenap jiwanya dan pada waktu yang bersamaan menghabiskan setiap kesempatan dalam penyebarluasan Agama Buddha Nichiren Daisyonin diantara para Bhikku dan orang awam di Izu. Sikap mencari yang kuat dan ketulusan hati jelas terpantul pada sejumlah orang di daerah ini yang menetapkan hati untuk menjadi pengikut Nichiren Daishonin. Pada waktu itu Nikko Shonin telah mengikuti gurunya selama 3 tahun. Dalam jangka waktu sebulan setelah Nichiren Daishonin, tuan tanah Ito yang sedang sakit parah, mendengar bahwa seorang bhikku dengan kekuatan gaib hidup didaerah itu. Ito Tomotoka mengirim seorang pesuruh memohon agar Nichiren Daishonin menghadapnya.
Menerima permohonan ini, Nichiren Daishonin bersembahyang untuk kesembuhannya. Tuan tanah ini dapat pulih kembali dalam jangka waktu yang singkat dan menjadi seorang pengikut Nichiren Daishonin. Tidak lama kemudian terdengar kata-kata bahwa Nichiren Daishonin telah menyembuhkan tuan tanah Ito dan menerima banyak rejeki dengan menyebut Nammyohorengkyo terdengar sepanjang jalan menuju Kamakura. Selanjutnya dalam bulan Nopember, hanya 6 bulan setelah pengasingan dirinya dimulai, seluruh kota digoncangkan dengan berita bahwa Hojo Shigetoki telah meninggal oleh serangan penyakit yang dahsyat.
Pemerintah Hojo telah mengetahui Nichiren Daishonin memiliki kekuatan yang tak terlukiskan dalamnya, dan mereka mulai merasa ketakutan bahwa mereka mungkin akan menjalankan hukuman, karena telah menghasut dan menjatuhkan hukuman kepada Nichiren Daishonin. Pimpinan-pimpinan komplotan itu telah menderita penyakit menular, dan komplotannya sendiri telah bercerai berai disebabkan oleh pemberontakan yang terjadi dikalangannya sendiri.
Pada tanggal 23 Pebruari 1263, Pemerintah telah memberikan pengampunan kepada Nichiren Daishonin dan memperkenankan Beliau untuk kembali ke Kamakura. Pembuangan Nichiren Daishonin berakhir setahun sembilan bulan sejak Beliau meninggalkan Kamakura. Kehidupan dalam pembuangan selama satu tahun sembilan bulan telah menambah berkobarnya api semangat yang menyala-nyala dalam jiwaNya. Akan tetapi, keadaan di Kamakura pada waktu itu masih menyukarkan bagiNya, karena disana masih banyak orang yang berpengaruh dan menaruh dendam terhadap Beliau. Sebaliknya Nichiren Daishonin merasakan bahwa disekitarnya kini telah terdapat lebih banyak pengikut-pengikutNya yang bersemangat daripada ketika Beliau meninggalkan Kamakura.
Pada tahun berikutnya, bulan Agustus 1264, karena terkenang pada almarhum ayahanda serta mengkhawatirkan IbundaNya yang telah lanjut usia, Nichiren Daisyonin kembali ke tempat kelahiranNya di Kominoto. Ketika Beliau tiba, IbundaNya sedang sakit keras dan hampir tidak dapat tertolong lagi dari kematian. Nichiren Daishonin dengan kesungguhan hati menyebut Nammyohorengekyo untuk kesembuhan IbundaNya, dan sesuai dengan apa yang yang tercantum di dalam Gosyo : “Memperpanjang usia seseorang”, IbuNya dapat dipulihkan kembali kesehatannya dan dapat hidup selama empat tahun berikutnya. Melihat pembuktian ini banyak penduduk di daerah tersebut mulai menaruh kepercayaan kepada Ajaran Agama Buddha Nichiren Daishonin.
Selama berada di propinsi Awa, Nichiren Daishonin telah memperkenalkan ajaran Buddha kepada penduduk. Berita kembalinya Nichiren Daishonin ke propinsi Awa, yang telah ditinggalkan selama sepuluh tahun, sampai juga kepada seorang bangsawan yang bernama Tojo Kagenobu. Tojo Kagenobu adalah orang yang selalu ingin mencari kesempatan untuk menyerang Nichiren Daishonin.
Penganiayaan Komachebara, 11 Nopember 1264
Pada tanggal 11 Nopember 1264, Beliau dalam perjalanan mengunjungi Kudo Yosyitaka, seorang pemimpin dari keluarga yang paling berkuasa di Propinsi Awa dan merupakan pengikut Nichiren Daishonin yang penuh pengabdian.
Langit suram dan matahari hampir terbenam ketika Nichiren Daishonin bersama sepuluh pengikutNya yang setia termasuk Kyoninbo yang gagah berani, melewati Komacebara di tepi laut. Tiba-tiba mereka diserang oleh Tojo Kagenobu dan prajurit-prajuritnya. Mendengar keributan ini, Kudo Yosyitaka bergegas menuju tempat kejadian itu. Tetapi dalam hujan anak panah dan kilatan sinar pedang, ia dan Kyoninbo terbunuh dalam perjuangan yang mati-matian.
Nichiren Daishonin sendiri hampir saja tidak dapat melarikan diri, tetapi dalam perkelahian tersebut, dahi Beliau tergores pedang dan lengan kiriNya patah. Nichiren diselamatkan oleh Kudo Yosyitaka tetapi pada akhirnya Kudo terbunuh dalam tugas penyelamatannya, sebelum Beliau meninggal, ia berpesan agar Nichiren menerima anaknya sebagai murid Beliau. Kemudian hari anak Kudo Yosyitaka telah membangun sebuah kuil bernama Kuil Kyoninji. Dalam suratNya yang ditujukan kepada ayah Nanjo Tokimice sebulan kemudian, Beliau menjelaskan penyerangan ini dan menyatakan pendirianNya sebagai pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. Salah satu bagian dari sutra terbaca sebagai berikut “Karena benci dan iri hati melimpah bahkan selama hidupnya Buddha, berapa banyak lagi yang akan terjadi setelah kemoksyaanNya ?” Sambil mengutip bagian ini, Nichiren Daishonin menulis; di Jepang telah banyak yang mempelajari Saddharma Pundarika Sutra. Banyak yang dijatuhkan karena pencurian dan perzinahan. Bagaimanapun tidak ada yang pernah diserang karena Saddharma Pundarika Sutra. Maka itu tidak ada seseorang di Jepang pun yang memuji Sutra mengalami kebenaran dari bagian ini. Hanya Nichiren yang dapat benar-benar dikatakan membacanya. Dengan semangat “Saya tidak peduli akan hidup saya sendiri, tetapi sepenuhnya untuk Jalan Agung” Nichiren adalah pelaksana Saddharma Pundarika Sutra yang utama.
Pada tanggal 12 Nopember 1264, tiga hari setelah penganiayaan Kamacebara, Guru Nichiren Daishonin, Dozenbo datang untuk menemuiNya di Kuil Renge di Awa. Sepuluh tahun telah berlalu sejak keadaan dan situasi yang terpaksa memisahkan mereka berdua. Selama percakapan yang panjang dan akrab, Dozenbo menanyakan Nichiren Daishonin, apakah jika ia menyebut Nembuce dan memuja Buddha Amida akan membuatnya jatuh ke dalam neraka. Nichiren Daishonin ingin menunjukkan toleransiNya kepada GuruNya yang sudah tua, tetapi ketika ia menyadari bahwa mungkin mereka tidak akan bertemu lagi, maka Beliau mencela hubungan Dozenbo dengan Nembuce.
Dozenbo dengan jelas mengerti keteranganNya yang sungguh-sungguh dan sempurna, namun Dozenbo tidak cukup berani untuk menerima kepercayaan yang menyebabkan Nichiren Daishonin diperlakukan dengan kejam dan dianiayai. Ia takut pada kekuasaan Tojo Kagenobu dan pada saat yang sama, ingin sekali mempertahankan kekayaannya sendiri sebagai pemimpin Bhikku dari Kuil Seicho.
Ramalan Rissho Ankoku Ron Terbukti
Nichiren Daishonin kembali ke Kamakura dan Beliau menjumpai bahwa rakyat sedang menghadapi bencana yang menakutkan. Penyerbuan dari luar yang Beliau telah ramalkan dalam “Rissho Ankoku Ron” yang tampaknya sebagai suatu hal yang tidak mungkin bagi negeri Jepang yang dikelilingi lautan dari berbagai penjuru. Tapi Kubhilai Khan telah menaklukan sebagian besar daratan Tiongkok dan Korea, sekarang mengirimkan satu ekspedisi ke Jepang. Kabar angin tentang penyerbuan sampai keseluruh negeri. Akhirnya pada 18 Januari 1268, utusan-utusan Mongolia tiba di Kamakura menuntut menyerahnya Jepang atau perang. Walaupun jenderal-jenderal Jepang berusaha untuk menampakkan kegagahan diri mereka tentang masalah ini dan mengambil ancang-ancang, mereka menyadari bahwa bangsa Jepang menghadapi bahaya yang mematikan. Susunan pertahanan kubu segera dibentuk di Kyushu di pantai-pantai berhadapan dengan Korea, dan setiap kuil dan tempat suci di negeri itu diperintahkan untuk menyampaikan doa-doa untuk kekalahan musuh. Ramalan Nichiren Daishonin tentang penyerangan dari negera asing yang telah dibuat tujuh tahun sebelumnya hampir terpenuhi.
Perkembangan baru ini meyakinkan Nichiren Daishonin bahwa ini waktunya yang Beliau tunggu sejak bintang komet besar muncul. Pada tahun 1268, Beliau mengirimkan sebelas surat protes kepada sebelas personil pejabat tinggi, termasuk wakil raja Hojo Tokimune, Heino Saemon, ketua polisi militer, kedua Bhikku yang paling berpengaruh saat itu, Doryu dari sekte Zen dan Ryokan dari sekte Ritsu. Surat-surat ini dengan singkat menyatakan kembali pernyataan yang dibuat dalam “Rissho Ankoku Ron”, bahwa pemerintah Jepang sepatutnya menganut Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin atau negeri ini akhirnya akan mengalami derita dua malapetaka yang diramalkan dalam berbagai Sutra. Kesebelas orang ini menganggap sepi peringatan Nichiren Daishonin. Khawatir akan para murid-murid dan pengikutNya, Nichiren Daishonin menulis sepucuk surat memberitahukan mereka untuk bersiap-siap menemui penyerbuan-penyerbuan akibat dari protes yang telah Beliau ajukan.
Pada tahun 1271, suatu musim kering panjang yang dahsyat melanda negeri ini. Bagaimanapun jika hujan tidak ada, kekurangan air dan makanan pasti terjadi. Pemerintah tidak punya pilihan lain kecuali menyuruh Ryokan berdoa untuk menurunkan hujan. Ketika Nichiren Daishonin mengetahui hal ini, Beliau mengirimkan sepucuk surat tantangan kepadanya, yang menyatakan bahwa jika Ryokan berhasil menurunkan hujan, Nichiren Daishonin akan menjadi muridnya dan jika ia gagal, ia harus meninggalkan agamanya dan menjadi murid Nichiren Daishonin. Ryokan yakin dan kegirangan, ia pikir ini suatu kesempatan sempurna untuk mengalahkan lawannya. Kemudian doa menurunkan hujan dilaksanakan, namun Ryokan tidak dapat menurunkan setetes pun air, bahkan angin taufan merusak dan menghancurkan Kamakura. Bhikku Ryokan kalah mutlak, namun demikian ia belum mau menyerah kalah dari kedudukannya dalam sektenya ataupun membenarkan kebenaran dari ajaran Nichiren Daishonin , ia menjadi semakin bermusuhan dengan Nichiren Daishonin. Ia bukan saja tidak mau menjadi murid Nichiren malahan bersekongkol dengan Heino Saemon.
Pada saat itu, Ryokan dihormati oleh berbagai lapisan masyarakat seperti seorang Buddha yang hidup, karena pembangunan rumah sakit, jembatan, dan jalanan di Jepang. Kelakuannya membuat ia kelihatan seperti seorang yang tidak mementingkan diri sendiri. Tapi kenyataannya ia selalu merencanakan dengan pengawai pemerintah untuk memperoleh banyak uang dan martabat sektenya. Ini adalah adat kebiasaan saat itu untuk para pejabat dan pegawai-pegawai pemerintah membuat kuil-kuil untuk para bhikku. Kuil Doryu, Kenchoji dan Kuil Ryokan, Gokurakuji, telah dibangun oleh Hojo Tokiyori dan Hojo Shigetoki berturut-turut. Kedua pejabat itu telah meninggal dunia, tapi istri mereka masih mempunyai peranan kuat dalam pemerintahan. Ryokan, Doryu dan para pemimpin yang menyimpang dari ajaran menggembor-gemborkan serangkaian tuduhan palsu dalam suatu usaha untuk mendesak pemerintah menghukum mati Nichiren Daishonin. Mereka memberitahukan kepada istri-istri keturunan Hojo bahwa Nichiren Daishonin telah mengatakan suatu hal yang menyedihkan seperti Tokiyori dan Shigetoki telah meninggal dan jatuh kedalam neraka. Akibatnya terjadi tuntutan luar biasa dalam pemerintahan.
Peristiwa Pemenggalan Kepala di Tatsunokuchi
Pada tanggal 10 September 1271, Heino Saemon memerintahkan Nichiren Daishonin untuk hadir di pengadilan dan menjawab tuduhan-tuduhan ini. Ini menandakan bahwa awal dari fase kedua dari pegawai penghukum, yang Nichiren Daishonin jumpai. Beliau menghadapi semuanya tanpa gentar sedikitpun. Kekuatannya menyebabkan dan mendorong pegawai pemerintah bahwa mereka harus mengadakan perdebatan umum untuk menentukan sekte mana yang sebenarnya menganut ajaran-ajaran yang sesuai dengan Sang Buddha. Hampir kepada semua pria di sana, para pegawai kini takut bahwa pemerintah terlalu ceroboh untuk membunuh Nichiren Daishonin, hal ini akan berbalik kepada diri mereka sendiri. Akan tetapi dengan memakai kebencian, Heino Saemon berteriak sekuat-kuatnya kepada Nichiren Daishonin, yang betul-betul tetap tenang sebagaimana Beliau meramalkan bahwa antara seratus hari sampai tujuh tahun waktu itu suatu permusuhan akan pecah di dalam kaum penguasa dan desakan/tekanan dari luar negeri menyerbu Jepang dari bagian sebelah barat.
Dua hari setelah penyelidikan, tanggal 12 September, Heino Saemon dan beberapa ratus kaum samurai menyerang pondok kecil Nichiren Daishonin di Matsubagayatsu dan menyerbu ke dalam. Hal ini bertentangan dengan hukum yang berlaku saat itu dan mereka bertindak lebih dari seperti suatu gangster kampungan yang berutal daripada polisi Kamakura. Mereka mulai menghancurkan seluruh yang ada dalam pondok itu, sampai kepada gulungan-gulungan Sutra, mengobrak abrik dan berhamburanlah gulungan Sutra diseluruh kamar itu. Shoubo, seorang pengacara Heino Saemon mengambil satu rol Saddharma Pundarika Sutra yang Nichiren Daishonin letakkan didalam laciNya dan memukul muka Nichiren Daishonin dengan Sutra ini. Ini adalah gulungan Sutra kelima berisi suatu kalimat yang menyatakan bahwa pelaksana Saddharma Pundarika Sutra akan diserang dengan pedang dan tongkat. Rol ke lima berisi Bab XIII Saddharma Pundarika Sutra berbunyi, “Akan ada banyak orang yang bodoh yang akan memfitnah kita para pelaksana Saddharma Pundarika Sutra dan menyerang kita dengan pedang dan tongkat.” Beliau juga menulis dalam Surat Balasan kepada Ueno Dono, “Adalah suatu kebetulan bahwa saya dipukul dengan rol ke lima yang didalamnya tertulis ramalan bahwa penganut yang setia dari Saddharma Pundarika Sutra akan dianiaya.”
Sekalipun kelakuan para prajurit ganas, Nichiren Daishonin berdiri dengan gagah berani dan berkata dalam suara yang lantang, “Nichiren adalah tiang dari indentitas hakekat jiwa dan ajarannya telah mulai. Maka itu Jepang ! Jika kalian membunuh Nichiren, kalian akan merobohkan tiang negara ini !”. Ketika Heino Saemon dan para prajurit mendengar ini, mereka begitu terpukau sehingga mereka menghentikan segala perbuatannya.
Meskipun Beliau tidak bersalah dari segala tuduhan, Nichiren Daishonin ditahan dan diperlakukan seperti seorang bhikku yang memberontak atau seorang kriminil pada umumnya. Beliau dihukum dibuang ke pulau Sado, satu pulau yang amat menyedihkan di Jepang. Tapi Heino Saemon mengira bahwa Nichiren Daishonin tidak akan hidup di pulau Sado. Ia sekehendak hatinya memutuskan untuk membunuh Nichiren Daishonin di tempat pemenggalan di suatu tempat dekat Kamakura, Tatsunokuchi.
Sekitar tengah malam pada tanggal 12 September 1271, Nichiren Daishonin dibawa diatas kuda ke pusat Kamakura. Ketika mereka sampai dijalan besar, Nichiren Daishonin saat itu dikelilingi oleh sejumlah besar prajurit, turun dari kudaNya dan mencaci maki Bodhisatva Hachiman atas mengingkari sumpahnya untuk melindungi pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. ” Jika saya dihukum penggal nanti malam dan pergi ke Ryojusen, pertama-tama saya akan lapor kepada Buddha Sakyamuni bahwa Tensho Daijin dan Hachiman melupakan janjinya kepada Buddha. Jika anda merasakan ini akan menyusahkan anda, anda seharusnya berikhtiar dengan berbagai cara.” Setelah menyatakan pernyataannya, Beliau kembali naik ke atas kuda dan melanjutkan perjalanan.
Sewaktu rombongan melewati tempat suci pantai Yui, Nichiren Daishonin mengirimkan seorang anak kecil yang bernama Kumao untuk memberitahukan Shijo Kingo mengenai keadaan darurat ini. Mendengar berita ini, Shijo Kingo dan adiknya berlarian ketempat kejadian itu. Menyerobot diantara rombongan prajurit pemerintah, Shijo Kingo memeluk pinggang kuda Nichiren Daishonin dan dengan menangis tersendat-sendat bersumpah untuk mati bersama. Nichiren Daishonin tidak pernah melupakan kepercayaan Shijo Kingo yang demikian kuat dan menulis dalam GosyoNya Prihal Tiga Harta Pusaka, ” Hal yang tak terlupakan hingga saat ini adalah pada tanggal 12 bulan ke 9 tahun 1271 (Bun-ei 8), ketika Niciren sedang menjalankan hukuman pemenggalan kepala di Tatsunokuchi, anda telah bersama saya memegang tali les kuda sambil menangis dengan penuh rasa kesedihan. Hal ini tidak mungkin akan terlupakan walau dalam keadaan bagaimanapun. Seandainya kalau dosa anda yang berat menyebabkan anda jatuh ke dalam neraka, maka walau betapapun Buddha Sakyamuni membujuk Niciren menjadi Buddha, saya akan bersama anda masuk ke dalam neraka.
Sekitar pukul dua dini hari rombongan tiba di sisi tempat pemenggalan. Shijo Kingo melihat hal ini dengan tanggisan, ” Ini adalah saat-saat anda yang terakhir.” Tetapi Nichiren Daishonin membalasnya menjawab dengan tenang dan berkeyakinan,”Betapa piciknya anda ini ! Anda harusnya bergembira akan kurnia besar ini.” Tahun lalu, saat Nichiren Daishonin mengajarkan murid-muridnya bahwa barang siapa yang mencurahkan jiwa raga mereka untuk Saddharma Pundarika Sutra pasti akan mencapai kesadaran Buddha. Tapi siapakah yang akan lebih tenang pada saat ajal ?
Persiapan telah dibuat, pada akhirnya algojo mengangkat pedangnya. Tiba-tiba sebuah bola pijar dengan kecepatan tinggi melintasi angkasa dari selatan ke utara. Sang algojo dan samurai lain telah buta matanya dan mereka menjatuhkan diri mereka sendiri ke tanah. Para pemimpin prajurit-prajurit dalam rombongan itu ketakutan dan lari tunggang langgang. Melihat hal tersebut, Nichiren Daishonin berkata laksana petir,“Kemari, mengapa anda sekalian takut kepada tawanan anda yang hina ini ! Kemarilah ! Mendekatlah !” Akan tetapi, tiada seorangpun yang mendekat. “Bagaimana jika hari akan subuh ? Kaliah harus cepat-cepat menghukum saya. Adalah memalukan memenggal kepala saya setelah matahari terbit.” Tapi tak seorang pun berkeinginan untuk membunuh Beliau.
Buddha Pokok Masa Akhir Dharma Nichiren Daishonin
Nichiren Daishonin menganggap jiwanya sesudah itu sebagai suatu jiwa yang kedua. Beliau telah hidup selama 50 tahun namun demikian hanya semata-mata awal menuju tugas jiwa sesungguhnya. Beliau setelah peristiwa itu membuang, menyerahkan jiwanya sendiri pada peristiwa itu dalam keyakinan yang teguh bahwa sebagian kehidupan beliau yang sesungguhnya, penegakkan dari hakekat jiwa Beliau dan ajaran-ajaran telah dimulai. Demikialah peristiwa Tatsunokuchi sebenarnya berubah menjadi dimana Nichiren Daishonin menyadari dirinya sebagai Buddha masa Mutakhir Dharma. Sebelum peristiwa Tatsunokuchi, Nichiren Daishonin menyebarluaskan inti dari Saddharma Pundarika Sutra, Nammyohorengekyo. Tindakan-tindakan Beliau membuktikan ramalan-ramalan dari Sutra dan kemudian mengidensifikasikan Beliau sebagai Bodhisatva Jogyo, pemimpin dari para bodhisatva yang muncul dari bumi, seorang yang diberikan tugas secara khusus untuk menyebarluaskan ajaran terpokok dari Sang Buddha Sakyamuni.
Sebuah kalimat dari “Surat membuka mata” (kaimokusho) “Seorang bernama Nichiren telah dipenggal kepalanya di tengah malam pada tanggal 12 September akhir tahun, tetapi jiwanya mencapai pulau Sado ……..” Nichiren Daishonin telah dipenggal kepalanya di tengah malam” berarti bahwa Nichiren menyerahkan jiwanya untuk melindungi dan membenarkan Saddharma Pundarika Sutra. “Jiwanya mencapai pulau sado,” menunjukkan bahwa Nichiren Daishonin menyatakan hakekat jiwanya yang sejati sebagai Buddha masa mutakhir dharma yang akan mengokohkan Hukum Agung untuk penyelamatan seluruh umat manusia di masa mutakhir dharma.
Sesudah usaha hukuman mati yang tidak berhasil ini, Nichiren Daishonin dibatasi ruang geraknya hingga 30 kilometer dari Kamakura, di Echi tempat kediaman Honma Rokuro Zaemon yang dipertuan agung Niibo, propinsi Sado. Sementara itu para pengawal pemerintah yang frustasi berusaha memutuskan apa yang harus dilakukan atas diri Beliau. Pada hari berikutnya, tanggal 13 September seorang pesuruh datang ke Echi dari Kamakura dengan sehelai surat yang menyatakan bahwa para prajurit menjaga Nichiren Daishonin untuk tidak melukai Beliau dalam keadaan apa pun, sebagaimana Beliau tidak bersalah dari segala peristiwa kejahatan. Sebenarnya para penjaga diliputi oleh perasaan segan yang mendalam atas kelakuan Beliau dan cara yang mengesankan yang ia sendiri lakukan. Sebagai umpama, Nichiren Daishonin memesan sake untuk para penawannya setelah mereka gagal menghukum Beliau. Selama masa Beliau menetap di Echi, Nichiren Daishonin menarik perhatian mereka yang diserahkan tugas untuk menjaga Beliau, membujuk banyak diantara mereka untuk meninggalkan kepercayaan mereka pada Nembutsu dan menganut Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin. Perubahan perasaan jiwa Nichiren ditandai dengan terjadi sebuah kegaiban dimana pada suatu malam turun sebuah bintang yang sangat terang di dekat taman tempat kediamannya di Echi.
Selama 3 minggu Nichiren Daishonin disembunyikan di Echi, serentetan pembunuhan dan pembakaran- pembakaran terjadi di Kamakura. Ini sebenarnya adalah suatu perangkap yang dipasang oleh para bhikku dan pengikut sekte Nembutsu. Mereka menyatakan bahwa para pengikut Nichiren Daishonin telah menjalankan kejahatan-kejahatan dalam protes atas penahanan pimpinan mereka. Pejabat-pejabat pemerintah selanjutnya menggunakan ini sebagai alasan untuk menyusun satu daftar dari 260 nama lebih dari para pengikutnya dan mereka merencanakan untuk membuang mereka dari Kamakura. Diantara murid-murid Nichiren Daisyonin disana segera bermunculan banyak bhikku-bhikku dan penganut biasa, meninggalkan kepercayaan mereka dan bahkan lancang seperti mencaci maki guru mereka. Banyak pula yang lain, meskipun tidak meninggalkan kepercayaan, menjadi ketakutan dan kecil hati dan bertanya kepada diri mereka sendiri mengapa guru mereka harus menderita penganiayaan-penganiayaan yang begitu hebat jika kalau ajaran-ajaran Beliau benar ?
Pada tanggal 10 Oktober, Nichiren Daishonin meninggalkan Echi bersama seorang pengawal. Beliau sampai di Teradomare di propinsi Echigo (kini di Niigata) pada tanggal 21 Oktober, dari sana Beliau akan berlayar melalui laut Jepang ke Pulau Sado. Akan tetapi, suatu badai taufan dan amarah laut yang kasar menyebabkan perjalanan terlunta-lunta selama 7 hari. Hanya orang yang terdekat, Nikko murid yang berkeyakinan penuh pergi bersama Beliau dalam perjalanan ini. Ketika mereka hampir sampai pada perjalanan terakhir, Nichiren Daishonin memulai pada suatu tugas jiwanya yang sangat penting. Mereka mencapai Pulau Sado pada tanggal 28 Oktober dan akhirnya Tsukahara pada tanggal 1 Nopember 1271, dimana mereka dipaksa tinggal di sebuah gubuk kecil yang disebut Sanmaido. Sanmaido adalah sebuah tempat yang menjijikkan ditengah- tengah pekuburan untuk orang-orang kriminil.
Angin menghembus salju melalui celah-celah yang rombeng dan dari langit-langit dan dinding gubuk. Mereka membentangkan kulit binatang di lantai dan menghabiskan hari-hari yang dingin dengan hanya memakai mantel jerami kasar untuk melindungi mereka dari kedinginan. Mereka kekurangan makanan dan pakaian serta mereka tidak punya api untuk menghangatkan diri. Apalagi ancaman-ancaman akan merenggut jiwa Nichiren Daishonin terus menerus oleh bhikku-bhikku lawan di daerah itu.
Meskipun kesulitan-kesulitannya begitu besar, keprihatinan yang mendalam Beliau akan nasib murid-muridnya di Kamakura, Nichiren Daishonin terus menerus membangkitkan semangat mereka melalui kiriman surat yang tetap. “Surat dari pulau Sado” yang Beliau tulis selama waktu itu menyatakan,“Pembuangan saya sekarang ini bukan karena kejahatan apapun. Ini semata-mata bahwa saya menebus dosa pada kehidupan sekarang ini atas pemfitnahan berat pada masa lampau dan dibebaskan dari ketiga iblis dikehidupan mendatang.” Semangat ini adalah tepat sama seperti dalam sebuah surat Beliau yang ditulis untuk Shiiji Shiro 10 tahun sebelumnya, “Dalam masa mutakhir Dharma, para pelaksana Saddharma Pundarika Sutra akan bermunculan tanpa diragukan lagi. Karena kepercayaan Beliau yang kuat, semakin besar kesulitan yang menimpanya, semakin besar kegembiraan yang ia rasakan.”
Hampir semua orang-orang di Kamakura yakin bahwa Nichiren Daishonin tidak akan dapat hidup di iklim yang dahsyat dan melawan keadaan alam pulau Sado serta lebih dari itu melawan para penganut Nembutsu di sana. Sudah tentu hal ini tak memungkinkan Beliau untuk kembali ke Kamakura dalam keadaan hidup. Namun demikian, didasar hati Beliau, Nichiren Daishonin benar-benar yakin bahwa Beliau tidak hanya akan dapat bertahan atas pembuangan ini, tetapi juga akan dapat memenuhi tugas pokoknya, yaitu demi kebahagiaan seluruh rakyat dalam masa mutakhir dharma. Dalam “Ramalan Sang Buddha” yang Beliau tulis di pembuangan berbunyi sebagai berikut :
“Seandainya, pada masa ini setelah Sang Buddha wafat,
Seorang menganut, percaya akan Saddharma Pundarika Sutra,
Yang merupakan Mahayana sesungguhnya,
Seluruh dewa-dewa dan Bodhisatva yang tak terhingga muncul dari bumi,
Akan melindunginya sebagai pelaksana Saddharma Pundarika Sutra.
Dibawah pelindungan mereka,
Ia akan mengokohkan objek pemujaan sejatinya,
Yang diwakili oleh kelima huruf Myohorengekyo,
Dan membawanya keseluruh pelosok dunia.”
Seluruh pengikut Nembutsu di Pulau Sado berpikir bahwa Nichiren Daishonin pasti tidak dapat mengatasi hawa yang demikian kasar ini walau hanya beberapa hari sekalipun, sehingga mereka khawatir ketika mereka menyelidiki tempat Beliau dan terkejut melihat Beliau ternyata selalu dengan tekun menyebut Daimoku. Karena tidak mempunyai keberanian untuk membunuhNya sendiri, mereka merencanakan suatu akal licik. Mereka mulai secara terus menerus menjelek-jelekkan Beliau kepada Abutsubo, seorang samurai yang merupakan penganut Nembutsu yang fanatik dan dihormati banyak orang. Tertipu oleh kata-kata jahat penganut Nembutsu, Abutsubo menetapkan untuk pergi ke gubuk Nichiren Daishonin dan memenggalNya.
Suatu malam , Abutsubo datang ke Sanmaido, dengan pedang di tangan, ingin sekali mengakhiri hidup musuh dari Nembutsu. Tetapi, ia terpaku mendengar Nichiren Daishonin yang dengan tenang menyebut Daimoku digubukNya. Abutsubo begitu terperanjat sehingga ia membatalkan niatnya dan menantangnya dalam perdebatan agama. Pada suatu waktu Abutsubo bertemu dengan Nikko Shonin ketika ia berada dalam salah satu pencarian makanan, kertas dan alat-alat tulis untuk gurunya. Abutsubo tergerak hatinya oleh Nikko Shonin yang berpikiran penuh logika, namun hangat dan penjelasan yang begitu tepat mengenai Agama Buddha Nichiren Daishonin.
Segera Abutsubo menjadi sangat berhasrat untuk melihat guru dan anak muda yang berbudi ini dan berbicara padanya secara pribadi. Suatu malam yang larut, ia pergi ke Sanmaido untuk menanyakan tentang kepercayaan Nembutsu sebagaimana dibandingkan dengan agama Buddha Nichiren Daishonin. Pendirian Nichiren Daishonin yang luas sungguh melimpahkan kegembiraan bagi Abutsubo dan ia pun menganut Agama Buddha Nichiren Daishonin pada saat itu juga. Menyusul juga istrinya menjadi penganut. Sepasang suami istri yang lanjut usia ini mulai menjalani perjalanan malam hari yang berbahaya, membawa makanan, pakaian dan keperluan-keperluan lain untuk guru mereka, mengelakkan diri dari perhatian para pengawal. Nichiren Daishonin tidak pernah melupakan kepercayaan mereka yang tulus dan gerakan yang sangat berani untuk menolongnya, dan diberbagai surat Beliau selanjutnya menulis kepada mereka, Beliau sering kali menganggap mereka sebagai orang tua Beliau sendiri.
Setelah melewati masa pertama penderitaan pahit musim dingin, keadaan Nichiren Daisyonin lambat laun membaik. Satu hal, beberapa orang yang tinggal dekat Tsukahara telah dimenangkan dan mulai membantu Beliau. Diantara mereka adalah Abutsubo, seorang kepala kampung dan dahulunya penganut Nembutsu, dan istrinya Senichi Ama.
Bulan Januari 1272, para bhikku Nembutsu berkumpul ditempat kediaman penguasa daerah Honma Rokuro Zaemon, mengajukan permohonan padanya untuk membunuh Nichiren Daishonin. Akan tetapi, bangsawan itu memberitahu mereka bahwa satu hal yang beliau perbolehkan mereka lakukan adalah menghadapi Nichiren Daishonin dalam perdebatan agama.
Mengikuti perintah Honma, para anggota Nembutsu dan bhikku-bhikku lain memanggil para pemuka agama dari berbagai penjuru daerah itu untuk turut serta dalam suatu kampanye melawan Nichiren Daishonin.
Pada akhirnya menghasilkan beberapa ratus bhikku berkumpul untuk perdebatan di Tsukahara pada tanggal 16 Januari 1272. Tetapi sekali mereka berhadapan dengan Buddha Nichiren Daishonin, kehadiran Beliau dan penjelasan yang cermat luar biasa tentang Hukum Sakti membuat mereka tidak berdaya untuk membantah. Kedudukan mereka semuanya terhancurkan. Bahkan beberapa diantara mereka dengan segera bertekad untuk melepaskan kepercayaan mereka yang kuno pada sekte Nembutsu.
Buddha Nichiren Daishonin dalam GosyoNya, Mengenai Prilaku Buddha, menulis peristiwa ini, “Anda dapat membayangkan bagaimana jalannya perdebatan. Mereka bahkan lebih rendah daripada bhikku-bhikku di Kamakura dan Nichiren dengan mudah menjatuhkan mereka seperti sebilah pedang tajam memotong sebuah semangka atau angin ribut merebahkan rumput. Mereka tidak saja dangkal dalam kalimat Hukum agama Buddha, tetapi bahkan membantah diri sendiri. Mereka bingung dengan sutra-sutra perjanjian dan uraian dengan perjanjian ………. Ketika Nichiren menjelaskan kesalahan dari setiap sekte, beberapa bersumpah, beberapa terpaku diam sementara yang lainnya berubah pucat. Banyak dari pengikut Nembutsu mengakui bahwa sekte mereka benar-benar salah dan beberapa dari mereka mendadak melemparkan jubah dan tasbih mereka, bersumpah tidak mau menganut Nembutsu lagi.”
Ketika para bhikku dan orang awam pergi, Nichiren Daishonin memanggil tuan tanah Honma dan pembantu-pembantunya yang telah memperhatikan dari dekat. Beliau kemudian mengatakan pada Honma bahwa suatu pemberontakan akan segera meletus di Kamakura dan mendesaknya untuk cepat ke sana sekarang juga.
Sebagai hasil perdebatan adalah seorang bhikku dari sekte Tien Tai yang terkemuka yang bernama Sairenbo memutuskan untuk menganut ajaran Buddha Nichiren Daishonin. Ia dikenal menjadi salah satu pelajar Buddhis yang besar di daerah tersebut dan ia kini menjadi seorang pengikut Nichiren Daishonin.
Sebuah kapal mencapai Sado pada tanggal 18 Februari, membawa kabar bahwa pertempuran telah terjadi di Kamakura dan Kyoto sebagai akibat dari perang saudara di antara marga Hojo. Hal ini membuktikan ramalan akan adanya perselisihan di dalam negeri yang diramalkan oleh Nichiren Daishonin pada Honma Rokuro Zaemon di perdebatan Tsukahara.
Malam itu, Honma berangkat dengan kapal yang tercepat ke Kamakura. Sebelum berangkat ia dengan hormat berkata ; “Saya telah meragukan kata-kata Anda yang terhormat pada tanggal 16 Januari, tetapi kata-kata itu menjadi kenyataan dalam waktu kurang dari tiga puluh hari. Saya mengerti sekarang bahwa Mongolia pasti akan menyerang kita dan begitu juga yakin bahwa penganut Nembutsu akan jatuh ke dalam neraka yang tak terputus-putus penderitaannya. Saya tidak akan pernah menyebut Nembutsu lagi.” Nichiren Daishonin menjawab bahwa walaupun bangsawan Honma menghormatiNya, Jepang akan hancur, kecuali bila Hojo Tokimun percaya akan kata-kataNya.
Ajaran Untuk Masa Mutakhir Dharma
Segera setelah perdebatan Tsukahara, Buddha Nichiren Daishonin menyelesaikan tulisan Beliau, “Surat Membuka Mata” (Kaimokusho) yang telah dikerjakannya sejak bulan Nopember tahun sebelumnya. Ini adalah bukti dokumentasi dari hikmat Sang Buddha Mutakhir Dharma dan ditulis pada saat ketika Beliau harus menderita dari dinginnya salju dan kepahitan dari pemfitnahan dari musuh-musuhnya. Beliau mencatat ajaran-ajarannya dalam keadaan demikian, sehingga orang-orang yang buta akan filsafat jiwa Nichiren Daishonin bisa terbuka selama-lamanya. Beliau menulis dalam salah satu bagian:
“Biar para dewa membuangku, Biarlah aku menghadapi berbagai penderitaaan. Betapapun, aku akan mempertaruhkan jiwa ku ……… Betapa berbagai penderitaan menghantamku, sepanjang ajaranku masih belum disangkal oleh seorang arif bijaksana, aku tidak akan menyerah setapakpun. Penganiayaan-penganiayaan hanyalah hanyalah bagaikan debu yang tertiup oleh angin. Aku akan menjadi tiang, mata dan bathera dari negeri Jepang ………….. Aku membuat sumpah ini dan tidak akan mengingkarinya.”
Pada musin panas waktu itu, Nichiren Daishonin dipindahkan oleh penguasa dari Tsukahara ke Ichinosawa. Satu alasan atas pemindahan Beliau adalah untuk menjaga Beliau dari serangan-serangan musuh yang sering dilakukan oleh sekte Nembutsu yang fanatik. Mereka semakin gelisah, satu demi satu, pengikut-pengikut mereka telah menganut ajaran-ajaran Nichiren Daishonin. Ichinosawa adalah sebuah tempat yang lebih aman daripada Tsukahara dan Nichiren Daishonin tinggal disana selama 2 tahun. Hubungan antara Buddha Nichiren Daishonin di pulau Sado dan murid-muridnya di Kamakura kini bertambah baik, sebagaimana mereka datang mengunjungi Beliau atau mengutus pesuruh-pesuruh mereka membawa sumbangan-sumbangan seperti makanan atau uang. Shijo Kingo adalah orang pertama yang merintis perjalanan ini dan ia melakukan hal ini dengan resiko jiwa dan nama baiknya. Nichiren Daishonin tak hentinya memuji amal bakti dari Shijo Kingo dan untuk kepercayaan yang kuat dari Nicigennyo, istri Shijo Kingo yang telah mengirimkan suaminya berangkat dalam keadaan sulit. Dorongan semangat kepada Nicigennyo muncul dalam Gosyo Hukum Sebab Akibat dari Kehidupan,
“Seorang laki-laki adalah bagaikan pohon pinus dan seorang wanita bagaikan sebuah wisteria yang tidak tahan sedetik pun bila mereka dipisahkan. Maka itu, dalam dunia yang penuh kesulitan seperti ini, untuk Anda mengirim suami ke Pualu Sado pada waktu anda sendiri kekurangan pembantu-pembantu yang dapat dipercaya, menunjukkan bahwa kepercayaan anda adalah lebih tebal dari bumi. Karena demikian dewa-dewa dibumi tentu lebih tahu akan hal ini. Kepercayaan anda adalah lebih agung dan tinggi daripada angkasa dan karenanya Dewa Brahma dan Dewa Indra seharusnya juga menyadari hal ini.”
Ada suatu kehebohan besar di Kamakura, dan Shijo Kingo akan menemui kritikan karena meninggalkan tuan tanahnya dan mengunjungi suatu tempat yang jauh untuk beberapa hari lamanya.
Seorang wanita berani bepergian ke pulau Sado, membawa bayi perempuannya di punggung, untuk bertemu dengan Buddha Nichiren Daishonin. Ia adalah Nichinyo yang kemudian disebut Nichinyo Shonin dan memujinya sebagai “Wanita pelaksana Saddharma Pundarika Sutra yang termulia di Jepang.”
Pada tanggal 25 April 1273, Buddha Nichiren Daishonin menyelesaikan tulisan “Kanjin No Honzon Sho.” Ketika berada di pulau Sado, Beliau juga menulis Gohonzon yang menyatakan kesadaran Beliau yang sesungguhnya. Gohonzon ini diberikan kepada beberapa pengikut-pengikut, tergantung kedalaman dan kekuatan kepercayaan mereka. Diantara dua belas tulisan Beliau diselesaikan di Pulau Sado adalah “Shoho Jisso Sho”, “Shuju Ofurumai Gosho”, “Kenbutsu Miraiki”, “Shoji Ichidaiji Kechimyaku Sho.”
Fitnahan dan iri hati dari para bhiksu-bhiksu di Pulau Sado semuanya tumbuh semakin kuat. Akhirnya mereka mengirimkan pesuruh-pesuruh kepada teman-temannya di Kamakura yang kemudian mengeluh kepada Hojo Nobutoki, atasan dan tuan tanahnya propinsi Musashi (kini Tokyo). Hojo Nobutoki tak berkata suatu apapun tentang keluhan-keluhan mereka kepada penguasa, tetapi sebaliknya mengeluarkan dekrit pribadinya sendiri bahwa barang siapa yang membantu atau melindungi Buddha Nichiren Daishonin akan dipenjarakan.
Kehebohan di Kamakura dan Kyoto pada permulaan tahun 1272 telah menggoncangkan keyakinan penguasa Hojo Tokimuni, apakah patut menahan Nichiren Daishonin di pembuangan. Kini pada permulaan tahun 1274, ada tekanan yang meningkat dari utusan-utusan Mongolia dalam menuntut upeti kepada Jepang. Keadaan ini mengingatkan penguasa-penguasa itu akan ramalan-ramalan Buddha Nichiren Daishonin, serta berlawanan dengan nasehat pegawai-pegawai pemerintah lainnya, Ia memutuskan untuk memaafkan Nichiren Daishonin dan membiarkannya kembali ke Kamakura. Mendengar pengampunan itu, Nembutsu dan para bhikku lainnya marah. Mereka membuat suatu rencana secara rahasia untuk merenggut jiwa Nichiren Daishonin. Pada waktu itu, sangatlah sulit melintasi laut Jepang dan seseorang biasanya harus menanti beberapa hari untuk perubahan-perubahan angin. Akan tetapi, para pengikut Nichiren Daishonin segera mendapatkan angin yang bertiup cepat dan sampai di daratan jauh lebih awal daripada yang telah diharapkan. Karena hal ini, rencana-rencan pembunuhan terintangi. Beliau meninggalkan pulau Sado pada tanggal 13 maret dan diantar oleh pengawal penguasa, tiba di Kamakura pada tanggal 26 maret.
Gunung Minobu
Tanggal 8 April, Nichiren Daishonin diperintahkan untuk tampil dimuka pengadilan militer. Heino Saemon adalah orang yang mengepalainya, sebagaimana 3 tahun sebelumnya ketika ia mengecam dan murka pada Nichiren Daishonin. Tetapi ia berkelakuan yang berbeda pada kesempatan kali ini. Ia lembut dan sopan menanyakan pendapat Nichiren Daishonin tentang waktu penyerangan dari Mongol. Nichiren Daishonin dengan jelas menjawab bahwa Beliau takut serangan itu akan datang dalam tahun ini. Beliau juga mengatakan kepada para penguasa bahwa seandainya mereka bersikeras menyuruh bhikku-bhikku sekte Shingon untuk berdoa atas penghancuran bangsa-bangsa Mongol, penghancuran mereka sendiri akan terjadi diberbagai tempat dengan lebih cepat. Bantuan dari para bhikku semacam itu hanya akan memperburuk keadaan. Kemudian penguasa itu menawarkan kepada Buddha Nichiren Daishonin izin resmi untuk menyebarluaskan Agama Buddha ini selama, Beliau menjalankannya tanpa membuktikan ketidak benaran sekte lain. Mereka berusaha membuat usul mereka lebih menarik dengan berjanji untuk memberikanNya sebidang tanah dan membangun kuil sumbangan pemerintah di atas tanah itu, asalkan Beliau mendoakan di kuil itu melawan kekuatan Mongol. Tetapi Buddha Nichiren Daishonin dengan tegas menolak segala kompromi semacam itu.
Shishinkaku ketika musim salju
Nichiren Daishonin menetapkan bahwa Beliau telah melakukan sebisanya di Kamakura, dimana para bhikku, penguasa dan banyak orang menolak untuk memperhatikan peringatannya. Beliau telah memperingatkan krisis yang semakin dekat sebanyak 3 kali…., sekali dengan Rissho Ankokuron, sekali gambaran penahanan Beliau sebelum peristiwa Tatsunokuchi dan lagi setelah kembalinya Beliau dari pulau Sado. Yakin bahwa shogun dan para pengikut sekte lain tidak akan segera melihat kebusukan pada cara-cara yang mereka jalankan, Beliau meninggalkan Kamakura pada tanggal 12 Mei 1274, dan menetap kira-kira 30km sebelah barat gunung Fuji di sebuah tempat tinggal kecil di Gunung Minobu yang kini disebut wilayah Yamanashi. Disana Beliau memasuki suatu kehidupan pengasingan diri sebagai tradisi atas satu pribahasa Tiongkok kuno yang mengatakan, “Seandainya seorang bijaksana menasehati penguasanya hingga 3 kali dan masih tetap tidak diperhatikan, ia harus pergi dari negeri itu.” Akan tetapi, kehidupan Beliau di Gunung Minobu adalah jauh dari keadaan damai. Minobu adalah sebuah tempat jauh dari jalanan ditutupi dengan salju dalam musim dingin dan rumput-rumput yang tinggi dimusim panas. Seringkali Nichiren Daishonin kekurangan makanan dan pakaian.
Para penganutnya di Kamakura tanpa dibuat-buat sangat mengkhawatirkan diri Beliau dan untuk meringankan keadaannya, mereka mengirimkan Beliau uang, makanan dan pakaian.
Kadang-kadang sejumlah besar para penganut yang penuh kepercayaan pergi ke Gunung Minobu untuk lebih mempelajari Hukum Agama Buddha dan mencari jalan untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi melalui bimbingan Nichiren Daishonin yang sabar. Kehidupan Beliau di Gunung Minobu adalah jauh dari kesunyian itu. Tugas pokok yang Beliau dalam pengasingan diri adalah untuk mempersiapkan masa depan dengan penegakan Dai Gohonzon dan membantu perkembangan murid- muridnya yang akan mewarisi warisannya ini. Dipegunungan yang terasing ini Beliau mengerjakan banyak tulisan-tulisan. Minggu pertama setelah Beliau sampai di Gunung Minobu, Nichiren Daishonin melengkapi “Hokke Shuyo sho” (inti sari Saddharma Pundarika Sutra) dan mengirimkannya pada Tokin Jonin. Selanjutnya ini menjadi satu dari sepuluh tulisan terpenting. Ini menjelaskan 3 prinsip penting dari Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin……Gohonzon (objek pemujaan), Daimoku (penyebutan mantera Nammyohorengekyo), dan Kaidan (tempat pemujaan).
Dari Gosyo yang Beliau selama 8 tahun Beliau menetap di Minobu, lebih dari 200 buah Gosyo yang masih tetap ada hingga sekarang, dan ini meliputi hampir dari setengah kumpulan lengkap Gosyo, usaha Nichiren Daishonin membina murid-muridnya yang luar biasa untuk pengekalan Hukum Sejati di kristalisasi dalam “Ongi Kuden”, ajaran Saddharma Pundarika Sutra, Beliau secara lisan disusun oleh Nikko Syonin. Ini adalah suatu pekerjaan yang mana dengan jelas memperbedakan Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin dari ajaran Buddha Sakyamuni.
Suatu hari di Gunung Minobu, Nichiren teringat akan kedua orang tuanya dan menanam dua buah pohon besar di atas puncak gunung. Sekarang tempat tersebut terkenal dengan nama Shishinkaku Hall dan pengunjung dapat mencapai tempat tersebut melalui kereta kabel dekat Kuil Kuonji. Endo Moritsuna, anak dari Abutsubo setiap hari mengantarkan makanan kepada Buddha Nichiren Daishonin. Ayahnya Abutsubo sebelum meninggal ingin ketemu Nichiren di Gunung Minobu, dan beliau meninggal di usia 90 tahun. Endo membawa pulang tulang ayahnya ke tanah kelahirannya di Pulau Sado
Pada bulan Oktober 1279, 5 bulan setelah Nichiren Daishonin memasuki kehidupan Beliau dalam pengasingan diri, bangsa Mongol menyerang. Kira-kira 25.000 orang termasuk beberapa bangsa Korea, menyerbu menuju Jepang dalam 900 kapal perang. Pertama mendarat di kedua belah selatan pulau-pulau Jepang, Iki dan Tsushima, mereka bertempur, jalan mereka sampai semenanjung Hakata, sebelah utara pantai Kyushu.
Orang-orang Jepang berusaha menahan serangan ini, tetapi mereka bukan tandingan dengan formasi tentara Mongol atau lengkung silang yang luar biasa yang telah mereka jalankan. Segala sesuatu memungkinkan kemenangan bagi Mongol sampai pada suatu malam badai taufan mengamuk dengan ganasnya dan menenggelamkan kira-kira 200 kapal-kapal mereka. Dalam ketakutan, tentara ditarik mundur cepat-cepat ke Korea. Kejadian itu tidak lepas dari doa Buddha Nichiren Daishonin untuk melindungi negeri Jepang.
Pada waktu itu Mongolia menyerang pada bulan Oktober 1274 mendatangkan gelombang kejutan besar keseluruh negeri itu dan orang-orang dilumpuhkan oleh ketakutan bahwa kekuatan Mongolia akan menyerbu Jepang lagi dilain kesempatan. Pada periode masyarakat yang gelisah ini, murid-murid Nichiren Daishonin mengusahakan diri mereka sendiri dalam penyebarluasan, khususnya dekat Gunung Fuji. Gerakan dialog Hukum Agama Buddha telah maju dengan pesatnya disana dibawah petunjuk Nikko Shonin. Sebagai akibatnya, banyak penganut-penganut baru, kedua-duanya para bhikku dan penganut bermunculan disekitar daerah yang disebut Atsuhara. Sekitar tahun 1275 menyusul perberkatan 3 bhikku dari kuil Ryusenji, yang mempunyai ikatan dengan sekte Tien Tai di Atsuhara, maka beberapa petani dengan cepat mulai menganut Agama Buddha Nichiren Daishonin.
Merasa sakit hati melihat, begitu banyak bhikku dan penganut meninggalkan kepercayaan mereka, para bhikku dari Kuil Ryusenji merencanakan untuk memburu penganut-penganut baru. Pada waktu yang bersamaan Nichiren Daishonin menulis surat untuk membangkitkan semangat pada murid-muridnya untuk mengatasi rintangan-rintangan tersebut serta tidak melepaskan kepercayaan mereka. Beliau juga memerintahkan Nikko Shonin dan beberapa murid senior untuk menjaga mereka dan membimbing mereka dalam pelaksanaan mereka.
Meninggalnya Guru Nichiren Daisyonin, Dozenbo
Tanggal 16 maret 1276, Guru Nichiren Daishonin, Dozenbo meninggal dunia. Bulan Juni berita kematian yang menyedihkan sampai kepada Nichiren Daishonin di Gunung Minobu. Dalam kenangan atas meninggal gurunya, Beliau menulis sebuah surat yang panjang, “Ho on Sho” (surat membalas budi), serta menyuruh Niko, seorang pemimpin daerah Awa mengantarkannya kepada Jokenbo dan Gijobo, yang merupakan senior dari Nichiren Daishonin di kuil Seichoji. Gosho (surat) ini kemudian dibacakan 2 kali di puncak bukit Kasagamori, dimana untuk pertama kali Nichiren Daishonin menyebut mantera agung Nammyohorengekyo dan dipusara Dozenbo.
Mereka menuruti usul Nichiren Daishonin untuk melakukan upacara peringatan dengan membaca Gosyo. Nichiren Daisyonin amat gembira mendengar kabar ini dan mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada kedua bhikku disana. Surat ini adalah mengenai,”Bunga-bunga dan bulir-bulir,” isinya antara lain, “Tanaman padi menghasilkan bunga dan bulir-bulir padi, tetapi jiwanya selalu kembali ke tanah. Jeraminya kemudian bermunculan kembali dan menghasilkan bunga dan bulir-bulir padi sekali lagi. Itulah kurnia yang saya, Nichiren terima dari penyebarluasan Saddharma Pundarika Sutra yang akan disampaikan oleh Dozenbo. Betapa mulianya hal itu ! Dikatakan bahwa bila seorang guru mempunyai pengikut yang baik, kedua-duanya akan mencapai kesadaran Buddha, tetapi bila seorang guru menghargai seorang murid yang jahat, maka mereka akan jatuh ke dalam neraka.”
Dalam Gosyo, “Membalas Budi” yang ditulis oleh Nichiren Daishonin untuk mengenang gurunya, Dozenbo. Beliau juga menghubungkannya dengan Tiga Kebajikan dari Majikan, Guru dan Orang tua, kepada merekalah seseorang berhutang budi sehingga ia ada di dunia ini. Beliau membabarkan dalam Gosyo “Tiga Hukum Rahasia Agung dalam KepercayaanNya,” agar sepenuhnya merasakan kurnia dari tiga kebajikan ini, tidak ada pilihan daripada penyebarluasan Hukum Gaib ‘Nammyohorengekyo’. Dengan pendirianNya, sebagai Buddha Masa Akhir Dharma yang memiliki tiga kebajikan, Beliau menulis dalam salah satu bagian dari Gosyo, “Maitri karuna Nichiren Daishonin begitu besar dan luas sehingga Nammyohorengekyo akan tersebar luas untuk 10.000 tahun lebih, untuk selama-lamanya (kebajikan orangtua), Kurnianya akan menghalaukan kebutaan seluruh umat manusia (kebajikan guru), menutup jalan ke neraka penderitaan yang tak terputus-putus (kebajikan majikan).”
Berikutnya dalam tahun yang sama, Gyochi, wakil ketua Bhikku Kuil Ryusenji di Atsuhara, mulai menuntut bahwa para pengikut Nichiren Daisyonin agar membuang kepercayaan mereka terhadap Nammyohorengekyo. Tetapi gagal usahanya, Gyochi menyuruh mereka meninggalkan kuil tersebut dalam suatu kemarahan yang memuncak. Meskipun selama ini terjadi berbagai kesulitan, banyak petani Atsuhara yang mulai menganut, termasuk tiga bersaudara Jinshiro, Yagoro dan Yarokuro. Gyochi menghalang-halangi dengan memihak pada saudara Jinshiro yang tertua, Yatoji yang mulai menentang Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin dengan marahnya.
Daishinbo dan Sanmibo, kedua murid pendahulu Nichiren Daishonin yang menyeleweng karena iri kepada Nikko Shonin bergabung dengan kelompok Gyochi. Dengan segera serangkaian serangan tiba-tiba direncanakan untuk melawan para pengikut yang tidak menyerah di sogok ataupun diancam.
Pada tanggal 8 April 1279, ketika pemanah-pemanah berkuda berada di Kuil Sengen, beberapa prajurit perang menyerang dan membunuh salah seorang pengikut Nichiren Daishonin dan pada bulan Agustus, mereka membunuh yang lainnya.
Tanggal 21 September 1279, beberapa penganut telah menolong Nisshu dan Nichiben, dahulunya adalah bhikku Ryusenji, memanen padi diatas sebidang tanah mereka sendiri. Tanah ini diperebutkan oleh Gyochi yang menyatakan bahwa ia telah mengusir Nichiben dan Nisshu dari Ryusenji, tanah mereka, khususnya padi-padi yang siap dipanen, kini merupakan kekayaan dari kuil tersebut. Oleh karena itu, ketika pemanenan dilaksanakan, Gyochi berteriak bahwa mereka adalah para pencuri serta menghasut sekelompok samurai untuk melakukan suatu penyerangan. Para petani yang tidak bersenjata mempertahankan diri mereka dengan tongkat dan sabitnya, tetapi banyak yang terluka dan dua puluh diantara mereka ditahan ditempat itu.
Diantara para penyerang, Daishinbo dan dua pemimpin samurai bernama Oto Chikamasa dan Nagasaki Tokitsuna terlempar dari kuda mereka selama pertempuran berlangsung dan mati dalam keadaan yang menyedihkan.
Kedua puluh petani ditahan, termasuk Jinshiro dan saudara-saudaranya, dikirim ke Kamakura pada hari yang sama. Nichiren Daishonin melihat situasi yang kritis ini dengan tenang, cepat-cepat mengirim Nikko Shonin, Nanjo Tokimitsu dan para pemimpin lainnya serta menulis sebuah Gosyo, “Penganiayaan yang menimpa Buddha,” untuk memberi semangat kepada penganutnya untuk mempertahankan kepercayaan yang tak tergoyahkan pada Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin. Sebagian isi Gosyo , “Anda sekalian seharusnya menimbulkan keberanian bagaikan seekor singa dan jangan sekali-kali ditakuti-takuti oleh siapa pun. Seekor singa tidak takut pada binatang buas lainnya, begitupun anak singa. Para pemfitnah Saddharma Pundarika Sutra adalah seperti srigala yang menyalak, tetapi para pengikut Nichiren adalah bagaikan auman seekor singa.” Beliau juga mengajarkan bahwa para pengikut di daerah Atsuhara harus bersiap-siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi serta tidak meninggalkan (menyerah) pada kepercayaan mereka.
Bekerjasama dengan Nikko Shonin, Nichiren Daishonin merancang suatu petisi (permohonan) protes “Surat mengenai Kuil Ryusenji,” kepada pemerintah untuk menyelamatkan para petani yang tak bersalah. Nikko Shonin selanjutnya menyelesaikannya dan pergi ke Kamakura bersama dengan Nisshu dan Nichiben untuk menyaksikan kenyataan-kenyataan tersebut. Sayang sekali petugas dalam perkara ini adalah Heino Saemon yang anehnya merupakan seorang teman dekat Gyochi. Ia menolak untuk menerima bukti ini.
Pada tanggal 15 Oktober, dua puluh petani disidangkan di rumah kediaman Heino Saemon pribadi. Tanpa menyinggung keadaan ladang padi di Atsuhara sama sekali, Heino Saemon dengan kasar menuntut agar mereka memutuskan janji untuk melepaskan kepercayaan mereka pada Nammyohorengekyo. Akan tetapi mereka semuanya menjawab bahwa mereka tidak akan pernah melepaskan kepercayaan mereka terhadap Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin sekalipun seandainya mereka harus membayar dengan jiwa mereka. Heino Saemon marah sekali atas sikap teguh mereka, mulai menyiksa mereka, tetapi mereka menyebut Daimoku bersama dan menolak untuk berhenti. Tiga diantara mereka, Jinshiro, Yagoro dan Yarokuro kemudian dipenggal kepalanya.
Sementara itu, Nichiren Daishonin sangat terharu atas kepercayaan para petani Atsuhara yang tabah. Penganiayaan ini sendiri merupakan makna yang dalam, karena sampai kini penganiayaan-penganiayaan ditujukan langsung kepada Nichiren Daishonin, tetapi kali ini peristiwa itu ditujukan kepada para penganutnya. Mereka adalah kaum petani biasa, orang-orang yang sangat sederhana tidak mempunyai kekayaan ataupun kedudukan di masyarakat, yang teguh dalam kepercayaan mereka melawan kekuasaan yang sewenang-wenang. Nichiren Daishonin yakin bahwa muridnya kini telah berkembang dalam kepercayaan yang cukup kuat untuk mempertahankan jiwa mereka memeluk Hukum Gaib (Myoho).
Hal ini membuat Beliau mewujudkan Dai Gohonzon, objek pemujaan Sejati untuk seluruh umat manusia, baik sekarang dan kekal abadi. Dai Gohonzon diwujudkan pada tanggal 12 Oktober 1279, 27 tahun setelah untuk pertama kalinya Beliau menyebut Nammyohorengekyo.
Buddha Nichiren Daishonin Moksya
Pada usia 60 tahun kehidupan Beliau, Nichiren Daishonin mulai mengalami kesehatan yang berkurang, tidak aneh bagi seorang manusia yang telah menjalani seluruh kehidupannya mencurahkan segenap tenaganya berjuang menyebarluaskan Hukum Agama Buddha. Merasa bahwa kematian sudah dekat, Beliau menunjuk Nikko Shonin sebagai seorang murid yang berhasil dan menyerahkan seluruh ajaran Beliau kepadanya.
Nichiren Daishonin meninggalkan Gunung Minobu untuk terakhir kalinya pada tanggal 8 September 1282. Mengambil suatu perjalanan kesebelah barat laut, Beliau tiba di tempat kediaman Ikegami bersaudara, kini daerah bagian Ota di Tokyo pada abad ke 18. Sebenarnya Beliau memiliki rencana untuk pergi ke suatu sumber air panas di Hatachi, masih 80km ke arah barat laut, tetapi kesehatan Beliau terlalu buruk untuk melanjutkan perjalanan. Diharuskan beristirahat di ranjang, Beliau makin lemah keadaannya.
Para penganut-penganut yang mendengar berita tentang kedatangan guru mereka di rumah Ikegami bersaudara bersama-sama melihat Buddha Nichiren Daishonin. Nichiren Daishonin kini sangat yakin bahwa Bodhisatva-bodhisatva yang muncul dari bumi ini akan sanggup melindungi serta menyebarluaskan Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin. Dalam keadaan yang lemah Beliau memberikan ceramah mengenai “Rissho Ankokuron Sho” dan menyakinkan murid-muridnya akan pekerjaan yang harus dilaksanakan setelah Beliau wafat. Mendengarkan ceramah Nichiren Daishonin yang penuh kesungguhan, semua yang berkumpul bertekad dalam tanggisan untuk menyebarluaskan Hukum Agama Buddha Nichiren Daishonin selama-lamanya.
Pagi-pagi pada tanggal 13 Oktober 1282, dikelilingi oleh Nikko Shonin dan murid-murid lainnya dengan penuh rasa hormat menyebut Nammyohorengekyo, Beliau meninggal dunia dengan penuh kedamaian.
Bunga-bunga Sakura yang berada dihalaman depan rumah Ikegami bersaudara, bermunculan bagaikan dimusim semi (sekarang pohon sakura itu diberi nama Oeshiki Zakura terletak di Kuil Hongoji). Hal ini aneh mengingat pada saat itu adalah musim dingin. Keanehan ini menandakan bahwa Ajaran Buddha Nichiren Daishonin akan tersebar luas keseluruh dunia selama-lamanya.
Nammyohorengekyo,Nammyhorengekyo,Nammyohorengekyo.
10 MURID BUDDHA SAKYAMUNI
- SARIPUTRA Terunggul dalam kearifan,
- MAUDGALYAYANA (Monggalana) Terunggul dalam kekuatan gaib,
- MAHAKASYAPA Terunggul dalam menjalankan pertapaan
- ANANDA Terunggul dalam penjagaan dharma,
- KATYAYANA Terunggul dalam analisa, dan menafsirkan kata-Kata buddha,
- ANIRUDA Terunggul dalam pemahaman suci,
- PURNA Terunggul dalam berpidato dan berkhotbah,
- UPALI Terunggul dalam menjalankan vinaya dan Pantangan,
- RAHULA Terungggul dalam pembinaan diri,
- SUBHUTI Terunggul dalam memahami ajaran Kesunyataan.
10 MURID BUDDHA NICIREN DAISYONIN
- SHIJO KINGO
- NIKKO SYONIN
- ABUT CEBO
- SENICI AMA
- IKEGAMI MUNENAGA
- IKEGAMI MUNENAKA
- TOKI JONIN
- SAIRENBO
- SANIBO
- DAIGAKU SABUNO
Pengolongan seluruh sutera buddha sakyamuni menurut urutan waktunya (menurut Mahaguru Tien-tai), menjadi 5 periode:
- Periode Avatamsaka (Kegon)
- Periode Agam (Agon)
- Periode Vaipulya (Hoto)
- Periode Mahaprajna paramitha (Hannya)
- Periode Saddharmapundarika (Hokke)